Jembrana (Metrobali.com)
Keterlambatan dalam mensosialisasikan bahaya penyakit rabies sebagai pemicu maraknya kasus gigitan rabies di Kabupaten Jembrana.
Gigitan anjing rabies yang belakangan marak menjadi sorotan anggota DPRD Jembrana. Bahkan selain Covid-19, rabies juga menjadi momok masyarakat lantaran VAR kosong, termasuk penanganan yang lambat.
Terlebih rabies telah memakan korban, dimana nyawa seorang bocah berusia 2 tahun dari Desa Banyubiru tidak tertolong yang diduga lantaran keterlambatan penanganan.
Data dari Bidang Keswan-Kesmavet pada Dinas Pertanian dan pangan Jembrana dari Januari sampai tanggal 13 Mei 2022 tercatat sebanyak 100 kasus gigitan positif rabies di Jembrana.
Merebaknya kasus rabies disikapi Bupati Jembrana I Nengah Tamba. Terlebih semua wilayah di Jembrana merupakan zona merah.
Bupati Tamba mengatakan bahwa mengetahui pemberitaan rabies masif di media sosial (medsos) dan pemberitaan dan Jembrana adalah Zona merah rabies dirinya langsung mengadakan rapat dengan Tim Penanggungjawab Rabies dari dinas terkait seperti Kadis Pertanian dan Pangan, Kadis Kesehatan dan Kadis Pendidikan serta semua Asisten dan Sekda Jembrana.
“Dan keputusan hari ini, saya akui, kita lambat untuk sosialisasi tentang bahayanya rabies ini” ujar Bupati Tamba di Malang, Rabu (18/5/2022).
Untuk itu, semua jajaran dari SKPD (OPD) sampai tingkat desa terbawah untuk segera melakukan sosialisasi akan bahaya rabies.
Dan jika ada warga yang digigit anjing sambungnya, yang pertama dilakukan adalah mencuci luka gigitan dengan deterjen melalui air mengalir. Karena ini merupakan pertolongan pertama yang harus dilakukan.
“Ini wajib disosialisasikan sehingga masyarakat tahu. Setelah itu hubungi dokter terdekat” tandasnya.
Selanjutnya kata Bupati Tamba, terhadap hewan (HPR) atau anjing yang telah menggigit harus bisa ditangkap untuk mengetahui apakah darahnya terkontaminasi rabies (positif) atau tidak. “Harus ditangkap. Tapi kalau anjingnya sudah mati, berarti rabies” jelasnya.
Namun jika dalam waktu satu bulan, anjing yang sudah menggigit tidak ditemukan, korban gigitan anjing harus mendapatkan VAR. “Ini SOP. Begitu digigit anjing, tidak bisa langsung diberikan VAR. SOP nya seperti itu. Lain halnya kalau anjing habis gigit langsung mati, itu boleh langsung diberikan VAR. Itu sudah pasti anjingnya rabies, Ini SOP” ungkapnya.
“SOP ini yang harus disosialisasikan. Karena tidak semua masyarakat tahu akan SOP ini” imbuhnya.
Disinggung terkait persediaan VAR menurutnya masih ada. “VAR sekarang masih ada. Cuma kan tidak ujug-ujug langsung dipakai. Kalau tidak rabies kan tidak diberikan VAR. Dan waktu satu minggu dari digigit anjing, rabies tidak menyerang manusia, jadi masih ada waktu” terangnya.
Terhadap anak kecil meninggal karena digigit anjing rabies, Bupati Tamba menduga ada dua kemungkinan. Yang pertama mungkin karena memang digigit anjing.
“Kemungkinan kedua, apakah sebelumnya pernah atau tidak digigit anjing. Ini pertanyaan saya. Jadi, begitu digigit anjing apa langsung meninggal, ini rasanya tidak ada. Karena rabies itu bertahap. Virus (Rabies) itu tidak ganas, tapi ganas. Tidak ganas artinya tidak langsung bisa mati. Dan virus akan menjadi ganas kalau dibiarkan” pungkasnya. (Komang Tole)