Doha (Metrobali.com) –

Perdebatan makin memanas mengenai apakah putaran final Piala Dunia 2022 di Qatar semestinya digeser untuk dimainkan pada musim dingin, namun satu pihak yang tetap bertahan dengan jadwal asli di musim panas adalah panitia penyelenggara lokal itu sendiri.

Presiden FIFA Sepp Blatter telah meluncurkan proses konsultasi mengenai apakah pesta sepak bola global ini sebaiknya digeser waktu pelaksanaannya sehingga tidak membahayakan kesehatan para pemain dan penggemar di teriknya musim panas yang dapat mencapai suhu 50 derajat celcius.

Walau demikian, panitia penyelenggara bersikeras mereka dapat melakukannya seperti rencana semula dengan rencana-rencana mereka untuk menjadikan stadion-stadion sebagai tempat yang sejuk.

“Kami selalu berkata bahwa kami dapat mengorganisir Piala Dunia pada musim panas,” kata Hassan Al; Thawadi, sekretaris jenderal komite penyelenggara, pada forum Doha Goals belakangan ini.

“Namun jika dunia sepak bola atau FIFA menginginkannya diselenggarakan pada musim dingin, kami akan senang dan siap juga. Namun jika mereka menginginkannya pada musim panas, kami juga siap.” Dengan pekerjaan pertama yang sedang berlangsung untuk stadion pertama, Al Wakrah, 20 kilometer dari Doha, dalam beberapa pekan, pendingin ruangan akan menjadi salah satu fitur utama pada bangunan itu.

Panitia penyelenggara bertujuan untuk menjaga suhu udara pada 25-26 derajat celcius, dengan tambahan penyejuk ruangan.

“Penyejuk ruangan akan terdapat di stadion dan lapangan-lapangan latihan,” kata sumber yang dekat dengan panitia penyelenggara kepada AFP.

“Untuk mengadakan penyejuk ruangan tidak sulit. Tantangan sebenarnya, untuk mengonsumsi setidaknya jumlah energi yang dimungkinkan.” “Kami bercermin pada pertanyaan-pertanyaan mengenai tempat berteduh dan cahaya matahari, waktu pertandingan dimulai, dan sebagainya,” tambahnya.

Bagaimanapun, tidak semua pihak yakin bahwa para atlet kelas dunia akan menderita saat bermain di suhu yang panas.

Sebastien Racinais, fisiologis Prancis yang tinggal di Qatar, berkata kepada AFP bahwa terdapat banyak contoh atlet yang melawan suhu panas dan bahkan mencatatkan penampilan yang lebih baik daripada saat mereka tampil pada kondisi-kondisi yang lebih sejuk.

“Ada banyak contoh yang akan memperlihatkan bahwa memungkinkan untuk memainkan olahraga di kondisi-kondisi cuaca yaang ekstrim,” tuturnya.

Panas dan kelembaban “Kami berbicara banyak mengenai panas dan kelembaban di Beijing menjelang Olimpiade 2008.” “Tertulis bahwa akan menjadi mustahil untuk mempertandingkan marathon pria di bawah tiga jam.” “Balap itu dimenangi dengan catatan waktu 2 jam 6 menit (2 jam 6 menit 32 detik oleh almarhum pelari Kenya Kenneth Wanjiru), memecahkan rekor Olimpiade yang mencatatkan tiga menit.” Racinais berkata jika tim-tim melakukan persiapan dengan benar, maka hanya akan ada sedikit perbedaan perihal dampak panas bagi para pemain.

“Para pemain akan harus beradaptasi terhadap panas melalui latihan dan lingkungan yang panas,” ucapnya.

“Beberapa dari mereka akan beradaptasi sangat cepat, yang lain lebih lambat.” “Waktu rata-rata untuk beradaptasi akan berada antara 10 hari dan dua pekan. Jika Anda membandingkan pertandingan-pertandingan yang dimainkan pada lingkungan yang tidak ekstrim dan (lingkungan) yang panas, ditemukan bahwa level kelelahan di akhir pertandingan dan periode pemulihan itu sama… 24 sampai 48 jam.” “Kemudian tim-tim akan harus beradaptasi dengan rutinitas penyembuhan namun akan mampu memainkan permainan di tingkat yang sama seperti biasa.” “Mereka tidak akan mampu untuk menguasai lapangan seperti biasa pada pertandingan-pertandingan, namun mereka akan mampu melakukan sprint pada kecepatan normal mereka, pada beberapa kasus bisa lebih cepat.” “Juga di lingkungan panas, mengoper bola menjadi lebih akurat. Jika tim-tim lebih sedikit berlari, tekanan dari lawan secara logis berkurang.” Salah satu isu rumit lain perihal penggeseran waktu pertandingan adalah dampak dari Olimpiade musim dingin 2022, di mana Blatter sendiri memilih November-Desember daripada Januari-Februari yang akan berimplikasi pada ajang-ajang olahraga seperti itu.

Terdapat juga kesulitan dengan para stasiun televisi Amerika Serikat seperti Fox dan NBC, yang pada bulan-bulan November dan Desember terikat untuk menyiarkan NFL, meski menurut beberapa sumber dari BeIN Sport America, anak perusahaan stasiun televisi Qatar Al Jazeera, akan berniat untuk mengambil alih program siaran tersebut.

Apakah bertahan pada jadwal aslinya dapat memperbesar peeluang tim nasional mereka tidak dipermalukan memang masih dapat diperdebatkan, namun apa yang tidak dapat diperdebatkan adalah mereka telah berinvestasi jutaan dolar pada talenta muda.

Qatar telah merekrut Ivan Bravo, mantan direktur strategi Real Madrid, yang mengepalai “Aspire Academy” di mana ia akan fokus pada membangun pesepak bola antara usia 14 sampai 18 tahun, dan mereka diharapkan akan menjadi tulang punggung tim nasional di masa yang akan datang.

Beberapa hasil pertandingan terkini cukup membesarkan hati – tim U-16 mengalahkan tim junior Borussia Moenchengladbach 7-1 sedangkan tim Qatar U-19 mengalahkan tim Brazil U-20.

Meski demikian, Bravo tetap realistis.

“Kami akan menjalaninya dengan rendah hati. Hasil-hasil ini tidak berarti kami sebagus Brazil,” ucapnya.

“Pikirkan apa yang membentuk tim nasional. Anda harus memiliki pelatih, dan pemain-pemain yang mencapai kematangan di saat yang tepat.” “Meski begitu, hasil-hasil bagus ini merupakan tanda bahwa kami dapat bersaing melawan tim manapun.” (Ant/AFP)