Gunung Agung.

 

Jakarta  (Metrobali.com)-

 

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menurunkan batas radius aman untuk beraktivitas masyarakat menjadi  enam kilometer dari sebelumnya 8 hingga 10 kilometer dari puncak Gunung Agung, Bali.

Gunung Agung saat ini masih berada dalam fase erupsi dengan aktivitas vulkanik yang relatif tinggi dan fluktuatif, serta masih menetapkan status Gunung Agung di Karang Asem, Bali itu sebagai “Awas”, berdasarkan keterangan resmi dari Kementerian ESDM yang diterima Antara di Jakarta, Kamis (4/1).

Berdasarkan hasil analisis data visual maupun instrumental (seismik, deformasi, dan geokimia), saat ini Gunung Agung masih berada dalam fase erupsi dengan mengeluarkan material erupsi berupa lava yang mengisi kawah, hembusan/letusan abu, dan lontaran batuan di sekitar kawah.

Volume lava di dalam kawah sekitar 20 juta meter kubik atau sekitar 1/3  dari volume kawah (60 juta meter kubik). Laju pertumbuhan kubah saat ini rendah sehingga kemungkinan kecil untuk memenuhi volume kawah dalam waktu singkat.

Status kegempaan Gunung Agung hingga Rabu (3/1) pukul 18.00 Wita menunjukkan jumlah kegempaan dengan konten frekuensi tinggi maupun rendah hingga saat ini masih terus terekam, mengindikasikan masih adanya tekanan dan aliran magma dari kedalaman hingga permukaan. Namun demikian, energi gempa saat ini belum menunjukkan tren naik yang signifikan.

Data deformasi dalam beberapa hari terakhir juga menunjukkan tren yang stagnan yang mengindikasikan belum ada peningkatan pada sumber tekanan secara signifikan. Data geokimia terakhir menunjukkan masih adanya gas magmatik SO2 dengan flux sekitar 100-300 ton/hari.

Perkiraan potensi bahaya saat ini berupa lontaran batu pijar, pasir, kerikil, dan hujan abu pekat, serta lahar hujan. Bahaya lontaran batu, pasir, kerikil, dan abu pekat diperkirakan melanda area di dalam radius enam kilometer dari kawah. Bahaya lahar hujan akan mengikuti lembah sungai yang berhulu di Gunung Agung bergantung pada debit air maupun volume material erupsi.

Dengan skala erupsi pada saat ini (intermittent), maka potensi bahaya awan panas kemungkinan masih relatif kecil karena selain pertumbuhan lava yang melambat untuk memenuhi isi kawah, juga kemungkinan lain yaitu untuk mendobrak kubah lava menjadi awan panas maka diperlukan pembangunan tekanan yang cukup besar, sementara itu pembangunan tekanan hingga hari ini belum menunjukkan pola peningkatan yang signifikan.Sumber : Antara