Puspayoga Ajak Kalangan Pariwisata Atasi Ketimpangan Pembangunan
Denpasar (Metrobali.com)-
Kalangan pelaku parwisata diharapkan terus berkiprah, menyumbangkan pemikiran bersama komponen masyarakat lainnya untuk membantu mengatasi problem ketimpangan pembangunan yang terjadi di Bali.
Data dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali menunjukkan pembangunan yang digenjot selama ini, melahirkan pertumbuhan mengensankan sekira 6 persen lebih.
“Pertumbuhan di Bali meningkat, ironisnya angka kemiskinan juga meningkat. Mestinya kalau pertumbuhan meningkat kemiskinannya menurun,” kata Wakil Gubernur Bali Anak Agung Ngurah Puspayoga saat menjadi pembicara dalam dikusi Selasa Pariwisata yang digelar Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali di Kuta, Rabu (27/2/2013).
Meningkatnya pembangunan, harusnya dibarengi dengan semakin luasnya tercipta lapangan kerja dan pengangguran menurun. Namun faktanya, suka atau tidak suka, pertumbuhan yang meningkat tersebut tidak mengurangi kemiskinan di Pulau Dewata.
“Lantas di mana salahnya, karena itu, saya mengajak pelaku pariwisata bersama-sama menyumbangkan pemikiran sehingga pertumbuhan, bisa diikuti dengan menurunnya kemiskinan,” kata mantan Walikota Denpasar ini.
Harus disadari semua pihak, bahwa Bali tidaklah sama degan daerah lainnya di Indonesia seperti Papua yang memiliki sumber daya alam emas, demikian pula Kalimantan, Sumatra dan lainnya kaya denga sumber daya alam.
Kondisi itu berbeda dengan Bali, tidak memiliki sumber daya alam seperti itu, kecuali potensi dunia pariwisata.
Meski tidak kaya dengan sumber daya alam, namun sektor pariwisata Bali mampu memberi kontribusi cukup besar sekira 40 persen untuk pendapatan nasional.
“Ke depan, kita pertahankan itu semua. Kita sepakat bahwa pariwisata budaya sudah harga mati,” tegasnya lagi.
Ia menegaskan, masyakat Bali tidak bisa lepas dari masalah pariwisata.
Di pihak lain, data BPS, pesatnya pembangunan di sektor ini menyisakan persoalan baru seperti tingkat hunian rata-rata 60 persen dengan jumlah kamar cukup banyak mencapai 70 ribu kamar.
Hal ini, harus menjadi perhatian semua pihak untuk bagaimana mencarikan solusi dan dibicarakan bersama.
“Saya tidak pernah berkecimpung di dunia pariwisata, saya bukan pelaku pariwisata. Sebagai regulator, turut membuat peraturan dan melaksanakna peraturan itu, yang tahu bagaimana mencari solusinya, ya pelaku pariwisata,” ucapnya.
Keberhasilan sektor pariwisata sangat ditentukan oleh kerjasama dan dukungan semua stakeholder, pemerintah, dunia usaha hingga kalangan media.
Meski pariwisata di Bali telah dikenal ke mancanegara namun belum cukup atau berhenti sampai di situ. Upaya promosi pariwisata harus terus dilakukan, tidak hanya mengandalkan kecanggihan informasi dan teknologi (IT) namun juga peran media sebagai pilar penting masyarakat.
“Saya punya keyakinan pariwisata sebagai pintu masuk untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Bali, saya yakin itu,” tandasnya di hadapan puluhan peserta dari birokrat, industri pariwisata dan dunia usaha lainnya.
Ketimpangan pembangunan yang melahirkan Kemiskinan harus dipecahkan dan pelaku pariwisata. Untuk itu mereka diminta berperan aktif mencari solusi seperti dalam penciptaan lapangan kerja untuk menekan angka pengangguran.
Sektor pariwisata yang menjadi urat nadi masyarakat di Bali, memiliki pengaruh luar biasa bagi masyarakatnya. Jika sampai pariwisata lesu atau terpuruk maka akan berimplikasi luas terhadap perekonomian dan aktivitas masyarakat secara keseluruhan.
“Pariwisata pengaruhnya sangat luar biasa, untuk itu saya mengajak mari pertahankan pariwisata budaya,” urainya.
Pariwisata budaya senantiasa mengacu pada konsep Tri Hita atau yang menyelaraskan hubungan antara mansuia, tuhan dan alam.
Pariwisata reigius atau produk pariwista lainnya perlu terus diperkuat. Bagi masyarakat Bali, sejak awal sudah sangat mengenal dan menerima pariwisata.
“Saya tidak yakin, apakah daerah lain, masyarakat bisa menerima pariwisata dengan lapangan dada dan ikhlas walaupun potensinya luar biasa. Mari kita jaga pariwisata yang berwawasan lingkungan,” imbuhnya.
Dalam diskusi yang dikemas “Simakrama Bersama Anak Agung Ngurah Puspayoga bertemakan Dampak Pariwisata Terhadap Ekonomi Mikro dan Ekonomi Kreatif”. Turut menjadi pembicara Ketua GIPI Bali I Gusti Ngurah Wijaya, praktisi pariwisata Bagus Sudibya dan Ketua Majales Utama Desa Pekraman (MUDP) Bali Wayan Suarjaya.
3 Komentar
Pariwisata maju tingkat kemiskinan juga maju, artinya ini seiringan (fakta dari BPS) bukan terbalik (yang seharusnya). Pertanyaannya, jadi siapa yang menikmati meningkatnya hasil pariwisata. Sangat memalukan kalau Puspayoga sebagai Walikota walaupun bukan pelaku pariwisita langsung tetapi sebagai regulator seharusnya juga mengetahui ketimpangan dan hasil dari effect pariwisata terhadap kemiskinan dan pengangguran.
Jika pembangunan pariwisata agar dapat dinikmati oleh rakyat Bali kemudian diserahkan kepada pelaku pariwisata karena Puspayoga hanya sebagai Regulator, maka hasilnya sudah dapat ditebak dari sekarang yaitu hasilnya hanya dinikmati oleh para investor dari luar dan rakyat Bali yang miskin mangkin maju juga
Memang Bali tdk punya sumber alam seperti daerah lainnya, sama seperti Singapore tetapi Bali punya Budaya asli yang bersumber kepada agama Hindu.
Apa yang membuat Singapore lebih maju dibidang pariwisata dari Bali dan lebih maju ekonominya dari Indonesia.
Jawabnya yaitu MENTAL, KARAKTER, ATTITUDE para pejabat-pejabatnya dan wakilk-wakil rakyat serta oknum para petinggi Partai dalam melaksanakan tugas serta pembuatan UU maupun Perda yang tidak 100% untuk kepentingan rakyat.
Seharusnya Bali bisa lebih maju pariwisatanya yang dapat dinikmati p;eh rakyatnya dengan wisata budayanya karena Bali mempunyai suatu keyakinan yang bernama YADNYA dan PUNIA.
Kedua kata tsb sering diucapkan oleh mereka para pejabat untuk mencari muka didepan rakyatnya tetapi seiring dengan kepentingan pribadi dan golongannya yang diutamakan dan nama rakyat untuk melancarkan. Mereka lupa kedua kata tsb yang berhubungan langsung dengan Niskala. Semoga mereka cepat menyadarinya dan melakukan Yadnya dan Punia dengan Las/Labda Karya. Astungkara lan Rahayu3x
Itukan kapsitas bicara seorang wagub pariwisata kalau tidak bersenergi dengan sektor lsin apakah mungkin bisa eksien kami sebagai petami selama selama ini hanys dipakai obyek ,apa yg kontribusi balik dari para pelaku paiwisata kepada sektor pertanian, ? Pajak tanah (PBB) mandorong para petani mrnjual sawah.nya ya,,kan,
Kalau seperti itu pola berfikir seorang gubernur,nanti bisa bisa Bali ini dijual demi keuntugan sepihak / invstor sedangka tsrap hicdup masyarakat bali tetap miskin dengan kata lain masyarakat bali jadi budak dinegei sendiri seharusnya rakyat ikut kecipratan gemericingnya dolar , jangan jangan ada apanya dong ini