Klungkung ( Metrobali.com )-

Jika saja imformasi masyarakat tidak sampai ketangan penegak hukum telah terjadi pungli di sekolah SMAN I Klungkung, niscaya Kajari Klungkung tidak akan menemukan adanya pelanggaran hukum. Penyelidikan terhadap apa yang dilaporkan masyarakat, Kajari Klungkung sementara berhasil menetapkan satu tersangka yaitu kepala sekolah atas nama Nyoman Mujarta. Surat penetapan sebagai tersangka pun dilayangkan Kajari Klungkung, Senin ( 29/7 ) untuk memeriksa kepala sekolah.

Kasi Intel Kajari Klungkung, Suhadi membenarkan pemanggilan terhadap Kepala SMAN 1 Semarapura itu. Menurutnya pemeriksaan Mujarta dilakukan dari pukul 10.00 wita sampai pukul 13.00 wita oleh Kasi Pidsus, Hery BS Ratna Putra. Hanya saja Suhadi belum mau membeberkan pertanyaan yang diajukan kepada Mujarta. Dia hanya mengatakan Mudjarta telah ditetapkan sebagai tersangka sejak tanggal 17 Juli.

Penetapan kepala SMAN 1 Semarapura tersebut sebagai tersangka dilakukan karena Mujarta dinilai yang bertanggung jawab terhadap kasus dugaan pungli senilai Rp 1,8 Milyar. Bahkan untuk pasal-pasal yang disangkakan, Kajari bakal menjerat tersangka dengan pasal 12 E, UU 31 Tahun 1999 diubah UU Nomer 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. “ Mujarta adalah yang bertanggung jawab terhadap hal ini. Apalagi yang bersangkutan adalah PNS dan penyelenggara,” ujar Suhadi.

Sementara itu Mujarta sendiri memenuhi panggilan Kajari untuk diperiksa. Tidak main main tujuh pengacara mendampinginya dalam pemeriksaan di Kajari, Tujuh pengacara tersebut dipimpin Warsa T Buana.  Bahkan ditemui seusai diperiksa, Mujarta tidak banyak bicara. Dia menyerahkan persoalan hukum yang menimpanya kepada pengacaranya. “Iya tanya saja langsung kepada penasehat hukum saya,” ujar Mudjarta ketika ditemui seusai diperiksa di Kantor Kajari Klungkung.

Selain irit bicara, kepala sekolah asal Desa Gunaksa, Dawan ini juga membantah melakukan pungli di sekolah yang dipimpinnya. Dirinya mengaku sudah melaksanakan tugas sesuai prosedur dan menjalani semua berdasarkan SK Komite Sekolah. Begitupula ketika ditanya soal kondisi sekolah pasca kasus “dum-duman” dana komite senilai Rp 1,8 Milyar yang menjadi bidikan kejaksaan, Mudjarta kembali mengatakan tidak ada masalah. “Saya belum dapat ke sekolah dari tadi. Tapi di sekolah saya sudah kendalikan,” ujarnya enteng.

Sementara penasehat hukum Mudjarta, Warsa T Buana mengakui kalau kliennya (Mujarta—red) telah ditetapkan jadi tersangka sejak diperiksa Senin ( 29/7 ). Buana tidak menampik pemanggilan kliannya ke Kajari terkait kasus dugaan pungli yang terjadi di SMAN 1 Semarapura. Mujarta diperiksa dibagian Pidsus Kajari. Bahkan dalam pemeriksaan tersebut, Mujarta diberikan 36 pertanyaan. Namun apa pertanyaan yang diberikan tidak dijelaskan. Karena menurut Buana, itu menjadi ranah kejaksaan. Yang jelas, dalam kasus tersebut menurut Buana, kliennya sudah menjalankan tugas sesuai dengan prosedur. Bahkan menjalankan semua itu atas dasar SK Komite. “Klien kami melaksanakan hal itu atas dasar SK komite, jadi tidak benar apa yang dituduhkan, ” ujarnya.

Ditanya apakah ada tersangka lain selain Mujarta. Kasi Intel Kajari Suhadi mengatakan tidak tertutup kemungkinan ada tersangka lain dalam kasus tersebut. Namun penambahan tersangka tersebut tergantung hasil pemeriksaan, katanya.

Yang jelas menurut Suhadi, pihak kejaksaan telah melakukan penyitaan terhadap dokumen terkait dugaan kasus “dum-duman” dana komite di SMAN 1 Semarapura tersebut. Apalagi menurut dia, kejaksaan sudah menelusuri kasus tersebut sejak menerima laporan bulan November tahun 2012. Yang mana pihak kejaksaan menemukan keganjilan terhadap pemberian dana komite berupa dana transport bagi guru tersebut. Karena dana transport tersebut tidak hanya rutin diberikan kepada guru setiap bulan, namun juga diberikan terhadap pegawai non PNS seperti satpam, TU dan tukang kebun di sekolah setempat. Besar uang transport yang diberikan bervariasi. Untuk kepala sekolah saja bisa mencapai Rp 2 juta.

Namun yang menjadi persoalan uang transport tersebut secara logika dinilai tidak masuk akal diberikan kepada guru termasuk yang lainnya.  Apalagi pemberian uang transport untuk guru yang dilakukan mulai tahun 2010 sampai 2012 tersebut juga bertentangan  dengan PP 48 Tahun 2008. Yang mana sesuai dengan PP tersebut pungutan dari masyarakat tidak bisa dipakai untuk kesejahteraan pengurus komite termasuk pemangku kepentingan pendidikan. Sedangkan uang komite tersebut berasal dari pungutan siswa. Yang mana untuk di SMAN 1 Semarapura para siswa dipungut dana komite besarnya berpariasi tiap tahun mulai dari Rp 180 ribu sampai Rp 225 ribu. SUS-MB