Keterangan foto: Puluhan Advokat yang tergabung dalam Tim Relawan Pengacara Peduli Kasus Tanah Ungasan, pada Senin (14/3/2022)/MB

Denpasar (Metrobali.com) –

Analisa dan rancangan strategi pembuatan alur pelaporan sisi pidana terkait sengketa tanah Ungasan mulai dijalankan. Puluhan Advokat yang tergabung dalam Tim Relawan Pengacara Peduli Kasus Tanah Ungasan memilih jalur pidana. Mereka merasa terpanggil untuk ‘ngayah’ terhadap kasus ini.

“Kami sedang melakukan ‘maping’ terhadap dimungkinkannya celah hukum pidana yang bisa berjalan seiring proses hukum perdata yang masih berlangsung di PN Denpasar,” kata Siswo Sumarto, salah satu Tim Relawan Pengacara Peduli Kasus Tanah Ungasan, yang juga pengacara ahli waris Made Suka, pada Senin (14/3/2022).

Menurutnya, tim akan bekerja secara maksimal dalam penyelesaian perkara ini karena ada sejumlah novum (bukti baru) yang ditemukan. Bahkan dari novum baru tersebut diketahui bahwa tagihan PBB yang tertunggak sejak tahun 1992 sebesar hampir Rp 1.4 miliar masih atas nama Wayan Nureg meskipun lelang tersebut dimenangkan Herman Lie, yang hal tersebut menurut para relawan perlu diselesaikan secara bijak.

Seperti diketahui, I Made Suka, ahli waris dari I Wayan Nureg pemilik sertifikat tanah SHM No. 271/Ungasan yang diperdayai Bambang Samijono (BS) yang mengaku hendak membeli lahan tersebut namun malah berpindah tangan tanpa memberikan sejumlah uang yang diperjanjikan/diperikatkan. Dan sejatinya I Made Suka adalah pemilik sah dan absolut lahan tersebut.

“Setelah kami lakukan LP maupun Dumas, Mestinya penyidik nantinya perlu menelusuri bagaimana proses pencatatan yang telah dilaksanakan oknum notaris PC yang diduga tidak ‘prudent’,” tutur pria yang akrab disapa Bowo.

Tim Relawan Pengacara Peduli Kasus Tanah Ungasan terdiri dari 31 orang pengacara yang mulai melakukan pemetaan terhadap kasus ini. Tampak hadir Kadek Mariata, Garda Law Office, Ketut Ismaya, Ketua Yayasan Kesatria Keris Bali, serta advokat-advokat lain yang datang dari seluruh wilayah di Bali. Dalam hal ini, tim relawan bersepakat bahwa ada dugaan niat permufakatan jahat yang sesungguhnya terjadi dalam proses peralihan hak pada saat itu, dari mulai pembayaran yang dilakukan melalui cek kosong sampai dengan hilangnya Bambang Samiyono (pembeli) yang hilang tak tahu rimbanya. “Kami ingatkan bahwa Tidak ada suatu kejahatan yang dilakukan secara sempurna,” tambahnya.

“Penyidik harus menelusuri peran masing-masing dari aktor mafia tanah dalam kasus ini sehingga ahli waris I Made Suka ‘Dihilangkan’ hak kepemilikan dan malah berujung pada pelelangan. Ungkap Koordinator tim pengacara, A A Ngurah Agung kepada media.

Sementara itu, Kadek Mariata selaku pihak yang mendampingi pengayoman hukum oleh tim relawan pengacara terhadap keluarga ahli waris Made Suka menyatakan, dalam kasus tanah Ungasan terindikasi kuat keterlibatan mafia (tanah).

“Niki (ini) kebetulan kasus ini jelas sekali ada mafia nggih. Karena dari awal tyang (saya) dengar dari Mas Bowo (Pengacara Siswo Sumarto SH yang mendampingi ahli waris I Made Suka). Tyang lihat kasihan orang Bali niki, tyang lihat ke sana kondisi keluarga ini sangat memprihatinkan. Di sana ada Nak Odah (nenek tua renta, Nyoman Rimpen) yang sering mengigau dengan mengkhayal dia punya uang (hasil penjualan tanah yang belum lunas). Trus dia dengar ada eksekusi (eksekusi tanah Ungasan oleh PN Denpasar), ada apa itu rame,  terus dia tahu tanahnya diambil tak dibayar lalu shock, mati,” tutur Kadek Mariata yang juga akrab disapa Kadek Garda ini di hadapan puluhan pengacara kondang.

Ironisnya imbuh Kadek Mariata, dalam kondisi psikis keluarga yang terguncang, dalam keadaan berduka, eksekusi kedua turun dari Juru Sita PN Denpasar. Di saat itulah pihaknya melakukan perlawanan hukum. “Dalam kondisi keluarga berduka, eksekusi kedua turun, tanggal 23 (Februari 2022). Kita mengadakan perlawanan, pengayoman hukum dan lain sebagainya sama Jro Bima, sama tim pengacara, akhirnya eksekusi dibatalkan,” ujarnya.

Selanjutnya Kadek Mariata menegaskan, selain laporan dan gugatan perdata, pihaknya bersama puluhan pengacara akan melakukan laporan pidana atas kasus ini. “Ahli waris oleh Bambang Samijono diberikan 7 lembar cek. 2 dibayar dengan nilai 500 juta sedangkan, 5 ga cair-cair hingga saat ini (sudah 30 tahun berlalu sejak transaksi tahun 1992). Yang belum dibayar 2 miliar. Nah di sini sudah ada pidana, cek dia bayar dengan cek kosong,” tegas Kadek Mariata yang juga Pembina Yayasan Kesatria Keris Bali ini.

Tak hanya itu, Kadek Mariata yang juga kerap disapa Kadek Plawa ini menyoroti Notaris PC, yang mestinya melindungi penjual dan pembeli tapi dalam kasus ini cuci tangan dan mengaku tak tahu menahu mengenai transaksi yang terjadi dan ditanganinya sendiri.

“Dia mestinya sudah cek sertifikat dan seharusnya melindungi penjual dong (Nureg dan ahli waris Made Suka). Itu dia ga lakukan. Setelah cek yang ternyata kosong diberikan, tapi sertifikat orang diproses dan diberikan ke pembeli sertifikatnya,” tandas Kadek Mariata.

Ia menambahkan dari kronologi jual-beli tahun 1992 menuju proses pelelangan di KPKNL Denpasar terjadi tahun 2000 menurutnya jangka waktunya terlalu panjang. “Kenapa setelah 8 tahun baru dilelang?” tanya Kadek Mariata penuh heran.

Lebih ironis lagi tambah Kadek Mariata, saat KPKNL sebagai lembaga negara mendatangi pihak keluarga ahli waris yang sudah memohon dan memelas agar tanahnya tidak dilelang, justru ditolak dan diabaikan. “Tapi orang disuruh ke pengadilan. Di pengadilan aja. Ikut lelang. Disuruh ikut lelang juga. Negara kan harusnya melindungi, mangayomi dan mengamankan rakyatnya. Kenapa diam. Harusnya kan distop lelang ini. Dicek dulu data dan faktanya bagaimana,” pungkas Kadek Mariata. HD-MB