Jumpa Pers Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Badung dr. I Gede Putra Suteja

Layanan bidang kesehatan merupakan salah satu urusan otonomi yang memiliki banyak ruang inovasi karena tantangan layanan kesehatan bersifat sangat kompleks. Kompleksitas itulah yang selalu menghasilkan berbagai ide selain mengedepankan skala prioritas. Dalam bidang kesehatan, hampir semua masalah yang dihadapi merupakan prioritas yang sulit ditunda penyelesaiannya. Masalah di bidang kesehatan bila diabaikan selalu memunculkan masalah baru dimana dalam indikator evaluasinya, senantiasa memunculkan beberapa isu strategis yang bersifat klasik. Mulai tentang ketidaktercukupan SDM, sarana prasarana, aksesibilitas layanan, sampai manajemen layanan dan perlindungan kesehatan masyarakat. Kondisi di berbagai daerah ternyata semua isu strategis itu merupakan prioritas masalah kesehatan yang harus segera ditangani tanpa mengabaikan salah satu di antara yang lainnya.

Terhadap kondisi kesehatan di Kabupaten Badung, tantangan berat Dinas Kesehatan selaku SKPD yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di tingkat kabupaten yaitu mengelola UPT Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan terdepan agar mampu menyediakan pelayanan yang lebih berkualitas.  Hal ini didasarkan bahwa layanan kesehatan tidak sekedar upaya pengobatan (kuratif) saja melainkan bertanggung jawab pula terhadap upaya perlindungan dan pencegahan penyakit (preventif). Bahkan berperan juga sebagai regulator bagi layanan kesehatan di unit swasta.

Dinas Kesehatan Kabupaten Badung tidak hanya memprioritaskan layanan yang lebih bersifat kuratif seperti mempercanggih layanan, tetapi juga membutuhkan UPT puskesmas yang memiliki tanggung jawab kewilayahan untuk melakukan upaya kesehatan preventif, seperti penyuluhan kesehatan. Pada saat yang sama, upaya kesehatan kuratif maupun preventif harus dirasakan secara merata.

Dengan demikian, ketika kebijakan daerah memprioritaskan pemenuhan tenaga kesehatan sementara sarana prasarana masih kekurangan, maka layanan kesehatan tidak bisa berjalan efektif. Di sisi lain, pemenuhan SDM dan sarana prasarana pada saat yang sama harus disertai pemerataan layanan sehingga aksesibilitas menjadi hal penting. Dalam bahasa sederhana, aksesibilitas diartikan sebagai mudahnya layanan, murahnya layanan, dan meratanya layanan kesehatan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Badung sebagai salah satu instansi pelayanan publik bertugas sebagai pemberi pelayanan di bidang kesehatan bagi masyarakat Badung. Dalam melayani masyarakat tentunya berbagai keluhan pasti sangat banyak karena menyangkut kepentingan orang banyak. Oleh karena itu diperlukan sebuah inovasi atau sebuah pembaharuan. Inovasi setidaknya akan menjadikan sebuah pelayanan menjadi lebih cepat, efisien dan transparan.

 PROGRAM INOVASI PELAYANAN PUBLIK BIDANG KESEHATAN

Program inovasi pelayanan publik yang sudah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Badung adalah :

  1. Meningkatkan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat melalui UPT Puskesmas dengan layanan UGD 24 jam dan layanan rawat jalan (PROGRAM LAYANAN UGD 24 JAM)
  2. Memberikan jaminan kesehatan gratis kepada seluruh masyarakat melalui program Jaminan Kesehatan Krama Badung Manguwaras (PROGRAM JKKB MANGUWARAS)
  3. Program Badung Getting to Zero dalam Penanggulangan HIV/AIDS (PROGRAM BADUNG GETTING TO ZERO)
  4. Pemberian vaksinasi kanker serviks gratis kepada semua siswi SMAN kelas X se-Kabupaten Badung dan karyawati Pemerintah Kabupaten Badung (PROGRAM VAKSINASI KANKER SERVIKS)
  5. Layanan IMS, HIV dan AIDS Komperehensive Berkesinambungan (PROGRAM LKB)
  6. Layanan Deteksi Dini Kanker Payudara Mobile (PROGRAM MAWAS)

   III.   URAIAN PROGRAM INOVASI PELAYANAN PUBLIK BIDANG

 KESEHATAN

  1. PROGRAM LAYANAN UGD 24 JAM

Kesehatan sebagai Hak Asasi Manusia secara tegas diamanatkan oleh UUD 1945, dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) tahun 1948 juga menyatakan bahwa Health is Fundamental Right, yang mengandung suatu kewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan mempertahankan serta meningkatkan yang sehat. Hal ini melandasi pemikiran bahwa sehat sebagai hak asasi manusia dan sehat sebagai investasi.

Pembangunan kesehatan secara umum bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian tujuan tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Badung melakukan Inovasi berupa “Layanan UGD 24 Jam”. Kegiatan ini telah dilaksanakan sejak Januari 2011, dengan dikeluarkannya SK Bupati No.157/02/HK/2011 tentang Penetapan Puskesmas di Kabupaten Badung sebagai Puskesmas yang melaksanakan kegiatan layanan Unit Gawat Darurat (UGD) 24 Jam. Kegiatan yang dilakukan bersifat komperehensif yaitu promotif, preventif, kuratif dengan layanan khusus kegawatdaruratan dan rehabilitatif.

Dari 13 UPT Puskesmas yang ada di Kabupaten Badung, 6 (enam) UPT Puskesmas telah melaksanakan layanan UGD 24 Jam yang artinya di setiap kecamatan telah ada 1 (satu) UPT Puskesmas yang telah ditetapkan sebagai UPT Puskesmas dengan layanan UGD 24 Jam.

Tujuan dari kegiatan ini yaitu memberikan pelayanan yang lebih paripurna khususnya di bidang kegawatdaruratan.

 2. PROGRAM JKKB MANGUWARAS

Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang. Sesuai amanat UUD 1945 pasal 34 ayat 2. disebutkan bahwa Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya Sistem Jaminan Sosial dalam perubahan UUD 1945, dan terbitnya UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), menjadi salah satu bukti kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Melalui SJSN merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Bagi masyarakat miskin dan kurang mampu dijamin pelayanan kesehatannya oleh pemerintah pusat, sedangkan masyarakat di luar masyarakat miskin dan tidak mampu menjadi tanggungan pemerintah daerah. Kemudian di Pemerintah Propinsi Bali membuat program JKBM (Jaminan Kesehatan Bali Mandara) sejak tahun 2010. Program ini merupakan kerjasama antara pemerintah Propinsi dengan pemerintah Kabupaten yaitu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penduduk Bali dengan KTP BALI yang tidak memiliki jaminan asuransi lainnya dengan jumlah kepesertaan di masyarakat Kabupaten Badung 395.829 Jiwa.

Karena dalam pelayanan JKBM banyak ada keterbatasan dan masyarakat banyak yang membayar diluar tanggungan JKBM, selanjutnya di Kabupaten Badung membuat Program Jaminan Kesehatan Krama Badung (JKKB) Manguwaras, yaitu Jenis pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat Badung diluar tanggungan JKBM. Kegiatan ini dimulai dari tahun 2012 sampai sekarang dengan jumlah kepesertaan sama dengan kepesertaan JKBM  395.829 Jiwa.

Jaminan jenis pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat Badung diluar tanggungan JKBM artinya Jenis pelayanan yang tidak ditanggung di JKBM di tanggung di JKBB Manguwaras. Tahun 2013 khusus untuk JKKB Manguwaras dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan 4 (empat) Rumah Sakit yaitu : RSUD Badung, RSUD Tabanan, RSU Wangaya dan RSUP Sanglah.

Hasil yang diperoleh dari program JKKB Manguwaras ini, yaitu:

  1. Menjamin tanggungan pelayanan kesehatan  lebih  komperehensif
  2. Meringankan beban masyarakat di saat berobat
  3. Mencegah masyarakat di saat sakit berat menjadi jatuh miskin

 3. PROGRAM BADUNG GETTING TO ZERO

Situasi epidemi HIV-AIDS di Kabupaten Badung Bali berada pada tingkat epidemi yang terkonsentrasi dengan jumlah kasus HIV dan AIDS yang semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data kumulatif, total kasus HIV-AIDS di Badung tahun 2012 adalah sebanyak 1.009 atau 14,14 % dari total kasus di Propinsi Bali, dengan estimasi kasus sebanyak 2.312. Faktor resiko terbanyak penyumbang kasus tahun 2012 yaitu heteroseksual 90%, lelaki seks lelaki sebesar 6%, perinatal 2%, penasun 1% dan tidak diketahui 1%. Keadaan ini menjadi salah satu situasi yang mendorong dilakukannya intervensi melalui program yang komprehensif untuk menekan penularan HIV baru, mengurangi stigma dan diskriminasi serta menurunkan angka kematian akibat HIV dan AIDS, melalui program “ Badung Getting to Zero “.

Program yang sudah berjalan 4 tahun ini diinisiasi oleh Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Badung yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan Organisasi Kemasyarakatan sebagai penjangkau dan pendamping ODHA di wilayah Kabupaten Badung. Beberapa capaian program antara lain adalah penggunaan kondom pada hubungan seks beresiko tinggi, saat ini permintaan pada lokasi tersebut meningkat hingga 80%. Ibu hamil juga terpapar program pencegahan dari ibu ke anak di fasilitas pelayanann kesehatan yang capaiannya adalah 100%. Para bidan kini telah tersosialisasikan dengan program PPIA, mereka mampu mendorong 80% ibu hamiil untuk melakukan tes HIV. Upaya untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap penderita AIDS diindikasikan dengan 65% tersosialisasikannya Peraturan Daerah No.1 tahun 2008 dan tata cara pemulasaran jenazah ODHA pada populasi umum dan populasi kunci.

Keberlanjutan program dapat dilihat dengan terbentuknya Kader Desa Peduli AIDS (KDPA) yang merupakan pemberdayaan masyarakat desa dalam pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS secara mandiri dan terstruktur. Pada ranah pendidikan, Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) terbentuk dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan kepedulian siswa tentang HIV, AIDS dan narkoba. Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah pembentukan dan pelatihan Guru Pembina KSPAN, pelatihan Tutor Sebaya, Kembara (Kemah Bakti dan Gembira) KSPAN, serta Badung Bali Stop AIDS yang didanai oleh PT. Unilever melalui Yayasan Spektra.

  1. PROGRAM VAKSINASI KANKER SERVIKS

Kanker serviks masih menjadi masalah kesehatan tersendiri perempuan Bali terkait dengan insiden dan fatalitasnya. Insidennya adalah 0,92% dan cenderung meningkat dengan angka harapan hidup 5 tahun hanya 23,1%. Sedangkan, etiopatogenesis dan karsinogenesisnya telah diketahui dimana dibutuhkan 10-12 tahun sejak infeksi oleh HPV kelompok onkogenik risiko tinggi sampai dengan terjadinya kanker serviks. Prevensi skunder dengan motode Pap smear sejak 3 dekade belum menunjukkan hasil terutama terkait dengan kepedulian, pelayanan, dan kesinambungan. Berdasarkan analisis situasi Bali 2010, metode See & Treat dan Vaksinasi terpilih sebagai program prevensi dimana sosio-budaya-spiritual-magikal merupakan kearifan lokal sebagian besar masyarakatnya sangat dipertimbangkan.

Penyebab, karsinogenesis, dan patogenesis kanker serviks sudah diketahui dan telah mendapat kesepakatan luas. Ironisnya, sampai saat ini insiden kanker serviks di Indonesia masih tertinggi dan merupakan penyakit ganas yang fatal. Di Indonesia, diperkirakan 40-45 kasus baru perhari dimana terjadi satu kematian setiap satu jam.  Sementara di Bali, insiden kanker serviks adalah 0,98% dimana terjadi tiga kematian setiap 2 hari.

Penyebab kanker serviks 95% adalah oleh Human papillomavirus (HPV) kelompok onkogenik risiko tinggi, dibutuhkan waktu sekitar 10 tahun sejak infeksi HPV sampai dengan terjadinya kanker. Dengan demikian,  masa ketika perempuan belum terinfeksi HPV yaitu sebelum infeksi persisten mencapai titik integrasi menjadi target utama prevensi primer melalui penyuluhan dan vaksinasi. Sementara, lesi prekanker menjadi target prevensi sekunder melalui program See & Treat dan penanganan klinik lainnya dalam upaya menurunkan insiden kanker serviks.

Masalah kanker serviks di Bali terkait dengan insiden yang tinggi dan cenderung meningkat. Selain itu, harapan hidup 5 tahun juga hanya mencapai 25% saja; belum terhitung morbiditas dan kualitas hidupnya. Insiden kanker serviks di Bali adalah 0,98% dan lesi prekanker adalah 3,4%. Sementara, HPV-16 dan 18 mencapai 73.7% pada kanker serviks invasif dimana 20,8% adalah HPV-18. Kondisi ini sangat terkait dengan bahwa 87,6% diagnosis kanker serviks ditegakkan pada invasif, lanjut bahkan terminal. Ditambah dengan modalitas radioterapi yang belum memadai sejak tahun 1998.

Upaya prevensi sekunder dengan Pap smear telah dilakukan sejak 30 tahun lalu, tetapi hasilnya tidak memuaskan. Hal ini terkait dengan jumlah cakupan, sustainabilitas, dan akses penanganan. Selanjutnya, melalui analisis SWOT dihasilkan strategi pengendalian kanker serviks di Bali meliputi faktor kemauan politik, kebijakan, pelayanan, sustainabilitas. Dan diputuskan menyusun program See and Treat dan vaksinasi dengan visi “Getting Bali Cervical Cancer Free by Year 2020”. Upaya ini merupakan tahap pelestarian kesinambungan FcP See & Treat Bali dan ditambah dengan Program Vaksinasi melalui penyuluhan dan layanan. Strategi kesinambungan pelaksanaannya melalui isu Women Reproductive Health terutama untuk vaksinasi baik berbasis sekolah maupun diluar sekolah; didukung oleh Company vaksin terkait.

Upaya Pencegahan Primer dilaksanakan melalui 2 kegiatan yaiitu edukasi/sosialisasi dan imunisasi HPV. Program vaksinasi jalur sekolah dipilih sebagai kegiatan unggulan Dinas Kesehatan Kabupaten Badung yang meliputi penyuluhan, pelayanan, dan kesinambungan. Umur 10 -25 tahun merupakan masa yang paling efektif dilakukan vaksinasi kanker  Serviks karena pada umur tersebut pembentukan antibody dalam tubuh mencapai maksimal. Populasi targetnya adalah Siswa SMU khususnya siswa perempuan kelas I. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan aspek sosial dan ketersediaan dana. Anak SMU sudah memasuki fase remaja dimana pergaulan lebih rentan terhadap hal-hal yang negative. Program ini merupakan program pioneer di Kabupaten Badung sehingga  dituntut selektif dalam penggunaan dana  tetapi dalam pelaksanaannya tepat sasaran.

Pemerintah Kabupaten Badung sangat konsen dalam kegiatan penanggulangan kanker. Hal ini dibuktikan melalui kegiatan vaksinasi kanker serviks kepada siswi SMU Negeri se-Kabupaten Badung sejak tahun 2012 dengan jumlah sasaran 1532 siswa . Untuk tahun  2013 dengan sasaran  1532 siswi kelas X lama dan 1513 siswi kelas X baru dan 1360 karyawati Pemda Badung Golongan I, II dan THL. Tahun 2014 ini direncanakan sasarannya tidak hanya siswi SMUN se-Kabupaten Badung saja melainkan juga siswi SMK Negeri se-Kabupaten Badung sehingga jumlah sasarannya bertambah menjadi 10 SMU/SMK Negeri se-Kabupaten Badung.

Langkah inovatif dan terobosan yang telah dilakukan ini merupakan wujud kongkret serta keseriusan Dinas Kesehatan Kabupaten Badung untuk memerankan diri secara aktif dalam program penanggulangan penyakit kanker dan meningkatkan derajat kesehatan di Badung.

  1. PROGRAM LKB

Dari 13 UPT Puskesmas dan 1 Rumah Sakit yang ada di Kabupaten Badung, 9 (Sembilan) Unit diantaranya sudah dilatih tentang Layanan IMS, HIV dan AIDS Komprehensif Berkesinambungan (LKB). 5 (lima) Unit lainnya sudah melaksanakan pelayanan secara maksimal dalam kurun waktu yang berbeda.

Usaha yang dilaksanakan di LKB meliputi upaya preventif, kuratif, dan rehabilitatif, dalam bentuk :

  • Penyuluhan/Komunikasi, Informasi dan Edukasi
  • Promosi penggunaan kondom secara konsisten pada hubungan sex yang berisiko
  • Pengendalian faktor Risiko
  • Layanan Konseling dan Test Sukarela (KTS) dan Test  Inisiatif Tenaga Kesehatan (TIPK)
  • Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP)
  • Perawatan HIV berbasis Keluarga
  • Pencegahan Penularan HIV dari Orang Tua ke bayinya (PPIA)
  • Pengurangan dampak buruk Narkoba dan layanan jarum suntik steril
  • Layanan Infeksi Menular Seksual (IMSW)
  • Pencegahan penularan melalui Produk darah
  • Monitoring dan Evaluasi (Monev)

Untuk meningkatkan kualitas hidup ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) maka pemberian ARV diberikan sedini mungkin, yang disebut dengan SUFA (Strategic Use For ARV). Diharapkan dengan strategi ini penularan HIV dapat ditekan. Keberhasilan program ini dapat dilihat dari 808 orang kasus HIV positif yang masuk dalam perawatan.ART sebesar 84,53 %, dinyatakan memenuhi syarat untuk diberikan ARV sebesar 97,25 % dan 71,45 % diantaranya secara teratur sudah mengambil obat di Layanan PDP RSUD Badung, Ini artinya bahwa yang lost follow up dikatagorikan sedikit.

  1. PROGRAM MAWAS

Kanker payudara merupakan gangguan kesehatan atau penyakit yang paling ditakuti perempuan. Salah satu penyebabnya karena penyakit ini tidak dapat disembuhkan jika ditemukan pada stadium lanjut. Padahal, jika dideteksi secara dini, penyakit ini bisa diobati sampai sembuh.  Akhir-akhir ini insiden kanker sebagai salah satu jenis penyakit tidak menular semakin meningkat. Menurut Word Health Organization (WHO) jumlah penderita kanker di dunia setiap tahun bertambah sekitar 7 juta orang dan dua per tiga diantaranya berada di negara-negara yang sedang berkembang. Jika tidak dikendalikan, diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta meninggal karena kanker pada tahun 2030. Ironisnya, kejadian ini akan terjadi lebih cepat di negara miskin dan berkembang (International Union Against Cancer /UICC, 2009).

Menurut data Patology Based Cancer Registry yang dilakukan oleh Ikatan Patologi Anatomi Indonesia yang bekerja sama dengan Yayasan Kanker Indonesia (YKI), di Indonesia kanker payudara menduduki posisi kedua dari semua jenis kanker yang sering diderita. Di Indonesia, tiap tahun diperkirakan terdapat 100 penderita baru per 100.000 penduduk. Ini berarti dari jumlah 237 juta penduduk, ada sekitar 237.000 penderita kanker baru setiap tahunnya. Sejalan dengan itu, data empiris juga menunjukkan bahwa kematian akibat kanker dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, sekitar 5,7% kematian semua umur disebabkan oleh kanker ganas. Menurut Prof. Tjandra Yoga, di Indonesia prevalensi tumor/kanker adalah 4,3 per 1000 penduduk. Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke, TB, hipertensi, cedera, perinatal, dan DM (Riskesdas, 2007).

Menurut Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pada lima tahun terakhir menyebutkan kejadian kanker payudara menempati urutan pertama atau 32% dari total kasus kanker. Total penderita kanker payudara 40% berobat pada stadium awal dan 30% dari total jumlah penderita kanker terdeteksi stadium lanjut lokal dan 30% dengan metastasis. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2009, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia (21, 69%).

Sesuai data Riskesdas tahun 2013, prevalensi kanker pada semua umur berdasarkan diagnosis di Provinsi Bali mencapai 0,20%, Badung 0,51% dan Indonesia sebesar 0.14%. Berdasarkan data dari Rumah Sakit Sanglah Denpasar (RSUP), setiap tahunnya tercatat 200 kasus baru kanker payudara. Kebanyakan pasien datang dalam keadaan stadium lanjut yang prosentase kesembuhannya menjadi lebih kecil jika dibandingkan berobat saat stadium dini.

Tingginya tingkat kematian akibat kanker terutama di Indonesia antara lain disebabkan karena terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya kanker, tanda-tanda dini dari kanker, faktor-faktor risiko terkena kanker, cara penanggulangannya secara benar serta membiasakan diri dengan pola hidup sehat. Tidak sedikit dari mereka yang terkena kanker, datang berobat ke tempat yang salah dan baru memeriksakan diri ke sarana pelayanan kesehatan ketika stadiumnya sudah lanjut sehingga biaya pengobatan lebih mahal. Untuk itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Badung bersama YKI senantiasa mengupayakan penanggulangan kanker dengan mengadakan berbagai program dan kegiatan dibidang promotif, preventif, kuratif dan supportif serta menekankan pentingnya deteksi kanker secara dini.

Kanker payudara bisa disembuhkan jika diketahui sejak stadium awal. Untuk itu, perlu dilakukan deteksi dini yang kini bisa dilakukan dengan mamografi untuk wanita usia 40 tahun ke atas dan USG bagi remaja ke atas. Bagi wanita yang memiliki faktor risiko tinggi, disarankan melakukan pemeriksaan mamografi atau USG setiap sekali setahun. Satu dari dua wanita di dunia memiliki risiko yang lebih besar terkena kanker payudara karena jaringan payudara yang padat. Persentase ini akan lebih tinggi untuk wanita Asia termasuk Indonesia. Sedangkan sensifitas mammografi pada pemeriksaan payudara yang padat hanya sebesar 27%  (RSNA, 2008). Dengan kata lain, sekitar 3 dari 4 wanita dengan jaringan payudara yang padat berisiko tidak terdeteksi adanya kanker apabila bergantung hanya pada hasil pemeriksaan mammografi. Dengan menggunakan 3D Breast Ultrasound dapat meningkatkan deteksi kanker hingga 2 kali lipat yaitu dari 3.6 menjadi 7.2 per 1.000 apabila dibandingkan dengan pemeriksaan mammografi saja ( Eur Radiol, 2010).

Bertitik tolak dari uraian di atas, maka pada Tahun 2014 ini Pemerintah Kabupaten Badung melalui Dinas Kesehatan membuat satu inovasi lagi yaitu program deteksi dini kanker payudara mobile (Program MAWAS)

Program MAWAS atau Mangupura Woman Services adalah program layanan kesehatan perempuan yang memprioritaskan layanan deteksi dini kanker payudara secara bergerak (mobile) dengan sasaran utama yaitu wanita usia subur (WUS) di Kabupaten Badung. Layanan ini berupa mobil bus dengan desain khusus yang dilengkapi alat ABVS (Automated Breast Volume Scanner) dan USG 4 Dimensi serta peralatan audio visual untuk penyuluhan dengan maksud mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Alat ABVS merupakan pendeteksi canggih terhadap penyakit kanker payudara dengan sistem robotic sehingga saar pelayanan, pasien tidak akan merasa sakit seperti layaknya alat mammografi. Layanan deteksi dini kanker payudara dengan model seperti ini adalah satu-satunya di Indonesia.

Pengadaan mobil deteksi dini kanker payudara (MAWAS) yang bersumber anggaran APBD perubahan ini akan berkeliling melakukan pelayanan ke seluruh kecamatan di Kabupaten Badung seminggu 2 kali yaitu hari Selasa dan Kamis serta 3 kali (Senin, Rabu dan Jumat) bertempat di Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung. Dengan demikian cakupan besaran resiko penyakit kanker payudara di Kabupaten Badung secara dini dapat diketahui dengan valid dan real time. Selain itu masyarakat yang mendapat pelayanan deteksi dini ini tidak akan dipungut biaya apapun atau gratis karena semua operasional pembiayaannya ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten Badung.

DAMPAK INOVASI PELAYANAN PUBLIK BIDANG KESEHATAN

  • PROGRAM LAYANAN UGD 24 JAM

Program inovasi yang telah dilaksanakan sejak Januari 2011 ini, telah memberikan dampak yang sangat signofikan terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Badung. Program ini secara nyata telah memberikan jangkauan dan akses waktu pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat untuk berobat ke puskesmas sehingga akan berimplikasi pada peningkatan jumlah kunjungan pasien. Di sisi lain memunculkan inovasi baru untuk mengupayakan mutu pelayanan yang berkualitas dengan terbatasnya jumlah SDM yang ada. Inovasi baru tentunya bagaimana pengaturan shift kerja, reward petugas jaga di luar jam kerja PNS, dsb.

 

  1. PROGRAM JKKB MANGUWARAS

Program JKKB Manguwaras ini, berdasarkan tujuan dibentuknya telah berdampak secara signifikans terhadap harapan masyarakat. Sebagai warga masyarakat Badung, mereka telah memahami dan merasakan bahwa JKKB Manguwaras ini telah menjamin tanggungan pelayanan kesehatan lebih  komperehensif, meringankan beban masyarakat di saat berobat dan mencegah masyarakat di saat sakit berat tidak membuat jatuh  miskin.

 

  1. PROGRAM BADUNG GETTING TO ZERO

Program  Badung Getting To Zero berdampak secara signifikans dalam penamggulangan HIV. Hal ini terkait dengan beberapa capaian program antara lain adalah penggunaan kondom pada hubungan seks beresiko tinggi, saat ini permintaan pada lokasi tersebut meningkat hingga 80%. Ibu hamil juga terpapar program pencegahan dari ibu ke anak di fasilitas pelayanann kesehatan yang capaiannya adalah 100%. Para bidan kini telah tersosialisasikan dengan program PPIA, mereka mampu mendorong 80% ibu hamiil untuk melakukan tes HIV. Upaya untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap penderita AIDS diindikasikan dengan 65% tersosialisasikannya Peraturan Daerah No.1 tahun 2008 dan tata cara pemulasaran jenazah ODHA pada populasi umum dan populasi kunci.

4. PROGRAM VAKSINASI KANKER SERVIKS

Program vaksinasi kanker serviks gratis yang telah dilaksanakan oleh SKPD Dinas Kesehatan Badung berdampak sangat signifikan terhadap upaya pencegahan dini dan penanggulangan kanker serviks. Upaya Pencegahan Primer dilaksanakan melalui dua kegiatan yaiitu edukasi/sosialisasi dan imunisasi HPV. Program vaksinasi jalur sekolah dipilih sebagai kegiatan unggulan Dinas Kesehatan Kabupaten Badung yang meliputi penyuluhan, pelayanan, dan kesinambungan. Umur 10-25 tahun merupakan masa yang paling efektif dilakukan vaksinasi kanker Serviks karena pada umur tersebut pembentukan antibodi dalam tubuh mencapai maksimal. Populasi targetnya adalah Siswa SMU khususnya siswa perempuan kelas I. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan aspek sosial dan ketersediaan dana. Anak SMU sudah memasuki fase remaja dimana pergaulan lebih rentan terhadap hal-hal yang negative. Program ini merupakan program pioneer di Kabupaten Badung sehingga  dituntut selektif dalam penggunaan dana tetapi dalam pelaksanaannya tepat sasaran.

 

  1. PROGRAM LKB

Program LKB yang telah dilaksanakan berdampak sangat signifikan terhadap kinerja SKPD Dinas Kesehatan Badung. Hal ini mengingat program LKB tersebut merupakan upaya inovatif yang bersifat komprehensif dalam rangka mengurangi penularan infeksi IMS. HIV dan AIDS. Program LKB selain merupakan layanan yang bersifat preventif dan kuratif, juga merupakan layanan yang bersifat rehabilitative. Selain itu dalam layanan LKB, untuk meningkatkan kualitas hidup ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) maka pemberian ARV diberikan sedini mungkin, yang disebut dengan SUFA (Strategic Use For ARV), diharapkan dengan strategi ini penularan HIV dapat ditekan. Keberhasilan program ini dapat dilihat dari 808 orang kasus HIV positif yang masuk dalam perawatan.ART sebesar 84,53 %, dinyatakan memenuhi syarat untuk diberikan ARV sebesar 97,25 % dan 71,45 % diantaranya secara teratur sudah mengambil obat di Layanan PDP RSUD Badung, Ini artinya bahwa yang lost follow up dikatagorikan sedikit.

  1. PROGRAM MAWAS

Sehubungan program ini merupakan inovasi terbaru yang diluncurkan berdasarkan anggaran perubahan APBD Kabupaten Badung Tahun 2014 maka signifikansi dampaknya terhadap pelayanan publik belum bisa diukur karena baru akan dioperasionalkan bulan Januari tahun 2015. Secara estimasi, kemungkinan besar memberikan dampak ungkit yang tinggi dalam penanggulangan kanker payudara. Dasar pertimbangannya yaitu pasien tidak merasakan sakit, tidak dikenakan biaya dan akses untuk mendapatkan pelayanan menjadi sangat dekat. Secara defacto, daftar tunggu atau antusiasme  pasien untuk mendapatkan pelayanan pemeriksaan juga sudah banyak.

Oleh : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Badung

Dr. I Gede Putra Suteja