Ilustrasi

Pasca pecaruan Butha Jajna, pengerupukan, Selasa, 21 Maret 3023, Catur Brata Penyepian ring raina Nyepi, Rabu, 22 Maret 2023, secara normatif diharapkan umat Hindu, menjadi lebih jernih melihat dan menyimak dinamika kehidupan di tahun baru Saka 1945.

Tahun politik, di menjelang Pilpres dan Pemilu Legislatif yang direncanakan 14 Februari 2024 dan Pilkada serentak direncanakan 27 November 2024.
Tantangan bagi Bali di tahun politik, satu sampai hampir dua tahun ke depan, menyebut beberapa, pertama, dipergunakannya identitas adat, budaya dan agama sebagai alat meningkatkan elektabilitas dan kemudian “meraup” suara pemilih, sehingga bisa menimbulkan kerancuan antara kegiatan adat dan keagamaan dengan kampanye politik terselubung. Kegiatan adat dan agama yang bisa “tercermari” ketulusan , kesuklaan dan kesuciannya, dan kemudian berdampak terhadap vibrasi rokhaninya, dengan segala impkikasi dan konsekuensi yang menyertainya. Kedua, masyarakat yang umumnya menganut tradisi paternalistik vertikal, gagap kehilangan panutan, hampir pada semua sisi kehidupan, sehingga bisa terjebak pada prilaku, meminjam istilah orang Jakarta “semau gue”, menafsirkannya secara bebas menurut kemauan dan kepentingannya. Termasuk pada prilaku yang berelasi dengan niskala. Anomie, kekacaun peran kehidupan, merujuk pemikiran sosiolog Perancis Durkheim. Ketiga, pemujaan terhadap kekuasaan akan semakin nyata, karena dipersepsikan oleh sebagian orang sebagai cara termudah dan tercepat untuk mendapatkan uang dan menumpuk kekayaan, sehingga banyak sekali muncul kelompok krumunan (political crowd), yang merupakan kepentingan bercokol (vested intererest) untuk merebut dana negara secara legal dan illegal dan juga untuk memperoleh remah-remahnya.
Terjadi regresi demokrasi, pengkhinatan terhadap cita-cita reformasi dan semakin menjauh dari idealisme negara bangsa yang dirancang oleh Bapak – Ibu Pendiri Bangsa.
Dalam realitas kehidupan ini, kekuatan katakter insan manusia Hindu diuji, apakah akan mampu berdiri tegak melawan “badai” pragmatisme kehidupan, atau ditenggelamkannya dalam “pesta” pora kebohongan, kemunafikan dan di sana sini memuaskan nafsu “sjahwat” keserakahan (yang tidak pernah terpuaskan).
Selamat Tahun Baru Saka 1945.

Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik.