Presiden, Menkominfo Digugat Karena Blokir Internet di Papua
Presiden Jokowi memberikan konferensi pers di Istana Kepresidenan, Bogor terkait situasi keamanan di Papua, Kamis (22/8) (Foto: Biro Pers Setpres RI).
Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Tim Pembela Kebebasan Pers menggugat presiden dan menteri komunikasi karena kebijakan pemutusan akses internet di Papua dan Papua Barat.
Jakarta, (Metrobali.com)-
Perwakilan Tim Pembela Kebebasan Pers Ade Wahyudin mengatakan gugatan terhadap presiden dan menteri komunikasi atas dugaan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) telah diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Kamis (21/11). Gugatan telah diterima dengan nomor register 230/G/2019/PTUN-JKT.
Menurut Ade, gugatan ini diajukan setelah pemerintah tidak menanggapi keberatan TIM Pembela Kebebasan Pers yang disampaikan pada 4 September 2019. Padahal kebijakan internet di Papua dan Papua Barat telah mengakibatkan wartawan, khususnya di wilayah Papua dan Papua Barat tidak bisa bekerja.
“Banyak Undang-undang yang dilanggar, khususnya UU Pers karena pemutusan akses ini berdampak pada matinya internet untuk media online, tidak bisa cross check informasi bohong, mengirimkan berita. Hingga ada salah satu media yang tidak bisa terbit,” jelas Ade Wahyudin di PTUN Jakarta, Kamis (21/11).Ade menambahkan kebijakan pemerintah ini merupakan upaya terencana untuk membungkam dan menghalang-halangi pekerjaan wartawan. Padahal pekerjaan wartawan dilindungi UU Pers No. 40 Tahun 1999. Di samping itu, kebijakan ini juga menghalangi masyarakat yang ingin mencari informasi.
“Ini layak digugat karena melanggar tata cara pemerintahan yang baik. Terutama karena tindakan pemutusan akses atau blokir ini tidak melewati proses yang transparan, terbuka, terukur,” ujar Damar.
TIM Pembela Kebebasan Pers berharap majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan gugatan dan menghukum presiden dan menteri komunikasi untuk tidak mengulangi kebijakan pemutusan internet di seluruh wilayah Indonesia.
Tim yang terdiri dari AJI, Safenet, LBH Pers, KontraS, YLBHI, ICJR, dan ELSAM ini juga memohon majelis hakim PTUN Jakarta untuk menghukum para tergugat dan menuntut mereka agar meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia khususnya Papua dan Papua Barat atas kebijakan ini.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.