PENGEDAR MUSHROOM

Barang bukti (BB) 138 bungkus mushroom dengan total berat 1,211,002 gram bruto atau 1,160,963 gram netto.

Denpasar (Metrobali.com)-

 Tiga pengedar mushroom yang beroperasi di seputaran kawasan wisata Kuta dan Legian Bali. Ketiga pelaku itu adalah H alias H (31) asal Banyuwangi, M alias A (31) asal Lombok dan S alias W (53) asal Banyuwangi dibekuk Direktorat Narkoba Polda Bali. Ketiganya ditangkap  Minggu (22/10) lalu sekitar pukul 22.30 Wita di kos-kosan kamar nomor 3, Jalan Kubu Anyar Gang Semangka No 5 Kuta, Banjar Jaba Jero, Desa Kuta, Badung, Bali.

Dari tangan tiga tersangka petugas mengamankan barang bukti (BB) 138 bungkus mushroom dengan total berat 1,211,002 gram bruto atau 1,160,963 gram netto. Selain itu disita juga 1 set blender merk Miyako putih, 1 botol minuman big stroberi kemasan botol, 1 buah botol plastik, 1 unit HP Nokia hitam milik H, HP Samsung hitam milik M alias A, uang tunai dari hasil penjualan mushroom Rp 550 ribu milik M alias A dan uang tunai Rp 1 juta milik H alias H.

Wakil Direktur Narkoba Polda Bali AKBP Sudjarwoko mengatakan, hasil investigasi sementara diketahui jika ketiga pelaku baru menjalankan aksinya sejak 3 bulan lalu. Para pelaku memang menjualnya di kawasan wisata di Kuta dan Legian. Pembelinya beragam, baik wisatawan asing maupun lokal.

“Mushroom diambil dari beberapa titik ladang kosong yang banyak kotoran sapinya di sekitaran daerah Denpasar selatan. Setelah itu barang haram berbentuk jamur itu dikemas dalam bungkusan plastik kecil kemudian dijual bervariasi mulai Rp 5 ribu perbungkus sampai Rp 20 ribu perbungkus. Bila musim hujan, mushroom sangat mudah didapatkan sehingga harganya murah. Sebaliknya bila musim panas, mushroom sedikit kesulitan didapat, sehingga harganya mahal. Rata-rata penghasilan perhari minimal Rp 200 ribu,” ujarnya di Mapolda Bali, Kamis (26/10).

Saat menjualnya, ada yang dijual masih dalam keadaan mentah dan ada yang dijual sudah dalam keadaan racikan berupa minuman. Minumannya bisa berupa jus, air putih, sprite atau coca cola. Namun kebanyakan dijual dalam bentuk mentahan sehingga pembeli bisa meraciknya sendiri baik di rumah, di hotel atau vila khususnya bagi yang orang asing.

“Untuk di Kuta dan Legian, para pelaku mengaku jika selama ini bisa dijual bebas. Mereka mengaku belum mengetahui jika mushroom sudah dilarang. Untuk itu kami akan terus melakukan pemantauan terhadap para penjual, karena barang haram ini tidak perlu modal untuk memperolehnya. Tinggal mencarinya di ladang kosong yang ada kotoran sapinya,” ujarnya. Ia mengaku tidak ada tahap sosialisasi bagi para pengedar karena mushroom sudah dilarang di Indonesia.

Sementara itu, Kaur Sub Bidang Laboratorium Forensik Cabang Denpasar Kompol Imam Mahmudi menjelaskan, jika hasil uji laboratorium memperlihatkan bahwa mushroom masuk dalam narkotika golongan satu. Hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Cabang Denpasar dengan menggunakan GCMS menunjukan bahwa jamur atau mushroom itu mengandung sediaan psilosina dan terdaftar dalam narkotika golongan satu nomor urut 46 Lampiran 1 UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Efek yang ditimbulkan adalah halusinasi tingkat tinggi dan sangat tergantung dengan latar belakang psikis pemakai. Bila pemakai dalam keadaan gembira maka efeknya akan semakin bergembira. Sebaliknya bila pemakai dalam keadaan sedih maka pemakai akan semakin sedih dan menangis tersedu-sedu.
“Intinya pengguna bisa menimbulkan halusinasi secara berlebihan. Yang sedih akan semakin sedih, yang gembira akan terus tertawa, yang sedang ketakutan akan semakin takut,” ujarnya.

Para pelaku dijerat Pasal 111 ayat 2 UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman minimal 5 tahun atau maksimal 10 tahun penjara. “Pasalnya seperti narkotika lainnya, UU Narkotika pasal 127 karena bila para pelaku sebagai bandar maka akan dijerat dengan pasal bandar, bila sebagai pengedar maka akan dijerat dengan pasal pengedar. Tetapi bila dia sebagai pemakai maka akan dijerat dengan pasal pemakai,” tutupnya. SIA-MB