Buleleng, (Metrobali.com)

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Ungkapan itu terkesan seperti yang dirasakan oleh I Ketut Suarnata, warga Desa Sawan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Pasalnya, dirinya sempat meminjam sejumlah uang kepada seseorang oknum TNI, namun karena tak mampu membayar kewajiban sesuai tenggang waktu, maka asset miliknya berupa tanah termasuk bangunan dialihkan kepemilikannya oleh orang yang memberi pinjaman uang.

Menurut penuturan I Ketut Suarnata, pada tahun 2018 lalu dirinya meminjam uang kepada salah seorang oknum TNI berinisial KP, yang pada saat itu diantar oleh rekannya yang bernama Ketut Astawa, yakni sebesar Rp 100 juta dengan jaminan atas nama I Ketut Suarnata, Hak milik No. 783, seluas 200 M2, terletak di Desa Sawan. Bunganya ditetapkan oleh pemberi pinjaman sebesar 5 persen per bulan, administrasi 10 persen diawal, dengan jangka waktu pinjaman selama 3 bulan. Setelah sepakat, lalu mereka membuat perjanjian di salah satu Notaris diwilayah Kota Singaraja.

Saat itu, Ketut Suarnata hanya menerima uang bersih sebesar Rp. 85 juta, karena sudah dipotong awal 15 persen, setelah berjalan, akhirnya memasuki tenggang waktu pinjaman 3 bulan, Ketut Suarnata belum mampu melunasi utangnya. Selanjutnya, sekitar pada bulan ketujuh dari akad pinjaman, di daerah air sanih KP mengatakan kepada Suarnata bahwa sertifikat rumahnya telah dialihkan kepemilikannya menjadi atas nama KP sendiri. Ironisnya, saat itu juga KP meminta Suarnata untuk menyewa rumah yang ditempatinya sebesar Rp. 1 Juta perbulan, katanya lagi kalau tidak bayar sewa, Suarnata harus angkat kaki atau keluar dari rumahnya sendiri.

Mendengar kata-kata seperti itu, Suarnata sangat shock dan takut, atas kondisi itu dia merasa tidak ada pilihan lagi, akhirnya Suarnata mulai membayar sewa atas rumahnya lewat mentranfer uang kerekening KP.

“Itu dilakukannya karena terpaksa, karena kalau tidak, saya harus pergi dari rumah saya sendiri,” ungkap Suarnata.

Perbebatan sempat terjadi antara Suarnata dengan KP. Sehingga KP mengatakan kepada Suarnata kalau ingin rumahnya, dia harus membeli rumah itu sebesar Rp 350 juta. Lalu Suarnata diminta datang ke salah satu Notaris untuk tandatangan perikatan jual beli. Namun saat itu, Suarnata sempat menolak untuk tandatangan,

Lantaran penolakan itu, Suarnata diminta mengosongkan rumah. Sehingga dengan kondisi Tertekan dan Terpaksa kembali Suarnata terpaksa untuk menandatanganinya.
Beberapa lama berlalu, Suarnata teringat, dulu pernah meminta tolong kepada KP untuk menjualkan rumahnya seharga Rp. 800 Juta, dan sempat KP mengajak calon pembeli menemuinya, namun gagal.

“Sampai saat ini, saya tidak pernah menerima sepeserpun uang hasil penjualan dari rumah saya, dan berapa lakunyapun saya tidak pernah tahu, dan kalaupun itu hasil jual melebihi utang, kan sisanya ada yang harus saya terima,” ujar Suarnata dengan nada sedih

Atas dasar itu, Suarnata bersama salah satu tim Kuasa Hukumnya yakni Gede Kharismawan, SH mengatakan, masalah ini sudah di laporkan di Subdenpom IX/Udayana pada 12 April 2022 lalu.

“Kami ini ingin mencari kejelasan, kebenaran dan keadilan, dengan proses hukum yang baik dan benar. Saat itu, laporannya sudah diterima secara lisan, dan kami diminta untuk menambahkan bukti berupa warkah atau dasar dari peralihannya.” ucapnya

Sementara itu, salah satu tim kuasa hukumnya menegaskan, pihaknya saat ini telah meminta dasar (warkah) atas peralihan hak tanah milik dari I Ketut Suarnata menjadi atas nama KP kepada BPN Buleleng.

“Ya mungkin karena libur, kami masih menunggu. Sebenarnya laporan ini, supaya ada kejelasan. Kalau tanah itu benar dijual dan dibeli dia (KP), itu berapa? Klien kami justru tidak mengetahui berapa terjual,” jelas Kharismawan.

Kharismawan berharap, agar proses ini berjalan sesuai aturan yang benar.

“Kami hanya harap, laporan klien kami segera diproses. Begitu juga pihak BPN segera bisa mengeluarkan warkah, sebagai dasar laporan kami, sehingga semua jelas,” pungkasnya. GS