said didu

Jakarta (Metrobali.com)-

Pengamat ekonomi Said Didu memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada masa pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla bisa menembus 9 persen asalkan mampu memacu pertumbuhan manufaktur di atas 12 persen/tahun.

“Pertumbuhan ekonomi pada pemerintahan Jokowi-JK berpotensi lebih tinggi, jika mampu menghapus berbagai hambatan di bidang ekonomi,” kata Said, di Jakarta, Jumat (22/8).

Menurut Said, Jokowi-JK harus berani memasang target pertumbuhan yang lebih besar agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Kalau pertumbuhan hanya 5-6 persen, saya kira tidak akan berdampak besar bagi masyarakat, karena pada saat yang sama ekonomi tergerus oleh inflasi dengan prosentasi yang hampir sama. Sehingga tidak akan menambah kesejahteraan,” tegasnya.

Said yang juga mantan Sekretaris Kementerian BUMN ini menambahkan, saat ekonomi biaya tinggi (high cost economy) masih menjadi momok bagi kalangan dunia usaha.

“Biaya siluman masih marak di semua lini usaha, mulai dari tingkat produksi distribusi. Ditingkat pabrik, pelabuhan, bea cukai pengeluaran lain-lain masih tinggi,” ujarnya.

Padahal industri nasional masih didominasi industri hasil lisensi yang banyak manfaatkan bahan baku dari luar.

“Ketidakefisienan tersebut memicu sulitnya perusahaan manufaktur untuk meningkatkan pendapatan,” ujarnya.

Hal lain yang juga menjadi masukan Said untuk pemerintahan Jokowi-JK adalah bagaimana dunia usaha memanfaatkan teknologi tinggi dalam setiap tahapan industri.

“Korea, Tiongkok, dua negara yang benar-benar konsisten mampu mencetak pertumbuhan ekonomi di atas 9-10 persen karena mampu memanfaatkan teknologi tinggi untuk industrinya,” ujar Said.

emerintah Presiden terpilih Jokowi-JK menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 7 persen sejak 2014-2019.

Deputi Bidang Infrastruktur, Perumahan Rakyat dan Transportasi Kantor Transisi Jokowi-JK Akbar Faizal di Jakarta mengatakan untuk mencapai angka itu dibutuhkan investasi infrastruktur setidaknya sebesar Rp6.500 triliun.

Kebutuhan investasi infrastruktur itu dapat disediakan 25 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) atau sebesar Rp1.638 triliun. Sedangkan 75 persen sisanya harus dibantu dari pembiayaan pihak lain seperti badan usaha milik negara (BUMN) atau swasta. AN-MB