Ilustrasi

 

Denpasar, (Metrobali.com)

Dengan ditetapkannya Ganjar Pranowo sebagai bakal calon Presiden dari PDI Perjuangan, kemungkinan calon Presiden dalam Pilpres mendatang, yang direncanakan 14 Februari 2024, terdiri dari tiga pasangan calon: Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Tidak tertutup kemungkinan menjadi dua pasangan calon, jika Presiden Joko Widodo mampu meyakinkan Prabowo Subianto untuk rela dipasangkan dengan Ganjar Pranowo menjadi Cawapres.

Proses politik tingkat tinggi dalam pencalonan Presiden ini, sangat dipengaruhi oleh figur politik personal: Megawati, Joko Widodo, Surya Paloh dan mungkin juga Jusuf Kalla. Ini memberikan gambaran nyata tentang terjadinya personalisasi politik kekuasaan dalam lanskap politik negeri ini. Kekuatan pengaruh dan dominasi dari figur-figur politik ini, yang langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh hasil pooling dari beberapa lembaga survei.

Tidak ada satupun dari ketiga calon di atas, hasil dari sebuah konvensi rakyat, dimana gagasan calon didialogkan, diperdebatkan dengan gerakan masyarakat sipil, kalangan intelektual, kelompok-kelompok kepentingan (interest group) yang mewakili kepentingan: buruh, tani, nelayan, pemuda, mahasiswa, pekerja formal – informal dan berbagai ragam kelompok profesi.

Di beberapa hari ke depan, kita akan menyaksikan lobi-lobi politik dari masing-masing ketua umum partai, dalam penentuan koalisi dan sekaligus penentuan cawapres, lobi-lobi kepentingan lainnya yang menggambarkan vested interest, kepentingan bercokol masing-masing partai.

Personalisasi politik kekuasaan plus lobi-lobi politik lanjutan untuk mengatur dan mengakomodasi vested interest masing-masing partai peserta koalisasi, akan memberikan tekanan berat dalam upaya membangun demokrasi yang berkualitas.
Aspirasi dan kepentingan publik dipersepsikan oleh segelintir elite partai di ruang-ruang tertutup, nyaris tanpa komunikasi publik yang bermakna.

Jro Gde Sudubya, anggota Badan Pekerja MPR RI 1999 – 2004, ekonom, pengamat ekonomi politik.