Oleh : I Gde Sudibya

Jawa Pos, Kamis, 16 November 2023 dalam kolom Jati Diri bertajuk: Perpanjangan Freeport?. Ojo Kesusu!., mengulas rencana pemerintah untuk memperpanjang kontrak Freeport selama dua puluh tahun, sedangkan kontrak yang ada sekarang baru berakhir tahun 2041, delapan belas tahun yad.
Publik pantas bertanya, kenapa perpanjangan buru-buru dilakukan, pada pemerintahan Jokowi yang menghitung bulan, sebelas bulan. Pada tingkat persepsi publik terhadap Jokowi yang begitu melorot, pasca drama, meminjam istilah netizen #Kami Muak, pasca pembajakan konstitusi di MK, pencalonan super kilat dalam hitungan hari Gibran menjadi cawapres pendamping Prabowo yang diusung oleh KIM. Kemuakan yang menjadi-jadi terhadap tingkah laku para politisi yang layaknya pendekar mabuk, menghamba pada kekuasaan.
Mengungkap Freeport, tambang emas dan mineral lainnya, yang konon menurut para akhli telah menghasilkan ribuan ton emas, tembaga dan mineral lainnya selama lebih dari lima puluh tahun ekspolitasinya.Sedangkan masyakat Papua hanya memperoleh remah-remahnya ,dengan kerusakan lingkungan yang dashyat. Papua selalu menjadi “juara” dalam kemiskinan, kekurangan gizi, keterpinggiran ekonomi kultural, jika dipersandingkan dengan lebih dari 300 provinsi di negeri ini. Menyimak proses kelahiran Freeport dan sejarahnya, selalu membuka lama sejarah, yang berupa keterlibatan lembaga intelijen AS CIA dalam penggulingan Soekarno dari singgasana kekuasaanya. Analis ini mendapat pembenaran, dari kenyataan berupa: UU yang terbit pertama pasca Orde Baru, UU No 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang menjadi dasar bagi eksploitasi emas, tembaga dan miniral lainnya di tanah Papua. Gelising cerita, jika kita melakukan penerbangan dari Makassar menuju Jayapura, stop over di Mimika, penumpang menyaksikan satu gunung sudah “dirubuhkan” dalam ekspokitasi ini, dan tidak dapat dibayangkan dampak ekologis dan kultural dari proyek bercirikan kapitalistik libral tsb.

I Gde Sudibya, aktivis demokrasi, pemerhati lingkungan.