Denpasar (Metrobali.com)-

         Guna menguatkan sistem demokrasi dan otonomi daerah, pemilihan kepala daerah secara langsung tetap harus dipertahankan. Guna memperkecil ekses-ekses negatif dari pemilihan langsung tersebut, diusulkan mengaturnya dalam undang-undang tersendiri. Demikian penegasan senator Bali, Wayan Sudirta, dalam seminar bertajuk ‘’Tinjauan Pilkada Langsung dalam Penguatan Sistem Demokrasi dan Otoni Daerah’’ di Denpasar, Selasa (8/5) lalu.
Sudirta tampil  selaku anggota MPR RI dari DPD RI bersama Lukman Hakim Saifuddin (Wakil Ketua MPR RI), Yasonna H. Loly (anggota MPR RI dari F-PDIP). Pembicara daerah adalah Made Arjaya (Ketua Komisi I DPRD Bali), Cok. Atmaja (dosen Univ. Ngurah Rai) dan Wisnu Murti (dosen Univ. Warmadewa).
            Selain mempertahankan sistem pilkada langsung, Sudirta meminta agar pemilihan kepala daerah ini diatur dengan undang-undang terpisah, bukan hanya bagian dari undang-undang lain, seperti UU No. 32/2004 yang selama ini telah ada. Selain merupakan sikap pribadinya, hal itu merupakan pandangan DPD RI dalam Keputusan NOMOR  25/DPD RI/III/2011-2012. Sudirta menyatakan hal itu menanggapi wacana pemilihan kepala daerah, khususnya gubernur, melalui perwakilan atau DPRD, seperti tercermin dari RUU Pilkada yang disusun pemerintah.
          Senator kelahiran Pidpid-Karangasem ini mengakui, memang ekses negatif dalam pemilihan langsung selama ini cukup banyak. Hasil pengawasan  DPD RI terhadap penyelenggaraan pemilukada langsung selama ini, ada  7 yang menjadi keresahan rakyat. Yakni  masalah kualitas calon kepala daerah, masalah incumbent  dan netralitas birokrasi, masalah anggaran, masalah terjadinya konflik horizontal, masalah jaminan hak pilih warga masyarakat, masalah profesionalisme dan netralitas penyelenggara pemilukada, serta masalah money politics.
          Selain mengusulkan Pilkada langsung diatur dalamUU terpisah, DPD berpandangan sebaiknya  pemilukada langsung dijadikan bagian dari pemilu, sehingga KPUD hanya bertindak sebagai pelaksana dengan KPU sebagai lembaga yang melakukan supervisi secara langsung. Untuk itu anggaran penyelenggaraan pemilukada langsung harus menjadi bagian yang dianggarkan oleh pemerintah pusat melalui APBN.
          Untuk efisiensi dan efektifitas, kata Sudirta, pemilukada langsung pemilihan Gubernur dan Bupati/Walikota dilaksanakan serempak.    Sudirta mengingatkan, ekses dari pemilihan kepala daerah melalui DPRD jauh lebih besar dibanding ekses pilkada langsung. Diantaranya, pilkada tak langsung memutus akses rakyat terhadap pemimpin terpilih, pemimpin tidak merasa dibebani kewajiban untuk bertanggung jawab langsung melalui program-program yang pro-rakyat dan bisa saja programnya justru merugikan rakyat tapi menguntungkan kelompok tertentu, rakyat tidak mudah menuntut akuntabilitas dan transparansi pemimpin, karena kepala daerah terpilih hanya bertanggung jawab kepada DPRD. Selanjutnya, rakyat akan dilupakan seperti terjadi semasa Orde Baru. PW-MB