Bangli (Metrobali.com)-

Mau tidak mau, inilah situasi yang harus dialami oleh siswa sekolah yang hendak berangkat menuju sekolahnya masing-masing. Demikian juga warga setempat. Dimana, siswa dan warga yang tinggal di Dusun Metra Desa Hyang Api menuju Dusun Dui, Desa Tembuku, Kecamatan Tembuku, Bangli. Betapa tidak, dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari malah masih terkendala infrastruktur yakni Jembatan penghubung dua desa.

Agar bisa beraktifitas, upayapun dilakukan warga setempat. Di mana, dibuatlah sebuah jembatan darurat, demi anak-anak mereka untuk bersekolah. Tak hanya anak sekolah, masyarakat dengan beragam keperluan hingga di saat melaksanakan dewa yadnya. Terpaksa melewati jembatan bambu, antre satu-persatu melintas di lokasi. Padahal akses jembatan ini sudah diwacanakan terbangun dari puluhan tahun yang lalu. Namun hingga kini hausnya akan akses jalan penghubung masih sangat didambakan masyarakat Dusun Metra Hyang Api munuju Dusun Dui, Kecamatan Tembuku, Bangli.

“Kami sangat menanti keberadaan rencana jembatan yang dijanjikan pemerintah,” ujar mantan Perbekel Desa Hyang Api, Tembuku Nyoman Sutami.

Awalnya dibuka lewat TNI Manunggal masuk desa. Namun sampai sekarang jembatan penghubung itu tak kunjung dilanjutkan. “Titik jembatan sudah sempat dibangun, hingga sekarang mangkrak karena terkendala dana. Kami masyarakat sekitar benar-benar terputus akses menuju Dusun Dui,” ujar Sutami. Padahal diakui, akses jembatan ini sangat berguna untuk kepentingan masyarakat. Jika jembatan sepanjang 20 meter ini benar-benar dibangun. Mulai dari kepentingan aspek ekonomi, menuju pasar Metra, menuju Puskemas Tembuku II dan keperluan orang sakit untuk berobat.

Karena tak kunjung terwujud, masyarakat pilih membangun jembatan darurat dengan bambu pada tahun 1997 lalu. Meski kondisi seadanya hanya diikat dengan bantuan tali. Kondisi ini sangat membahayakan. “Akses jembatan darurat terbuat dari bambu ini terpaksa dilalui masyarakat. Baik petani, orang sakit, anak-anak sekolah bahkan urusan Ida sesuunan tedun  juga menggunakan jembatan bambu ini,” terang Sutami.

Kata suami dari anggota DPRD Bangli, Bu Suartini ini, tak hanya membayahakan juga menggangu perekonomian masyarakat sekitar. Jika takut melewati jembatan bambu, masyarakat harus lewat dengan jalur meligkar hampir 10 km. Lain lagi kalau akses jembatan ini benar-benar terwujud, hal itu dapat mempermudah jarak tempuk hampir 9 km. Akses masyarakat tambah dekat hanya jarak tempuh 1 KM, jika ingin ke Dusun Dui, Tembuku. Siswa yang biasanya lewat disekitar lokasi yakni siswa SMPN VI Tembuku.

Nah, kalau pemda tidak memungkinkan karena terkendala dana jembatan penghubung ini bisa diteruskan ke Provinsi Bali. Jika Provinsi tidak memungkinkan jembatan ini bisa dibangun sudah tentu bantuan dari pusat, lewat perjuangan Wayan Koster. “Manfaat jembatan penghubung ini sangat vital dan diharapkan masyarakat untuk seger terwujud,” terang Sutami. Bahkan beberapa waktu yang lalu, sudah sempat Dirjen dari pusat meninjau lokasi ini. Hasilnya, dari segi efisien jembatan penghubung dua Dusun ini sangat diharapkan masyarakat. Karena tak kunjung dibangun, jembatan bambu ini solusi sementara waktu.

Salah seorang siswa yang kebetulan melintas dilokasi, Ni Luh Demila Febrianti didampingi temannya Ni Luh Restianingsih mengaku takut jika melintas di lokasi jembatan darurat bambu ini. “Takut dan ngeri sekali. Jembatan sudah mulai rapuh sedikit rusak. Mau gimana lagi, namun jembatan ini kadang-kadang harus kami lewati agar jaraknya lebih dekat menuju sekolah,” tandas  Ni Luh Demila Febrianti diamini temannya Ni Luh Restianingsih. WAN-MB