Peran Ibu dan Pengaruh Tayangan Televisi
TERLAHIR menjadi seorang perempuan sangatlah , mulia, istimewa dan patut di syukuri. Banyak hal yang bisa dilakukan perempuan di dalam mengisi ruang-ruang kosong yang tidak bisa dilakukan secara maksimal oleh kaum laki-laki. Hal ini tentu tidak dapat di pungkiri dari predikat perempuan yang telah berkeluarga, sering dijuluki ratu rumah tangga. Dengan peran perempuan yang sangat kompleks tersebut, baik sebagai istri, sebagai ibu dari anak-anaknya dan bagian dari warga masyarakat. Oleh karena itu , sering kali perempuan yang telah berkeluarga dan mempunyai anak disebutkan sebagai pendidik pertama dan utama di dalam keluarganya. Bahkan dari asuhan seorang ibu di harapkan akan melahirkan anak-anak yang cerdas dan berkwalitas.
Karena itu, perempuan sarat dengan beban yang harus dan siap untuk di perankannya di dalam menyelaraskan peran domistik dan peran politiknya di luar rumah. Yang sangat sering tidak terpikirkan oleh perempuan, bagaimana mewujudkan dan menterjemahkan agar anak-anak yang sebagian besar waktunya berada di bawah asuhan seorang ibu , kelak mempunyai pondasi yang kokoh tanpa tercabut dari jati dirinya dan sebagai generasi penerus, tidak saja untuk keluarganya, tapi juga untuk negaranya.
Oleh karena itu, pola asuh terhadap anak-anak perlu disepakati bersama, sehingga terlihat arti kesetaraan dari sisi kwalitas maupun kwantitas keluarganya. Dalam hal pola asuh ,tentu faktor lingkungan tidak dapat dihindarkan . Salah satunya adalah tayangan –tayangan televisi yang saban hari menjadi konsumsi publik. Gambar dan suara yang disuguhkan oleh kotak ajaib yang bernama televise ini , bak pisau bermata dua. Selain dapat menggugah ide-ide kreatif, juga dapat menginsfirasi. Salah satunya tayangan film kartun dan sinetron yang banyak mendapatkan protes dari masyarakat, salah satunya SINETRON SEMBILAN WALI yang di tayangkan oleh TV Jakarta ( INDOSIAR ) yang memancarluaskan siarannya ke daerah Bali, di mana tema yang diangkat adalah termasuk sejarah, yang seharusnya mencerminkan fakta sejarah.
Saat ini kebanyakan tayangan-tayangan televisi tertsebut, hanya mengejar ratting, sehingga mengabaikan kwalitas. Mereka tidak sadar dan pura-pura tidak menyadari bahwa frekwensi yang dipakai adalah milik publik. Oleh karena itu perempuan yang sebagian besar tinggal di rumah untuk melakukan seluruh aktifitasnya, perlu lebih teliti, selektif dan cerdas di dalam memilih tayangan-tayangan yang tersaji di depan mata saat ini. Karena begitu besar kontribusi yang diberikan oleh tayangan televisi di dalam mengubah prilaku pemirsanya , maka menjadi sebuah keharusan setiap orang tua teristimewa bagi seorang ibu untuk lebih memahami tentang letterasi media sehingga mampu mentrasfer kepada anak-anaknya untuk selektif dan cerdas dalam memilih tayangan-tanyan yang sehat dan berkwalitas.
Jika dilihat dari data penduduk Bali yang ada saat ini, perbandingan jumlah penduduk antara laki-laki dan perempuan mencapai 1 : 3. Dan sebagian besar kaum perempuan Bali lebih senang malakukan aktifitasnya di dalam rumah, maka secara tidak langsung dapat diasumsikan, perempuan lebih banyak waktu bersama anak-anaknya dan lebih banyak waktu bisa mendampingi anak-anaknya menonton siaran televise. Jika tayangan –tayangan ini dapat dinikmati secara sehat , dan ibu tidak ikut terlarut dengan siaran –siaran yang terindikasi ada pelanggaran baik dari sisi etika dan norma dalam bingkai adat dan budaya local , maka yakinlah perempuan sebagai pendidik pertama dan utama , yang teristimewa bagi perempuan Bali, akan mampu melahirkan anak-anak yang cerdas dan generasi SUPUTRA melalui media penyiaran .Disadari atau tidak perempuan seringkali dijadikan objek pada setiap program acara yang ditayangkan oleh televisi . Maka menjadi sebuah keharusan dan kewajiban yang tulus bagi perempuan Bali untuk melahirkan generasi yang SUPUTRA. Dengan demikian , perempuan memiliki posisi tawar yang sangat tinggi di dalam melahirkan generasi yang cerdas untuk ikut menentukan sebuah kebijakan dalam setiap aspek pembangunan.
Apalagi sejak mulai diberlakukannya Undang-Undang No 32 Tahun 2002, tentang Penyiaran , sesuai dengan pasal 52 ayat 1 ; setiap warga negara Indonesia memiliki hak kewajiban, dan tanggungjawab dalam berperan serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional. Ini artinya, setiap masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap program-program siaran yang di anggap merugikan publik.
Ni Nyoman Srimudani, SH.
Komisioner di KPID Bali
Tinggalkan Balasan