Jakarta (Metrobali.com)-

Sektor manufaktur dinilai sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan, kata pengamat ekonomi Universitas Katolik Atmajaya A. Prasetyantoko.

“Harga komoditas yang terus turun hanya bisa digantikan oleh (sektor) manufaktur, karena kita tidak bisa ekspor yang lain. Tinggal pemerintah berani atau tidak mengubah lanskap dari ekspor komoditas ke pertumbuhan manufaktur,” kata Pras dalam diskusi di Jakarta, Selasa (12/5).

Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan Ilmu Komunikasi Unika Atmajaya itu berpendapat ekspor yang menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional kini terus merosot.

Tidak hanya itu, faktor eksternal terkait perlambatan ekonomi global juga turut membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah.

“Sayangnya sektor manufaktur tidak berkembang, maka perlu industrialisasi. Dibutuhkan kebijakan yang komprehensif agar sektor ini bisa maju,” katanya.

Lebih lanjut, kendati mendorong pemerintah untuk menyusun strategi industrialisasi, pemerintah masih dinilai tidak punya konsep dalam perkembangan industri nasional.

“Industrialisasi itu kompleks karena khususnya untuk sektor manufaktur padat karya, daya saing kita masih rendah akibat masalah upah buruh,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J. Supit mengatakan pasar Indonesia begitu menggiurkan di mata investor.

Akan tetapi, kebijakan terkait pengupahan menjadi salah satu masalah utama yang membuat iklim investasi, khususnya di sektor padat karya menjadi tidak menarik.

“Pemerintah harus memutuskan ke arah mana kita ke depan, apakah jadi negara manufaktur, jasa atau lainnya. Baru setelah itu disesuaikan investasi apa yang dibutuhkan di Indonesia,” katanya. AN-MB