Prof Windia

Denpasar (Metrobali.com)-

Pengamat masalah pertanian dari Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia menilai, banyak negara yang sukses dari mengembangkan sektor pertanian, padahal potensi pertanian yang dimiliki sangat terbatas.

“Hal itu sangat tergantung dari kesungguhan pemerintah dan pengelolaan hasil-hasil pertanian hingga menjadi produk siap saji,” kata Prof Windia yang juga Ketua Pusat Penelitian Subak Unud di Denpasar, Minggu (22/6).

Ia mengatakan, Selandia Baru misalnya salah satu negara agraris yang sukses dalam membangun dan mengembangkan bidang pertanian. Demikian pula Australia mampu mengekspor hasil-hasil pertaniannya ke berbagai negara.

Kedua negara itu menerapkan pengembangan sektor pertanian secara intensif yang disertai dengan pengembangan industri hilir di masing-masing kawasan pertanian.

Dengan demikian hasil pertanian langsung diolah menjadi komoditas yagn siap dijual ke pasaran, termasuk ekspor.

Wayan Windia menjelaskan, kehadiran industri hilir bidang pertanian itu mampu memberikan nilai tambah bagi petani, disamping membantu dalam bidang pemasaran.

Indonesia, khususnya Bali sangat perlu meniru sistem pengembangan managemen pertanian negara yang telah maju mengembangkan negara agratis.

Ia mencontohkan, subak di kawasan Jatiluwih, Kabupaten Tabanan yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia (WBD) yang kini menghasil beras merah perlu mengembangkan managemen pertanian yang efektif.

Petani di kawasan itu perlu pendampingan untuk mengolah beras merah yang mempunyai cita rasa yang khas itu menjadi kopi atau teh sehingga akan mampu memberikan nilai ekonomis.

Windia menilai, sentuhan industri untuk mengolah hasil pertanian dinilai sudah sangat mendesak, karena pendapatan petani di Bali selama ini sangat rendah, tidak mampu menyekolahkan putra-putrinya.

Seorang pertani yang menggarap lahan seluas satu hektare yang ditanami padi sekali panen dalam waktu empat bulan hanya menghasilkan Rp12 juta atau setiap bulan hanya menghasilkan Rp3 juta.

Pendapatan itu kurang memadai untuk kehidupan petani yang juga dibebani untuk menyekolahkan putra-putrinya, tutur Prof Windia. AN-MB