Denpasar  (Metrobali.com)-

Lingkungan hidup kawasan pembangunan JDP (jalan di atas perairan) semakin memprihatinkan akibat pengurugan laut yang terus berlanjut. Aktifitas tersebut terlihat jelas dari pengangkutan dan pengurugan batu kapur yang dilakukan oleh pihak pelaksana proyek JDP sehingga panjang pengurugan juga sudah jauh menjorok ke tengah laut, lebih jauh dibandingkan saat Komisi 3 DPRD Provinsi Bali sidak ke lapangan.

Namun berbagai pernyataan dan desakan yang disampaikan baik oleh pemerintah provinsi dan DPRD Bali tidak dihiraukan oleh pelaksana proyek yang di komando PT Jasa Marga karena faktanya pembangunan dan pengurugan masih terus berlanjut.

Menurut Suriadi D Deputi Direktur WALHI Bali, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh WALHI dan Frontier Bali beberapa minggu terakhir, pembangunan JDP tidak pernah dilakukan penghentian seperti yang di desakkan organisasi peduli lingkungan dan berbagai pihak termasuk Dinas Kehutanan. Walhi menilai upaya perusakan lingkungan yang terus berlanjut dalam pembangunan JDP dinilai akibat dari tidak tegasnya Pemerintah Provinsi dan DPRD Provinsi Bali dalam upaya melakukan pengakan hukum dan perlindungan lingkungan hidup di Bali. “fakta di lapangan menunjukkan bahwa pemerintah provinsi dan DPRD Bali tidak bertaring dihadapan investor dan modal” tegas Suriadi.

Suriadi menambahkan bahwa praktek-praktek pengurugan dengan batu kapur yang sudah jelas tidak ada di dalam amdal, tetapi hal tersebut masih terus dilakukan dan tetap berlanjut sampai sekarang. Pengurugan tersebut sudah jelas terlihat dampaknya terhadap pohon-pohon mangrove yang mulai mati. Terhadap kegiatan yang jelas-jelas bertentangan tersebut sudah seharusnya diambil tindakan tegas. “pengurugan tersebut illegal karena tidak diakomodir sama sekali di dalam amdal, dan praktek-praktek pembangunan yang illegal apalagi faktanya telah merusak lingkungan wajib diberikan sanksi oleh pemerintah” jelasnya.

Sementara itu terkait upaya revisi amdal yang akan dilakukan untuk memuluskan pengurugan yang dilakukan oleh pelaksana proyek. Suriadi menjelaskan, AMDAL merupakan dokumen tentang kajian dasar mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat pembangunan,dokumen tersebut dibuat sebelum dilaksanakanya proyek dan harus dijadikan acuan dalam pembangunan. Sehingga pembangunan apapun termasuk JDP harus mengacu pada amdal yang sudah di buat bukan sebaliknya. Seharunya jika memang pembangunan jalan tersebut bertujuan baik maka pelaksana proyek harusnya mematuhi kaidah-kaidah yang sudah tetuang di amdal. Bukan malah merevisinya. “pembangunannya harus disesuaikan dengan amdal yang dibuat bukan malah sebaliknya. Jika ada upaya revisi amdal untuk memuluskan proyek JDP tersebut ini akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan dan penegakan hukum lingkungan di bali” tegas Suriadi

Seperti diketahui sebelumnya, WALHI Bali dan Frontier Bali mengadukan pengurugan laut dalam pembangunan JDP ke Komisi 3 DPRD Provinsi Bali dan juga memprotes pelanggaran amdal yang dilakukan oleh pelaksana proyek tersebut. Berdasarkan laporan tersebut, Untuk melihat fakta pengurugan di lapangan Komisi 3 DPRD Bali bersama BLH, Dinas PU dan DISHUT Provinsi Bali melakukan sidak dan dinyatakan bahwa pembangunan JDP dinyatakan menyalahi AMDAL. Pengurugan yang dilakukan oleh pelaksana proyek JDP juga dinyatakan ilegal oleh BLH dan juga Dinas Kehutanan Provinsi Bali setelah melakukan pertemuan dengan Komisi 3 DPRD Bali karena tidak memiliki ijin untuk melakukan pengurugan dari instansi berwenang. Menindaklanjuti hal tersebut, Dinas kehutanan juga telah melayangkan Surat peringatan penghentian sementara pembangunan JDP. WL-MB