Denpasar, (Metrobali.com)

Pemerintah memprediksikan ekonomi tumbuh tahun ini, pada pusaran 5,2% – 5,3%, berarti kembali ke posisi normal sebelum pandemi Covid-19, tetapi kenyataannya pemerintah menerbitkan Perpu Cipta Kerja No2/2022 di penghujung tahun lalu, 30/12/2022. Kesannya, Perpu diterbitkan karena ada kegentingan memaksa, untuk bisa menarik investasi luar negeri sekitar Rp.1.800 T dalam rangka menanggulangi risiko resesi ekonomi.

Di sini pemerintah tidak konsisten, memprediksikan ekonomi akan segera pulih, tetapi kenyataannya menerbitkan Perpu untuk merespons persepsi terjadinya kegentingan yang memaksa.

Penerbitan Perpu no.2/2022 ini membawa implikasi konstitunsi yang cukup serius, karena pemerintah tidak menunaikan kewajiban konstitusinya, untuk melakukan koreksi terhadap UU Omnibus Law yang ditetapkan oleh MK sebagai inkonstitusional bersyarat, dilakukan perbaikan selama 2 tahun, kalau tidak dilakukan perbaikan UU ybs.menjadi batal demi hukum. Nyatanya pemerintah tidak melakukan perbaikan tsb., tetapi sebaliknya menerbitkan Perpu di atas.

Karena kasus ini, dan kasus penggantian hakim MK Aswanto yang melanggar UU MK, dari sisi hukum Tata Negara an sich, Presiden punya potensi untuk dimaksulkan (impeahment).

Diharapkan pemerintah konsisten dan taat asas dengan konstitusi, tidak menimbulkan kesan dan persepsi merendahkan MK, sebagai lembaga terhormat yang menjadi garda terdepan dalam menjaga konstitusi. Pada prinsipnya, kita memerlukan sistem peradilan yang merdeka, bebas dari intervensi kekuasaan, sehingga proses cheks and balances dapat bekerja, persyaratan dasar dari pengembangan sistem demokrasi yang sehat.

Mari kita tunduk pada konstitusi, menjaga marwah gerakan reformasi 25 tahun yang lalu, sehingga monuver untuk penundaan Pemilu dan perpanjangan jabatan Presiden semestinya dihentikan, karena melahirkan ketidakpastian ekonomi politik baru, di tengah dunia dihadapkan pada resesi ekonomi.

Pemerintah mesti konsisten dengan prediksi ekonomi tahun ini 5,2% – 5,3% ke kondisi normal sebelum pandemi, dan menjaga stabilitas ekonomi politik di tahun politik 2023. Di sini.kenegarawan Presiden Jokowi akan diuji, dan dicatat dalam sejarah.

Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik, anggota BP.MPR RI 1999
– 2004.