Putu Satya Wira
Putu Satya Wira, Ketua FSP PAR SPSI Provinsi Bali
Denpasar (Metrobali.com)-
Pekerja pariwisata yang tergabung ke dalam Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, FSP PAR SPSI Provinsi Bali, sepakat dan setuju adanya moratorium hotel dan sejenisnya di Bali. Penegasan itu disampaikan Ketua FSP PAR SPSI Provinsi Bali, Putu Satya Wira disela-sela halal bihalal pekerja pariwisata, Sabtu (22/08) di Denpasar.
Bagi Satya Wira, jumlah hotel di Bali sudah ribuan dengan jumlah kamar seratus tiga puluhan ribu unit. Kondisi ini semakin diperparah adanya perang tarif akibat dari persaingan usaha yang sangat tidak sehat.
“Jumlah hotel yang banyak mengakibatkan persaingan yang tidak sehat dan perang tarif pun terjadi. Ini menandakan iklim investasi di Bali sangat tidak menyehatkan”, pungkas Satya Wira.
Kondisi ini jika terus dibiarkan, juga akan mengakibatkan menurunnya kualitas pelayanan kepada wisatawan, dan dampaknya akan berimbas terhadap kesejahteraan para pekerja di sektor pariwisata.
“Perang tarif itu sama dengan ingin mendapat tamu banyak tetapi menjual kamar murah meski di hotel bintang lima. Akibatnya tidak saja pelayanan yang berkurang kepada wisatawan, namun juga yang paling dirugikan adalah kami para pekerja, kesejahteraan kami jadi menurun”, bebernya.
Satya Wira berharap, Pemerintah segera turun tangan dan menata dengan membuat regulasi untuk mengatur tarif kamar hotel sesuai kelasnya. Jika persaingan usaha sehat maka pekerja juga diuntungkan.
“Pemerintah jangan menutup mata, kondisi ini harus segera diatasi, agar dunia usaha dan industri pariwisata di Bali menguntungkan semua pihak, termasuk kami para pekerja pariwisata”, imbuhnya.
Data dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali, mencatat jumlah hotel mencapai 5000 dengan jumlah kamar mencapai 130 ribu unit. Tentu kondisi ini harus diatur lebih komprehensif lagi agar tercipta persaingan yang sehat.
Namun demikian, Satya Wira menyatakan, perang tarif bisa saja dilakukan pada kondisi tertentu saat musim tamu ramai atau high season. “Perang tarif bisa saja dilakukan, ini peraturannya absolut pada musim high season Juli sampai September dan Desember pada akhir tahun. Namun dalam kondisi low season, perang tarif tidak boleh terjadi. Ini harus diatur oleh sebuah regulasi dan kontrol yang ketat dari Pemerintah”, sebutnya.
Bali menurut Satya Wira sudah seharusnya bersikap tegas untuk menyetop pengajuan ijin pendirian hotel khususnya di wilayah Bali selatan.
“Beban Bali selatan sudah nyaris penuh sesak oleh pendirian hotel-hotel. Alangkah bijak jika pembagian kue pariwisata dibagi rata ke Bali utara, timur maupun Bali barat. Dan kami tegas menyatakan sikap mendukung moratorium pembangunan hotel”, tegasnya.
Ia meminta, agar pemerintah tidak hanya mengejar pendapatan daerah, PAD, namun mengabaikan daya dukung Bali. “Boleh saja investasi jalan terus, namun harus merata. Infrastruktur juga harus diperhatikan”, pintanya kepada Pemerintah.
Sementara itu, Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau yang akrab dipanggil Cok Ace, juga setuju moratorium pembangunan hotel di Bali. Oleh karena itu, tokoh Puri Ubud ini mengajak pekerja pariwisata yang tergabung di serikat pekerja, bersama-sama dengan pengusaha untuk mendesak kepada Pemerintah agar menghentikan pengajuan ijin pendirian hotel.
“Dampaknya sangat luas terhadap iklim investasi di Bali. Hotel jumlahnya ribuan dan perang tarif pun terjadi. Ini sangat tidak sehat bagi ketahanan pariwisata Bali”, ungkapnya.
Karena itu, Cok Ace sangat berharap, Pemerintah bersikap tegas untuk menata kondisi ini dengan membuat regulasi yang berpihak terhadap nasib pariwisata khususnya bagi para pekerjanya.
“Perang tarif tidak hanya menjadi persaingan tidak sehat diantara usaha dan industri pariwisata, namun yang paling dirugikan adalah pekerja pariwisata. Harga kamar dijual murah untuk menggaet tamu, dan imbasnya upah kepada pekerja juga mengalami penurunan, ini harus segera diatasi”, pintanya. ARI-MB