Denpasar (Metrobali.com)-
Calon Gubernur Bali Made Mangku Pastika membantah tudingan anti-Islam yang dialamatkan kepadanya selama lima tahun memimpin pemerintahan di Pulau Dewata itu.

“Saya perlu mengklarifikasi. Tudingan anti-Islam itu ‘black campaign’ (kampanye hitam) terhadap saya. Adik kandung saya yang namanya Nyoman (Nyoman Musiasa) itu sudah haji, bahkan saya yang bantu ongkosi dia pergi haji,” katanya di Denpasar, Kamis (9/5).

Setelah lulus sekolah dasar di Kabupaten Buleleng, Pastika ikut orang tuanya bertransmigrasi ke Bengkulu. “Dari SMP hingga SMA, guru sekolah saya Islam semua. Bagaimana saya bisa dianggap anti-Islam?,” katanya.

Ia mengemukakan hal itu saat menemui pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), dan Alumni Pelajar Islam Indonesia (PII) di rumah pribadinya di Perumahan Teras Ayung Blok B-55 Denpasar itu.

Ia mengaku paham filosofi Islam sebagai agama yang memberikan rahmat kepada segenap alam.

“Dalam hidup ini saya juga berpedoman pada Hadits Nabi bahwa perbuatan anak Adam di dunia ini akan putus, kecuali tiga hal, amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan mendidik anak sehingga menjadi orang shalih yang selalu mendoakan orang tuanya,” katanya, setelah menunjukkan kemampuannya melafalkan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim itu dalam Bahasa Arab di luar kepala.

Menjawab pertanyaan Usman Sahib dari Alumni PII mengenai kendala yang dihadapi umat Islam di Bali dalam beribadah, mantan Kapolda Bali yang pernah mendapat penghargaan dari Wahid Institute untuk kategori “Man Tolerance” itu pada 2007 ketika masih menjabat Kalakhar BNN itu mendorong umat Islam untuk tidak segan-segan berbaur dengan warga lokal yang mayoritas beragama Hindu.

“Bagaimana bisa diterima oleh mereka. Jangan ada salah satu pihak yang memaksakan diri. Orang Bali itu paling gampang. Leluhur kami juga mengajarkan toleransi. Saya sendiri besar di perantauan sehingga sangat memahami, bagaimana saya juga merasa dilindungi oleh umat Islam,” katanya.

Bahkan Pastika mengungkapkan bahwa salah satu “pelinggih” atau tempat suci di dalam pura di Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, diberi nama Ratu Gede Mekkah.

“Pura itu pernah dikunjungi Emha Ainun Nadjib (budayawan) dan dijadikan kajian sejarah oleh para mahasiswa. Itu menunjukkan bahwa leluhur kami sangat toleran,” katanya.

Namun, dia menyadari bahwa keberadaan pendatang yang mayoritas Muslim menjadi ancaman tersendiri bagi penduduk lokal, terutama yang tidak memiliki keterampilan khusus.

“Makanya, orang Bali itu harus diberi pekerjaan yang wajar dengan terlebih dulu ditingkatkan kualitas SDM-nya. Tentu saja menyeimbangkan hal ini tidak gampang,” kata Cagub yang berpasangan dengan Cawagub Ketut Sudikerta melalui Partai Golkar, Partai Demokrat, dan tujuh parpol koalisi itu.

Dalam tiga hari terakhir, rumah Pastika di kawasan perumahan elite Teras Ayung itu sering kali dikunjungi oleh sejumlah organisasi dan komunitas Muslim di Bali.

Selain ICMI dan KAHMI, terdapat pengurus Nahdlatul Ulama (NU) dan Gerakan Pemuda Ansor Bali yang lebih dulu bertemu Pastika untuk menyatakan dukungannya sebagai Gubernur Bali periode kedua.

“Soal pilihan, saya kembalikan kepada hati nurani. Kalau memang mereka menilai saya baik, silakan saja,” kata putra kedua dari enam bersaudara itu. INT-MB