Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua Komisi III DPR RI, Gede Pasek Suardika menegaskan jika pemberian grasi yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan hak konstitusional sebagai kepala Negara. “Secara konstitusi, presiden punya kewenangan penuh. Yang perlu diingat, grasi itu bukan upaya hukum. Itu merupakan kewenangan presiden, sama halnya dengan abolisi dan amnesti,” kata Pasek di rumah makan Siliwangi, Denpasar, Minggu sore 27 Mei 2012.

Untuk itu, Pasek meminta agar pemberian grasi terhadap terpidana 20 tahun penjara dalam kasus kepemilikan mariyuana, Schapelle Leigh Corby, tak ditarik ke dalam kepentingan politik.  “Sekali lagi itu hak presiden, dan presiden sudah sangat hati-hati mengeluarkan kebijakan itu. Tentunya juga sudah melalui kajian mendalam, bahkan sempat ditunda. Jadi, jangan ditarik ke dalam ruang politik,” pinta Pasek.

Pasek yang juga fungsionaris DPP Partai Demokrat itu tak mau buru-buru menyatakan akan memanggil Menteri Hukum dan HAM serta pihak terkait lainnya dalam pengeluaran grasi terhadap perempuan penyelundup ganja asal Australia itu.

“Untuk saat ini saya belum bisa bicara itu. Apalagi serah terima jabatan saya (di Komisi III DPR) belum dilakukan. Tapi saya kembalikan kepada rapat internal nantinya,” papar mantan jurnalis di Bali itu.

Pasek melihat pemberian grasi oleh presiden terhadap Corby sebagai upaya diplomasi internasional untuk menyelematkan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri yang tersandung kasus hukum. Kendati begitu, Pasek mengakui jika tak ada deal politik apapun dengan Pemerintah Australia terkait pemberian grasi itu. Hanya saja, sambung Pasek, pemberian grasi itu diharapkan mampu membuka ruang yang sama bagi WNI yang sedang terjerat kasus hukum di luar negeri.

“Tak hanya WNI yang terjerat hokum di Australia saja, tetapi juga di Negara lain. Apalagi grasi itu kan tak membebaskan Corby. Tak seperti di Arab Saudi, di mana ada orang yang sudah dinyatakan terhukum mati, tapi bisa dipulangkan ke negaranya,” ulas Pasek. BOB-MB