Denpasar, (Metrobali.com)

Citra Bali begitu terpuruk di medsos pasca pembatalan turnamen U20, demokrasi digital kadang-kadang “kejam” memberikan penghukuman, sehingga kalangan pariwisata perlu menyusun langkah penyelamatan citra dan brand Bali dengan dukungan Kementrian Pariwisata.

Hal tersebut dikatakan pengamat ekonomi pariwisata Jro Gde Sudibya, Selasa 11 April 2023, menanggapi penolakan Timnas Israel U20.

Menyikapi carut marut pariwisata Bali pasca penolakan U20, kata Jro Gde Sudibya iperlukan semacam FGD di kalangan praktisi pariwisata dan pengamat untuk memperkirakan dampak pembatalan turnamen U20 terhadap brand Bali dan risiko berkurangnya wisatawan.

“Langkah promosi yang harus dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif yang muncul, akibat munculnya image Bali menjadi tidak toleran dan bahkan melahirkan streotipe rasis, akibat pernyataan Gubernur Bali Wayan Koster (WK),” katanya.

Dikatakan, program aksi harus segera dilakukan, sehingga tidak dimanfaatkan oleh DTW lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam, menarik wisatawan yang kemungkinan batal datang akibat “kisruh” turnamen U20.

Menurutnya, pernyataan kontroversial WK berkaitan dengan U20 bisa melahirkan impresi di kalangan industri pariwisata dunia, bahwa Bali antara perlu dan tidak perlu pariwisata. Lobi ke Kementrian Pariwisata diperlukan untuk diambil tindakan koreksi merehabilitasi brand Bali sebagai DTW dunia.

Lebih lanjut dikatakan, sebetulnya brand Bali sebut saja “The last of paradise” tetap metaksu, buktinya beberapa world travel news besar memberikan award buat Ubud dan juga Bali. Info pelaku pariwisata di Ubud (Ubud yang lagi IN) dan juga Canggu (Canggu yang lagi Boom) menyatakan hal yang sama, hanya saja tarifnya belum pulih sebelum pandemi.

“Keadaan pariwisata Bali sekarang sedang “direcoki” oleh pernyaatan Koster yang kontroversial,” katanya.

Dikatakan, muncul fenomena trend pariwisata yang lebih cocok buat Bali, leng of stay tamu pendek sekitar 3 hari, dengan frekuensi datang yang lebih sering, umumnya menginap di villa sederhana yang dikelola oleh pelaku usaha menengah, makan di restoran-restoran kecil, sehingga dampak ekonominya buat masyarakat lebih terasa.

“Menjawab keberadaan pariwisata Bali saat ini, stake holders pariwisata Bali semestinya duduk bersama, menyusun program aksi merehabilitasi brand Bali, dengan support Kementrian Pariwisata. Mengumpulkan asosiasi untuk mencari solusi selalu tidak mudah, tetapi harus diupayakan,” kata mantan anggota MPR RI itu. (Adi Putra)