Denpasar (Metrobali.com)-

Adalah I Dewa Nyoman Putra Hartawan, seorang dosen luar
biasa di jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Unud Denpasar, yang secara
khusus turut aktif dalam pameran pasif Pesta Kesenian Bali (PKB) ke 34
tahun ini di lantai dasar gedung Ksirarnawa, Taman Werdhi Budaya,
(arts centre) Bali, Denpasar.
Dalam pameran pasif ini pria kelahiran Gianyar, 30 Maret 1970 ini
memajang sejumlah koleksi uang kepeng (pis bolong) yang telah
dikumpulkan hampir belasan tahun terakhir ini, mulai dari buatan Cina,
Vietna, Jepang, dan lainnya. Di antaranya pis bolong logam dinasti
Han, dinasti Tang, dinasti Song, dinasti Yuan, dinasti Ming, dinasti
Qing, dan lainnya.
Menariknya, puluhan pengunjung dari kalangan pelajar silih berganti
mengunjungi stan pameran pasif yang memajang beragam koleksi pis
bolong tersebut. Mereka tampak asyik mengamati sekaligus memotret dan
mencari tahu tentang beragam visual dan tulisan dalam pis bolong
tersebut seperti pis bolong bergambar tokoh pewayangan terkait epos
legendaris Mahabrata, dan Ramayana, serta simbolisasi Dewata Nawa
Sanga–sembilan penjaga penjuru mata angin. Di antaranya pis bolong
logam kresna, bima, bulan, arjuna, dan lainnya.
Kepada koran ini, Dewa Hartawan mengatakan bahwa keinginan untuk turut
serta aktif dalam pameran pasif di ajang PKB ini semata-mata sebagai
upaya mensosialisasikan keberadaan pis bolong dan sekaligus media
edukasi publik terhadap makna dari pis bolong bagi kehidupan
masyarakat sekarang. Terutama umat Hindu Bali dalam beragam kegiatan
ritualnya.
Diharapkan, melalui pameran ini masyarakat memahami manfaat dan makna
dari pis bolong dalam kehidupannya secara benar, sehingga
keberadaannya semakin lestari dan mampu memberi nilai guna bagi
kehidupan. “Ya saya hanya ingin berbagi pengetahuan kepada masyarakat
sehingga mereka paham akan keberadaan pis bolong dalam kehidupan
kesehariannya,” akunya.
Lebih jauh, pria yang telah aktif berpamaran pis bolong sejak 2004
silam dan termasuk PKB tahun 2004 dan 2005 silam ini mengakui proses
pengumpulan pis bolong ini berawal dari rasa kepeduliannya terhadap
keberadaannya yang dianggap suci dan dimuliakan dalam kehidupan
masyarakat Bali hingga sekarang.
Keunikan inilah, katanya, yang membuat saya melakukan penelitian dan
sekaligus mengoleksinya. Untuk selanjutnya, dikembangkan sebagai
pengetahuan bernilai historis. “Hingga akhirnya pengalaman dari
penelitian itu saya simpulkan dalam sebuah buku berjudul Uang Kepeng
Cina dalam Ritual Masyarakat Bali,” tegasnya.
Untuk diketahui buku ini dicetak Pustaka Larasan tahun 2011 dengan 178
halaman dan berisikan enam bab yang mengupas tuntas tentang asul usul
dan identitas berbagai macam pis bolong logam yang ditemukan di Bali
sejak tahun 206 sebelum masehi hingga sekarang. Di samping itu, juga
dilengkapi dengan berbagai penggunaan pis bolong dalam berbagai ritual
umat Hindu Bali, seperti upacara Dewa Yadnya, Pitra Yadya, Manusa
Yadnya, Rsi Yadnya, dan Bhuta Yadnya.HP