Denpasar (Metrobali.com) 

 

Sejatinya, Paiketan Krama Bali menyampaikan sikap resmi untuk menolak Penetapan Penetapan Hari Arak Bali pada 29 Januari 2023 semata-mata bertujuan untuk menjaga wibawa Pemerintah Daerah Bali dan demi kebaikan dan citra masyarakat Bali yang kami cintai. Serta mendesak aparat kepolisian melakukan pengawasan ketat agar arak tidak dikonsumsi secara bebas di Bali karena bertentangan dengan Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 terutama Pasal 14 huruf “d” dan peraturan perundang-undangan yang diacu oleh Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020.

Hal tersebut dikemukakan oleh Ketua Umum Paiketan Krama Bali, Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si bersama Sekretaris Umumnya, I Made Perwira Duta, S.S, CHA di dalam SURAT TERBUKA kepada Gubernur Bali, DR. Ir. I Wayan Koster, M.M., Senin 23 Januari 2023.

 

Mengamati, mencermati, menganalisis dan menyikapi SK Gubernur Bali Nomor : 929/03-I/HK/2022 tentang Penetapan Hari Arak Bali pada 29 Januari 2023 dan Surat Sekretariat Daerah Bali Nomor : B.32.003/82/Sekret/Disperindag tertanggal 19 Januari 2023 tentang “Perayaan Hari Arak Bali”, maka bersama ini kami, Paiketan Krama Bali sebagai organisasi resmi dan berbadan hukum berdasarkan SK Menteri Hukum dan HAM Nomor: AHU-0001391.AH.01.07. Tahun 2018 tertanggal 2 Pebruari 2018 menyatakan sikap sebagai berikut :

Sebagaimana kita ketahui bahwa arak adalah salah satu jenis minuman keras (beralkohol) yang tidak boleh dikonsumsi tanpa pengawasan yang ketat karena jika dikonsumsi berlebihan akan sangat berbahaya bagi kesehatan seseorang/masyarakat.

Kita ketahui, ada 22 dampak buruk bagi kesehatan akibat minum alkohol/arak yang tidak boleh dianggap sepele dan bisa mengancam keselamatan nyawa seseorang dan generasi penerus Bali.

Di negara-negara Barat dan negara-negara maju, terutama negara-negara yang cuacanya dingin, peredaran/distribusi/perdagangan dan konsumsi minuman beralkohol (termasuk jenis arak) dilakukan dengan regulasi dan pengawasan sangat-sangat ketat sehingga tidak boleh dikonsumsi secara bebas tanpa kendali.

Bahwa tujuan Pemerintah Daerah Bali untuk meningkatkan pendapatan para petani arak dan UMKM itu sangat baik dan kami dukung. Sebagaimana diatur dalam Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Destilasi Khas Bali, Pemerintah Daerah Bali hendaknya membantu, memfasilitasi dan melakukan pembinaan agar kualitas produksi arak menjadi lebih baik hingga memiliki standar kualitas internasional (kualitas ekspor) dan melakukan sertifikasi kadar alkohol arak, sosialisasi secara intensif akan bahaya minuman beralkohol jika dikonsumsi secara berlebihan, melakukan pengendalian konsumsi arak dan mendesak aparat kepolisian melakukan pengawasan ketat agar arak tidak dikonsumsi secara bebas di Bali karena bertentangan dengan Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 terutama Pasal 14 huruf “d” dan peraturan perundang-undangan yang diacu oleh Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020.

 

Untuk bisa menembus pasar internasional (ekspor), Pemeritah Daerah Bali hendaknya meningkatkan pembinaan dan pelatihan tentang perijinan, higienis, standardisasi, packaging, branding, manajemen marketing dan ekspor di segmen pasar internasional.

Jadi, arak Bali hendaknya hanya diutamakan menjadi komoditi ekspor ke negara beriklim ekstrim bukan untuk dikonsumsi masyarakat Bali secara bebas.

 

Bahwa Bali beriklim tropis dengan cuaca panas, kurang tepat dan sangat tidak dianjurkan mengkonsumsi minuman beralkohol termasuk arak karena berbahaya bagi kesehatan terutama kesehatan pencernaan dan pembuluh darah.

Bahwa minuman keras seperti arak diharamkan oleh 6 Agama yang diakui di Indonesia (demikian tulis : https://republika.id).

Bahwa ajaran Agama Hindu kitab Manu Smerti Bab 11 ayat 151, Manu Smerti Bab 7 ayat 47-50, Manu Smerti Bab 9 ayat 225, Rigved Book 8 hymn 2 ayat 12 dan Rigved Book 8 hymn 21 ayat 14 melarang konsumsi alcohol apalagi sampai mengganggu kesadaran/mabuk.

 

Kampanye terbuka untuk mengajak masyarakat membudayakan minum arak sungguh sangat berlebihan dan kurang pantas dilakukan oleh pejabat dan atau aparat pemerintah dan tokohtokoh masyarakat yang beragama Hindu.

Kami menilai, penetapan Hari Arak Bali pada 29 Januari 2023 adalah sesuatu yang sangat berlebihan karena akan menimbulkan image kurang baik bagi Bali sebagai Pulau Dewata yang masyarakatnya religius selain berdampak buruk bagi kualitas SDM Bali.

Kami mencermati, penetapan hari Arak Bali tidak sejalan dengan Pergub No. 1 Tahun 2020, karena dapat memberi kesan adanya kampanye seolah-olah masyarakat dianjurkan untuk mengkonsumsi arak. Sementara kebiasaan minum arak di masyarakat saat ini mayoritas bukanlah minum arak untuk sehat, namun minum arak untuk bersenang-senang sampai mabuk.

Berdasarkan beberapa butir sikap di atas, maka Paiketan Krama Bali menolak keras rencana penetapan Hari Arak Bali, 29 Januari 2023 karena dapat disalahartikan menjadi hari Mabuk, sehingga tidak sesuai dengan ajaran Agama Hindu yang mengajarkan untuk menjauhi perilaku minum alkohol apalagi sampai mabuk-mabukan (Mada), salah satu dari Sad Ripu (enam musuh di dalam diri manusia), alkohol/arak tergolong minuman tamasik yaitu minuman yang menimbulkan sikap malas. Arak sebaiknya dikonsumsi secara terbatas dan terkendali hanya untuk tujuan kesehatan, pengobatan (usadha), upacara/yadnya dan ekspor.

Sesungguhnya Paiketan Krama Bali menyampaikan sikap resmi untuk menolak Penetapan Penetapan Hari Arak Bali pada 29 Januari 2023 semata-mata bertujuan untuk menjaga wibawa Pemerintah Daerah Bali dan demi kebaikan dan citra masyarakat Bali yang kami cintai. Semoga pikiran-pikiran positif datang dari segala penjuru. (RED-MB)