Denpasar (Metrobali.com)-

Prof.Emil Salim menkritik proses demokrasi di negeri sebagai demokrasi para cukong, demokrasi pemilihan yang bertumpu pada kekuatan modal (uang), sehingga yang memenangkan persaingan secara de facto adalah pemilik modal, para cukong meminjam istilah Prof.Emil Salim.

Para cukong bisa berasal dari para oligarki partai, karena surplus kekuasaannya bisa menggangsir dana negara secara tidak sah melalui korupsi dan secara “sah” melalui aturan formal yang direkayasa untuk itu.

Oligarki ekonomi yang punya pundi-pundi sangat besar dari hak-hak istimewa yang diperolehnya: penguasaan SDA, monopoli dan oligopoli ekonomi dari rentang riset, produksi dan pemasaran, serta kemudahan dalam mengakses dana dari sistem perbankan dan pasar modal.

Gerak demokrasi yang sangat berbahaya, cepat atau lambat akan meruntuhkan demokrasi dalam pengertian konstitusi.

Dalam kondisi ini, kita menjadi teringat ucapan Bung Karno, REVOLUSI BEKUM SELESAI. Revolusi dalam pemahaman Soekarno adalah menjebol dan membangun. Menjebol lingkaran setan politik kekuasaan yang sarat dengan korupsi, kong kali kong politik dan sarat nepotisme.

Menjebol dan membangun melalui konsolidasi kekuatan rakyat dalam politik gotong royong, rakyat bahu membahu menolak politik uang, tidak memilih calon dengan indikasi korupsi, salah guna kekuasaan dan politisi demagog yang banyak janji dan banyak bohongnya.
Secara gotong royong memilih partai yang konsisten menjaga konstitusi, calonnya dengan kualifikasi pedagog: guru-guru politik yang bersetia pada idiologi negara, memilih politik sebagai panggilan kehidupan, sehingga menjalankan politik sebagai keutamaan -political virtiue-.

Tanpa revolusi politik gotong royong rakyat, kekuatan oligarki partai dan oligarki ekonomi, nyaris tidak mungkin “dipatahkan”.

Lanskap politik kita sangat didominasi oleh kolusi oligarki elit partai dan elit ekonomi. Kebijakan yang berhubungan dengan pengaturan dan pengelolaan SDA, seperti revisi UU Minerba yang kontroversial, UU Omnibus Law Cipta Kerja dan Perpu no.2 tanggal 30 Desember 2022 tentang Cipta Kerja yang sangat pro investor untuk mengakomodasi kepentingan lapisan tipis elite ekonomi yang didominasi oleh oligarki ekonomi.

Padahal kelompok ini telah memperoleh fasilitas dan kemudahan istimewa selama ini.
Oligarki politik yang secara riil menguasai kebijakan publik atas nama negara, dan kolusinya dengan oligarki ekonomi yang mengusai sumber daya yang besar, akan selalu memenangkan pertarungan politik yang amat sangat ditentukan oleh kekuatan modal dalam realitas politik transaksional dari hulu sampai hilir dan dari atas sampai di bawah.

Lingkaran setan kekuasaan yang busuk ini, meminjam cara pikir Soekarno, hanya bisa ditaklukkan dengan cara revolusi: membongkar dan membangun, melalui politik gotong royong bersama-sama menolak politik uang dan tidak memilih politisi busuk.

Pada dasarnya manusia adalah pelaku sejarah, sekarang saatnya untuk membuktikan kekuatan bersama rakyat, politik gotong royong, bagian dari ideologi yang sangat dipercaya Soekarno mampu menyelamatkan bangsa ini dari keterpurukan yang dalam.

Oleh : Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik, anggota MPR RI Utusan Daerah Bali BP. MPR RI 1999 -2004.