Ilustrasi

Oleh : Gde Sudibya

Judul sebuah artikel yang ditulis seorang wartawan senior cum sastrawan Goenawan Muhammad, menggambarkan kegaulan dari eseis ini, dengan terbitnya keputusan MK yang kontroversial tsb. Undang-undang “ditekuk” untuk tujuan pelanggengan kekuasaan, secara banal, terbuka tanpa rasa bersalah. Arogansi kekuasaan yang dipertontokan, politik dinasti yang dipamerkan, dengan penuh intrik dan licik, dimanfaatkan oleh vested interest yang haus kekuasaan, dengan menghalalkan semua cara. Kecemasan yang harus dirawat, yang diharapkan melahirkan kekuatan bawah sadar untuk melakukan perlawanan, karena suramnya masa depan demokrasi.
Dalam fenomena politik tuna moral ini, butir-butir kearifan kekuasaan dalam budaya Jawa, sebagai pengingat pemegang kekuasaan untuk lebih tahu diri menjadi penting. Menyebut beberapa: ADIGUNG ADI KUASA, dan OJO DUMEH.
Adigung adi kuasa, mengingatkan secara kultural, jangan mentang-mentang dengan kekuasaan, menjadi sombong dan angkuh dengan kekuasaan serta membiarkan kekuasaan menjadi sewenang-wenang.
Ojo dumeh, jangan mentang-mentang, sok tahu, sok kuasa, untuk memungkinkan bertumbuhnya rasa rendah hati, sikap simpati dan empati pada rakyat.

Jro Gde Sudibya, pemerhati sosial kebudayaan.