OJK 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Lembaga Otoritas Jasa Keuangan tengah mengkaji pengawasan dan aturan permodalan konglomerasi keuangan dalam rangka pengawasan terintegrasi berdasarkan risiko terhadap konglomerasi keuangan.

“Untuk permodalan masih dikaji dan mungkin baru tahun depan akan dikeluarkan (aturannya),” ujar Kepala Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis OJK Boedi Harmanto melalui pesan elektronik yang diterima di Jakarta, Jumat (3/10).

Boedi mengatakan, pengawasan integrasi merupakan komplementari atau bersifat melengkapi pengawasan individual perusahaan, sehingga permodalan individual perusahaan akan tetap berlaku.

Ia menambahkan, pada prinsipnya, modal secara konglomerasi harus lebih besar dari penjumlahan modal masing-masing perusahaan di bawahnya, yang disesuaikan dengan ketentuan masing-masing.

Prinsip tersebut menekankan pada kecukupan dan manajemen permodalan dari konglomerasi keuangan dan tidak menghilangkan kewajiban pemenuhan kecukupan permodalan dari masing-masing Lembaga Jasa Keuangan dalam grup konglomerasi keuangan.

Selain itu, tambahnya, prinsip ini juga menekankan pentingnya pengelolaan likuiditas pada konglomerasi keuangan secara keseluruhan, walaupun dalan beberapa yurisdiksi pengelolaan liduiditas termasuk dalam pengelolaan manajemen risiko likuiditas.

Dalam hal ini, lanjut Boedi, terdapat beberapa kriteria, yakni terdapatnya kerangka corporate governance konglomerasi keuangan, struktur kelompok usaha dan struktur manajerial yang transparan dan konsisten dengan profil risiko serta dipahami oleh pengendali dari grup konglomerasi keuangan.

Kriteria selanjutnya adalah adanya dewan komisaris, direksi dan pejabat eksekutif pada seluruh entitas dalam grup konglomerasi yang memiliki interitas, kompetensi, pengalaman dan kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Terakhir, grup konglomerasi keuangan diharapkan memiliki strategi dan risk appetite secara keseluruhan dan memastikan bahwa strategi diimplementasikan, serta memiliki dan mengimplementasikan kebijakan remunerasi yang sesuai dan memadai serta konsisten dengan profil risikonya.

“Tujuannya adalah memastikan ketahanan individual perusahaan dan juga secara konglomerasi, karena kami tidak ingin terjadi efek domino, di mana satu perusahaan ‘collapse’ terus yang lain juga jadi ‘collapse’,” ujar Boedi.

Ia menambahkan, selain permodalan dan likuiditas, OJK akan mengevaluasi dan mengawasi penerapan tata kelola yang baik atau corporate governance konglomerasi keuangan.

Prinsip tersebut menekankan pada pentingnya penerapan corporate governance dalam grup konglomerasi keuangan, terutama mengingat seringkali struktur suatu grup konglomerasi keuangan sangat kompleks dengan berbagai sektor dan jenjang entitas bisnis didalamnya.

Selanjutnya, OJK akan mengevaluasi penerapan manajemen risiko, yang menekankan pada pentingnya penerapan manajemen risiko, mengingat konglomerasi keuangan menjalankan bisnisnya yang sangat erat dengan risiko.

Menurut Boedi, terdapat beberapa kriteria umum atas penerapan manajemen risiko pada konglomerasi keuangan, terutama adanya kerangka manajemen risiko secara “group-wide”.

Kemudian, terciptanya budaya manajemen risiko, terdapat kebijakan “risk appetite” dan “risk tolerance” pada level grup, serta sistem dan proses yang efektif untuk mengelola dan melaporkan risiko konsenterasi secara “group-wide”. AN-MB