Gianyar, (Metrobali.com) 

 

Anggota Komisi VI DPR-RI dari Fraksi PDIP, I Nyoman Parta mempertanyakan kepada pemerintah dalam hal ini kepada Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia, Teten Masduki terkait tidak berjalannya implementasi dari Peraturan Menteri Koordinator Bidang perekonomian No 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang masih diterapkan sistem jaminan agunan dibeberapa institusi perbankan terhadap debitur.

“Karena yang terjadi di lapangan, Bank yang berada di group Himbara seperti, BII, BNI, Mandiri dan BTN, masih mempersyaratkan anggunan tambahan bagi pemohon KUR 0 sampe Rp 100 juta,” kata Nyoman Parta dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI dengan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia, Teten Masduki di Gedung DPR RI, Selasa (14/1/2023).

“Seperti pengelolaan usaha warung untuk nusaha mikro maka yang menjadi agunan pokok adalah usaha warungnya, dan untuk bidang pertanian seharusnya yang menjadi agunan pokok adalah sebidang sawah atau kebunnya, semestinya tidak diperlukan lagi agunan tambahan seperti dokumen BPKB maupun surat tanah sebagai agunan tambahan,” tutur Parta.

Hal tersebut juga mempersulit para kaum muda milenial yang akan mengajukan permohonan rencana bisnisnya. Seperti diketahui mereka pasti tidak memiliki sejumlah jaminan agunan seperti yang dipersyaratkan.

“Sebagai menteri yang membidangi UMKM tentunya kami ingin mendorong pelaksanaan Peraturan Menteri Koordinator Bidang perekonomian No 1 tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR untuk menyampaikan permasalahan ini kepada bank yang tergabung dalam Himbara untuk memberlakukan peraturan ini terhadap para UMKM,” ujar Nyoman Parta.

Politikus asal Desa Guwang Gianyar Bali ini juga mempertanyakan terkait produksi minyak makan merah untuk masyarakat yang pernah dikemukakan oleh Menteri Teten yang rencananya harga pasarnya hanya Rp 9.000/lier tetapi sampai hari ini tidak ada di pasaran, bahkan keberadaan minyak kita juga tidak nampak di pasaran (hilang).

Sama halnya dengan rencana produksi ‘Pisang Cavendish incorporated’ yang pernah Menteri Teten dengungkan, Nyoman Parta mempertanyakan bagaimana perkembangannya sampai sekarang dan dimana sentra produksinya berada, dan terkait standarisasi harga dan ekspor, karena waktu itu rencananya untuk diekspor.

“Kami juga ingin masyarakat di suatu desa di Bali dibantu dalam sektor pertanian di suatu kecamatan Bali yang telah dikenal dengan Jeruk Kintamani dan alangkah baiknya bisa dikembangkan menjadi ‘Jeruk Kintamani incorporated’, hal ini untuk dibantu terkait produksi dan masa panen serta peluang ekspor sebab hal ini untuk menghindari hal-hal seperti saat panen tiba tapi justru petani jeruk tidak bisa memetiknya, hal ini perlu diperhatikan oleh pemerintah,” pungkas Nyoman Parta. (hd)