Negara (Metrobali.com)-

Sejumlah nelayan di Desa Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali, beralih profesi menjadi buruh bangunan untuk menyikapi paceklik ikan.

“Kalau hanya mengandalkan hasil laut saja jelas tidak cukup, karena ikan jarang ada. Kami juga butuh uang buat Lebaran sehingga suami saya memutuskan untuk menjadi buruh bangunan di Denpasar,” kata Rina Mardiana, warga Desa Pengambengan, yang suaminya alih profesi menjadi buruh bangunan, Senin.

Meskipun tidak sebesar saat musim ikan, penghasilan sebagai buruh bangunan lumayan untuk bekal menjelang Lebaran mendatang.

“Katanya kalau buruh biasa dibayar Rp50 ribu per hari, tapi kalau bisa menjadi tukang bayarannya Rp70 ribu. Kalau bisa berhemat cukup untuk Lebaran nanti,” ujarnya.

Rina juga mengungkapkan, hampir seluruh nelayan di Dusun Kelapa Balian berangkat ke Denpasar untuk menjadi buruh bangunan.

Selain di Dusun Kelapa Balian, eksodus nelayan untuk menjadi buruh bangunan ke Denpasar juga terlihat di Dusun Ketapang Lampu.

Di dusun ini, anak muda yang dulunya anak buah perahu selerek, memutuskan merantau ke Denpasar menjelang lebaran.

“Saya suruh anak saya untuk ke Denpasar, ikut teman-temannya jadi buruh bangunan. Kalau cuma dirumah saja, apa mau dipakai lebaran?” kata Samsul, warga Dusun Kelapa Balian.

Menurut dia, paceklik ikan tahun ini benar-benar memukul perekonomian nelayan karena berlangsung hampir satu tahun penuh.

“Tahun lalu juga bisa dibilang paceklik, tapi menjelang lebaran atau saat bulan puasa seperti sekarang, meskipun tidak banyak, ikan ada sehingga kami tidak bingung,” ujarnya.

Samsul maupun Rina mengungkapkan, tahun ini seluruh perahu maupun sampan yang melaut nyaris tidak pernah mendapatkan ikan.

Samsul mengaku, setiap kali menebar jala di laut, ia hanya bisa membawa pulang satu atau dua ekor ikan seharga Rp5.000. AN-MB