Foto: Grace Anastasia Surya Widjaja, SE, anggota Komisi II DPRD Provinsi Bali.

Denpasar (Metrobali.com)-

Carut marut dunia pendidikan, tidak hanya terkait dengan bagaimana cara meningkatkan kualitas keluaran dari lembaga pendidikan, akan tetapi saat ini juga berkaitan dengan sistem penerimaan peserta didik baru, yang menjadikan sekolah swasta di Bali terancam tutup, sebagaimana dilansir oleh media massa online. Pemberitaan ini, mendapat tanggapan dari Grace Anastasia Surya Widjaja, SE, anggota Komisi II DPRD Provinsi Bali.

“Miris rasanya membaca SMP Blahbatuh di Kabupaten Gianyar, hanya mendapatkan 4 (empat) orang siswa untuk PPDB tahun ini, dan terancam tutup operasional”, ungkap Grace, menanggapi pemberitaan media.

Padahal, menurut Grace yang juga pengurus DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Provinsi Bali ini, sekolah swasta dalam sejarahnya sekolah-sekolah swasta lebih dahulu berdiri, dibandingkan dengan sekolah negeri. Sebut saja perkumpulan keagamaan seperti Muhammadyah,  yang terlebih dahulu mendirikan sekolah pribumi pada masa penjajahan. Hal ini berarti bahwa keberadaan sekolah swasta memiliki arti yang sangat penting dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dengan demikian, sudah sewajibnya pemerintah pusat dan daerah, memperhatikan keberlangsungan keberadaan sekolah swasta dimasa sekarang ini. Sebab seberapapun besarnya anggaran pemerintah untuk mendirikan sekolah negeri, tidak akan pernah cukup mampu untuk menampung seluruh peserta didik, dari jumlah penduduk yang terus meningkat.

Kalau kita berkaca dari sistem pedidikan di luar negeri, terang Grace, sebagai contoh Finlandia yang menggratiskan biaya pendidikan dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi, tentu terlalu jauh jangkauan kemampuan negara kita, hingga mampu menggratiskan.

Tapi yang perlu dipahami, bahwa alasan biaya pendidikan yang mahal disekolah swasta dibandingkan sekolah negeri, adalah faktor yang sangat berpengaruh, apalagi ditengah pandemi seperti saat sekarang ini. Jika merunut kebijakan pemerintah, dalam mensubsidi sekolah swasta melalui dana BOS, yang juga dipolakan di sekolah negeri, tidak cukup berpengaruh terhadap orang tua siswa, untuk memasukkan anaknya ke sekolah swasta. Sebab sekolah swasta dipastikan akan memungut biaya tambahan, yang juga dipastikan lebih besar dari pungutan bagi siswa di sekolah negeri, akibat dari fasilitas yang disediakan oleh sekolah swasta.

“Kalau menurut pendapat saya, sudah saatnya pemerintah dan pemerintah daerah, menetapkan standarisasi pendidikan, utamanya berkaitan dengan biaya pendidikan yang dapat dipungut terhadap siswa, dan hal tersebut berlaku di sekolah negeri maupun swasta,” tutur Grace.

Untuk kepentingan penunjang fasilitas lainnya, kata Grace, distandarisasi melalui peruntukkan penggunaan dana BOS. Hal yang sering menjadi permasalahan adalah membayar honorarium guru di sekolah swasta, berkenaan dengan hal ini, sudah saatnya bagi pemerintah untuk menentukan standar jumlah guru sesuai daya tampung sekolah swasta, dan juga diwajibkan semua guru yang disekolah swasta, bersetifikat profesi guru, sehingga mendapat tunjangan profesi dari pemerintah.

“Pada intinya, saya mendorong pemerintah dan pemerintah daerah, untuk melakukan terobosan, dengan menerapkan standarisasi biaya pendidikan yang wajib dikenakan kepada setiap siswa sekolah. Terkait dengan standarisasi lainnya, seperti fasilitas penunjang pendidikan, tenaga pengajar, dan standarisasi komponen pendidikan lainnya, tentunya mengikuti kemudian,” tutur Grace.

“Jika kita belum bisa menggratiskan biaya pendidikan bagi siswa, paling tidak, standar biaya pendidikan sekolah negeri dan swasta bisa kita standarisasi untuk memberikan kepastian tidak adanya perbedaan biaya pendidikan antara sekolah negeri dengan swasta.”, pungkas Grace mengakhiri wacananya. (dan)