KETAHANAN pangan harus mendapatkan tindak lanjut dan penanganan yang tepat saat ini, terkhusus di Kabupaten Badung. Terlebih jika ditinjau dari faktor demografi, laju pertumbuhan penduduk Badung sebesar 4,63% per tahun. Angka tersebut lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan Provinsi Bali yang hanya 2,15%. Tingginya laju pertumbuhan penduduk Badung ini sebagian besar dibentuk oleh derasnya laju migrasi dengan motivasi sosial ekonomi. Dimana hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Badung tahun 2010 sebanyak 543.332.

Ketahanan pangan terkait erat dengan masalah penyediaan bahan pangan beras, walaupun tersedia bahan pangan alternatif, yang dari aspek angka kecukupan gizi tidak kalah, bahkan lebih baik dari beras. Namun, perubahan iklim yang sulit dikontrol, dengan tingkat resiko dan ketidakpastian (risk and uncertainty) yang amat tinggi, dapat berdampak pada ketersediaan pangan.  Menyikapi kondisi tersebut, Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten Badung mengadakan rapat kerja bertema “Peningkatan Sinkronisasi dan Sinergisitas Kebijakan Ketahanan Pangan di Daerah dalam mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim”, di Puspem Badung, 30 Januari 2012. Rapat dihadiri Direktur Urusan Pemerintah Daerah I Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Edy Sugiharto, Sekda Badung Kompyang R. Swandika, Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Badung Ratna Gde Agung, Ketua Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Badung Nyonya Kompyang R. Swandika, Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Badung I.G.A Ketut Sudaratmaja, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Pemerintahan Desa Provinsi Bali, seluruh pimpinan SKPD di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung serta para narasumber.
Rapat kerja ini membahas rancangan implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang ketahanan pangan menyangkut perencanaan dan indikator SPM. Tema ini sejalan dengan tema pembangunan daerah Kabupaten Badung tahun 2013 yaitu penguatan sinergisitas, serta prioritas pembangunan diantaranya pertanian dalam arti luas, peningkatan kualitas pelayanan publik dan penanganan kebencanaan.
Nenek moyang masyarakat Bali sejak dulu memiliki kalender (dewasa ayu) dan perhitungan iklim tradisional (sasih). Bahkan metode distribusi air sawah tradisional (subak). Metode ini menjadi acuan untuk menentukan waktu yang tepat untuk melakukan aktivitas pertanian mulai dari pembibitan, menanam bibit, pemeliharaan, hingga musim panen. Secara spiritual, metode ini juga diyakini sebagai hari yang baik. Namun, perubahan iklim yang terjadi sekarang, membuat segalanya menjadi serba sulit diprediksi dan dikendalikan.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pertanian telah didirikan di Kabupaten Badung untuk mendidik generasi muda agar tidak melupakan pertanian sekaligus melahirkan calon-calon petani. Organisasi subak juga didukung agar dapat terus aktif dan hidup dalam mengelola distribusi air pertanian. Subsidi pupuk dianggarkan, saluran-saluran irigasi baik primer, tersier dan sekunder secara berkelanjutan dipelihara dan diperbaiki, sumber daya petani terus ditingkatkan oleh para penyuluh lapangan melalui sekolah lapang pertanian. Upaya-upaya tersebut dipaparkan  Gde Agung dalam sambutannya.
Sementara I.G.A Ketut Sudaratmaja menyatakan, warga Badung patut bersyukur, karena masih mampu mencukupi kebutuhan pangan khususnya beras dengan angka surplus berkisar antara 7.876 ton sampai 11.869 ton per tahun dalam 3 tahun terakhir ini. “Masalahnya sekarang adalah kita harus tetap mengupayakan untuk menyediakan pangan yang beragam, berimbang, bergizi dan aman. Karena itu kita perlu melakukan penguatan edukasi pada masyarakat kita,” ungkapnya.
Dalam kegiatan itu juga dilaksanakan penandatanganan kesepakatan bersama dan perjanjian kerjasama antara Gubernur Bali yang diwakili Kadis Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali Made Putra Suryawan dan Bupati Badung, mengenai tingkat produksi yang harus dicapai berkaitan dengan ketahanan pangan. MB1