Oleh: I Gde Sudibya
Sebagaimana diberitakan di media sosial, rekan Nym. Glebet telah meninggalkan kita bersama di dunia yang fana ini. Sosok Nym. Glebet, dosen arsitek tradisional Bali, ikut aktif terlibat pada sejumlah kegiatan yang berdimensi jauh ke depan buat masyarakat Bali, pembangunan Bandara Tuban ( sekarang Bandara Ngurah Rai ).
Bahkan, di akhir tahun 60′ an pada saat yang bersangkutan masih sekolah di STM, juga sangat inten memberi masukan ke tim konsultan  Sceto bersama para senior Nang Lecir, Gst. Kt. Kaler dan beberapa senior lainnya,  yang sekarang kita kenal sebagai Nusa Dua Tourist Resort. Aktivis sosial, cerdas dan tangguh, tentang ruang Bali, penyelamatan ruang dan alam Bali, berbasis pengetahun yang mantap, teguh dan nyaris tanpa kompromi.
Totalitas kehidupan untuk Bali. 
Dari  Pak Man Glebet kita memperoleh pengetahuan dan juga pengalaman yang dibagikan tentang bagaimana pemimpin Bali era tahun 60′ an dan sesudahnya punya pemikiran visioner tentang Bali. Peresmian Hotel Bali Beach Sanur ( sekarang Hotel Grand Bali Beach ) di pertengahan dasa warsa 60′ an, segera diikuti oleh pembangunan Bandara Tuban, pembangunan Nusa Dua Tourist Destination dan lembaga pendidikan BPLP, memberikan penggambaran nyata dari kebijakan visioner pemimpin Bali pada masanya.  Yang kemudian berdampak jauh beberapa dasa warsa berikutnya, dan bahkan bisa dirasakan sampai sekarang.
Pak Man Gelebet bisa cerita panjang lebar tentang semangat dan suasana kebatinan dari proses lahirnya Perda tentang Pariwisata Budaya tahun 1974, bukan cerita seorang intelektual pengamat, tetapi pelaku di lapangan yang sangat paham arsitektur, penyelamatan ruang, alam dan nilai-nilai budaya yang berkaitan dengannya.
Kita mengetahui, Perda Pariwisata Budaya tahun 1974, sebetulnya merupakan landasan penting dari pengembangan strategi pariwisata budaya, yang kemudian akhirnya tidak berhasil, kalau tidak mau dikatakan gagal.
Poto/fb/winarta
Kalangan aktivis di era tahun 90′ an pada saat gerakan reformasi mulai bersemi, baru ngeh kalau Perda Tinggi Bangunan sebatas tinggi pohon kelapa merupakan penyerdahanaan dari konsepsi tinggi bangunan ” soring kepuh tunggul “, simbolik yang kaya makna, memasuki sistem keyakinan yang lebih dalam dengan dimensi luas.
Pak Nym Gelebet juga punya konsep bahwa setiap mambangun fasilitas pariwisata seperti hotel dan restoran harus berjarak dengan sempadan pantai, pura-pura besar dan sungai. Maka pada saat itu muncul istilah apenimbuk, apeneleng terkait jarak pembangunan hotel dengan sempadan pantai dan sungai yang menjadi peringatan buat investor yang hendak membangun fasilitas pariwisata di Bali.
Begitu juga jika investor berencana membangun hotel di Bali harus berjarak dari pura – pura besar di Bali seperti pura sadkhayangan dan dangkhayangan. Namun sayang, gagasan itu tidak diapresiasi oleh Pemprov Bali saat itu. Pembangunan hotel pun berkembang secara liar dan merusak alam dan budaya Bali terus menjamur sampai saat ini.
Rekan para wartawan di era tahun 90′ an dan satu dasa warsa sesudahnya, sangat memahami Nym.Glebet adalah nara sumber yang mumpuni tentang arsitek, ruang Bali dengan pendapat yang amat sangat tegas dalam pembelaan terhadap Bali, dan masa depannya.
 Guru Kehidupan
Meminjam ucapan Mahatma Gandhi yang ternama: ” my life is my message ” – kehidupan saya adalah pesan saya, Nyoman Glebet adalah guru kehidupan dalam artian sebenarnya. Tentang: kejelasan pilihan kehidupan, konsistensi tanpa kompromi kalau menyangkut ruang Bali dan penyelamatannya, kesederhanaan kehidupan yang ugahari ( yang sebetulnya merupakan salah satu kekuatan dari ethos kerja manusia Bali ), integritas dan kredibilitas yang sangat mengagumkan.
Selamat jalan Kawan, selamat bercengkerama dengan para Dewa di alam Sorga sana. Kalah dan menang dalam perjuangan di dunia maya ini, menjadi sangat relatif. Yang terang sejarah telah mencatat dengan tinta emas keteguhan Kawan dalam nindihin gumi dan kepatutan di jagat Bali.
RAHAYU ( meminjam ucapan Rsi Bhisma khususnya  kepada Pandawa di medan laga Kuru Setra ).
Tentang Penulis
I Gde Sudibya, pengasuh Dharma Sala ” Bali Werdhi Budaya “, Rsi Markandya ‘ Ashram, Br.Pasek, Ds.Tajun, Den Bukit, Bali Utara.