Denpasar (Metrobali.com) –

 

Tak salah rasanya Aloysius Werang SH, MM. Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Malaka yang optimis untuk mengangkat keindahan pariwisata dan adat istiadat serta budaya daerahnya, bahkan bertaburan cantik pantai-pantainya yang masih ‘perawan’ menjadi incaran turis mancanegara pada suatu saat kelak.

“Benar, memang saat ini Pariwisata Malaka belum ada apa-apanya. Namun dibawah kepemimpinan Beliau, Dr. Simon Nahak, SH, MH. Dengan dukungan penuh diaspora atau warga Malaka yang tinggal bertebaran diseluruh Indonesia, khususnya diaspora Malaka-Bali, kami bertekad untuk membangun pariwisata Malaka,” katanya dalam Talk show dengan tema, ‘MENUJU KABUPATEN MALAKA yang BERBUDAYA KERJA serta Menata Pelayanan Publik, Pariwisata, dan Adat istiadat’ Kamis (5/5/2022) di Hotel Crystal Kuta-Bali.

Menurutnya, Keunggulan wisata Malaka terletak pada kebudayaan dan wisata alam. Dan berdasarkan data penduduk per 31 des 2021 terdapat sekitar 197.000 lebih populasi penduduk dari daerah yang berbatasan langsung dengan negara Timo Leste tersebut.

“Kami akan kelola kepariwisataan Malaka secara optimal dengan menggunakan semua potensi yang ada termasuk dukungan dari ‘Diaspora Power’ untuk membantu mengembangkan pariwisata malaka. Diaspora juga akan membantu Pemkab Malaka untuk memperkenalkan atau mempromosikan pariwisata Malaka,” tutur Aloysius.

Untuk itu, lanjutnya, Pemkab Malaka melalui Dispar Malaka membuka diri untuk menerima masukan dan pemikiran konstruktif dari semua pihak terutama diaspora Malaka. Bahkan konsep digitalisasi pemasarannya serta ikon dan mottonya pun tengah dipersiapkan.

Hal ini sesuai dengan semangat untuk membangun Malaka dalam konsep Penta Helix Pariwisata. Bahwa semua stakeholders pariwisata dilibatkan dalam pengembangan pariwisata daerah. Hal ini dilakukan mengingat sektor pariwisata merupakan peluang baru pengembangan ekonomi daerah.

Sebelumnya, Suami tercinta dari Veronika Fahik, SE, MM. sebelumnya menduduki jabatan sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah Kab. Malaka. Sampai akhirnya Sang Bupati Simon meliriknya untuk menggawangi kepariwisataan Malaka.

Ada yang paling menarik dari ceritanya tentang upaya pelestarian lingkungan hidup penangkaran satwa buaya (crocodile farm) yang apabila dikemas dengan baik maka pastinya diprediksi akan menjadi wahana yang paling diincar oleh wisatawan asing dan domestik.

“Iya, terutama dibeberapa tempat seperti di Desa Lakulo, Desa Umatoos, Desa Kletek, Desa Bolan dan Desa Railor ritual tersebut masih kerap dilaksanakan,” kata Aloysius.

Ritual buaya itu biasanya dilakukan bilamana ada kejadian buaya yang memangsa manusia dan jasadnya yang tidak ditemukan. Dengan ritual tersebut, sang pawang akan melakukan ritual untuk memanggil buaya dengan harapan satwa reptil tersebut mengantarkan kembali jasad korban yang tidak ditemukan tersebut.

“Kami sedang mempertimbangkan untuk mengembangkan ritual tersebut kearah ‘atraksi’ atau pertunjukan hiburan untuk tamu atau pengunjung,” tuturnya.

Atraksi ritual memanggil satwa buaya hanya ada di Kabupaten Malaka dan tidak ada di tempat lain. Bahkan dinegara Australia pun yang terkenal begitu banyak terdapat habitat satwa tersebut tidak ada ritual menarik tersebut.

Selain menjadi upaya penangkaran, tentunya ritual ‘komunikasi’ tersebut sangat sakral dan bermartabat karena menyangkut kehidupan makhluk ciptaan Tuhan di darat dan di laut.

 

Pewarta : Hidayat