Jakarta (Metrobali.com)-

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menjamin rancangan undang-undang (RUU) Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) tidak mengandung pasal yang mengekang kebebasan masyarakat dalam berdemokrasi.

“Kami jamin karena kami bertanggung jawab sesuai dengan Undang-undang Dasar (UUD) sebagai pedoman RUU itu, yaitu pasal 28j yang menjamin bahwa itu harus ada pembatasan untuk menjamin hak orang lain,” kata Mendagri ketika ditemui di kantornya, Rabu (26/6).

Dengan berlandaskan aspek moral, ketentraman dan ketertiban, serta nilai-nilai agama yang berlaku, maka RUU Ormas justru memberikan keleluasaan beraktivitas terhadap ormas-ormas di Indonesia.

Dibandingkan dengan UU sebelumnya, Nomor 8 Tahun 1985 tentang Ormas, maka RUU tersebut justru lebih longgar pengaturannya, yang salah satunya adalah ormas boleh didirikan dengan asas selain Pancasila.

“Di UU Nomor 8/1985, ormas dapat dibubarkan kalau menghambat pembangunan dan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Di RUU ini boleh menggunakan asas lain misalnya keagamaan, kemanusiaan,” jelas Gamawan.

RUU Ormas kembali ditunda pengesahannya karena rapat paripurna DPR, Selasa (25/6),yang batal menyetujui rancangan UU tersebut.

DPR mengaku telah menyetujui isi RUU Ormas, namun menganggap perlu dilakukan sosialisasi guna menampung usul penolakan dari pihak perwakilan ormas.

Sekretaris Eksekutif Setara Institute Benny Susetyo menilai RUU Ormas dapat membelenggu kebebasan berekspresi masyarakat melalui peraturan yang diterapkan Pemerintah.

“Meskipun ada perbaikan terhadap pasal-pasal yang bermasalah, itu sifatnya tambal sulam karena perubahan yang muncul berdiri di atas kerangka berpikir yang keliru,” kata Romo Benny di Jakarta, Rabu.

Berbagai pertimbangan pelanggaran ormas di dalam RUU tersebut sebenarnya telah diatur di berbagai peraturan lain, seperti KUHP/KUH Perdata, UU Yayasan, UU Keterbukaan Informasi Publik, UU Tindak Pidana Korupsi, UU Pencucian Uang hingga UU Anti Terorisme dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. INT-MB