JELANG LENGSER: Petahana Gubernur Bali, Wayan Koster bersama Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati yang menegaskan akan kembali bertarung merebut simpati masyarakat Bali di Pemilihan Gubernur serangkaian Pilkada Serentak 2024 mendatang, menyerahkan sejumlah bantuan bernilai fantastis di Klungkung, Selasa, 7 Februari 2023.

Denpasar, (Metrobali.com)-

Petahana Gubernur Bali, Wayan Koster bersama Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menegaskan akan kembali bertarung merebut simpati masyarakat Bali di Pemilihan Gubernur serangkaian Pilkada Serentak 2024 mendatang.

Psywar pun seolah ditunjukkan kepada calon penantang Koster-Ace dalam acara tatap muka Gubernur Bali di Balai Budaya Ida I Dewa Agung Istri Kanya pada, Selasa (Anggara Wage, Pahang) 7 Februari 2023.

Salah satu yang mencolok adalah tambahan penghasilan untuk perbekel dan perangkat desa yang selama paceklik Covid-19 tetap menerima gaji lancar.

Adapun gelontoran bantuan-bantuan, yakni 1) Bantuan Keuangan Khusus (BKK) kepada Pemerintah Kabupaten Klungkung senilai Rp52,78 miliar; 2) Bantuan aset tanah kepada Pemerintah Kabupaten Klungkung sebanyak 36 bidang tanah dengan luas 7,65 hektare untuk penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Klungkung; 3) Bantuan aset tanah sebanyak 10 bidang tanah dengan luas 2,80 hektare untuk pengempon Pura Sad Kahyangan Segara Penida, Desa Sakti, Nusa Penida; 4) BKK kepada pemerintah desa se-Kabupaten Klungkung senilai Rp3,23 Miliar untuk tambahan penghasilan perbekel dan perangkat desa; 5) Hibah uang kepada 122 desa adat se-Kabupaten Klungkung senilai Rp36,6 miliar; dan 6) BKK kepada 38 subak dan subak Abian se-Kabupaten Klungkung senilai Rp820 juta

“Pemberian bantuan ini patut diberikan catatan khusus. Di mana keputusan Wayan Koster ini sangat bernuansa manover politik yang bisa disebut melanggar etika publik,” kata pengamat sosial politik Jro Gde Sudibya Selasa 14 Februari 2023 menanggapi bantuan perbekel dan perangkat desa lainnya di Kabupaten Klungkung belum lama ini.

Menurutnya, membagi dana negara dalam keuangan negara yang terbatas (defisit APBN dan hutang negara yang menumpuk), bisa ditafsirkan melanggar etika publik, kampanye politik terlalu dini, bentuk “money politics” terselubung.

Dikatakan Gubernur Koster mestinya membantu masyarakat langsung yang terkena imbas ekonomi karena covid-19. Bantuan ke desa adat ini sangat ironis di tengah ekonomi Bali mengalami tekanan berat selama 3 tahun pandemi, jumlah orang miskin dan rentan menjadi miskin bertambah.

“Semestinya dana APBD difokuskan untuk menanggulangi kemiskinan pada sumbernya, bantuan ke mereka untuk meningkatkan produktifitasnya, bukan pemberian “bonus ” bagi elite perdesaan yang relatif lebih mapan dari massa rakyat yang miskin,” katanya.

Lebih lanjut dikatakan, model “dana kampanye” dini ini, menggunakan uang negara, membuat persaingan politik menjadi tidak fair, padahal fairness (kejujuran, keterbukaan, perlakuan sama antar kontestan) merupakan persyaratan dasar dari pengembangan demokrasi yang sehat dan berkualitas.

“Dana negara model beginian, seperti dana bansos dan dana-dana serupa, rawan korupsi yang sulit dapat dipertanggungjawabkan dari sisi akuntabilitas dalam perspektif: penciptaan kesempatan kerja, meningkatkan produktifitas ekonomi rakyat terutama kaum miskin, semestinya diwaspadai akan melahirkan masyarakat yang “tergantung” ( dependent society), masyarakat “peminta-minta” (beggar’ society), pada masyarakat Bali yang secara kultural independen, mandiri, punya pride tinggi, dan “mengemis” adalah sebuah kenistaan,” ujarnya.

Dikatakan, “Politik krumunan” dengan uang negara bisa menjebak masyarakat ke kemunduran kultural, yang kemudian soal waktu saja akan melahirkan kemiskinan kultural: malas, iri hati, dengki, mabuk, masa bodo, “nganggo kita” yang menjadi pangkal penyebab kemiskinan berkepanjangan lintas generasi. Ini bisa disimak dalam sejarah sosiologi masyarakat Bali. (SUT-MB)