Depok (Metrobali.com)-

Korban jiwa terus berjatuhan akibat mengonsumsi minuman keras oplosan, tetapi tidak ada rasa jera di kalangan penggemar lainnya.

Pesta minuman keras oplosan di Kompleks Pakis Wetan menyebabkan 11 orang tewas di Surabaya dan tiga lainnya di Gresik, pertengahan September lalu.

Polisi masih mengembangkan kasus tewasnya sembilan orang yang diduga keracunan minuman keras oplosan bernama Cukrik itu. Menurut Kapolsek Sawahan, Kompol Manang Soebeti, sampelnya sedang diteliti untuk diketahui kandungannya. Sementara penjualnya, Ismail (51) ditetapkan sebagai tersangka dan orang yang memasok minuman keras tersebut masih diburu.

Akibat barang dagangannya itu, Ismail terancam dijerat UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan yang menetapkan: mengedarkan atau menjual makanan atau minuman tanpa izin edar terancaman kurungan dua tahun penjara, menjual makanan atau minuman yang mengakibatkan luka berat ancaman kurungan tujuh tahun penjara, dan menjual makanan atau minuman yang menyebabkan orang meninggal dunia ancaman kurungan 10 tahun penjara.

Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Setija Junianta menyesalkan beredarnya minuman keras di warung-warung di pinggir jalan yang dengan mudah dibeli oleh anak-anak remaja karena harganya juga cukup terjangkau. Di warung Ismail terdapat barang bukti 60 botol minuman keras (miras) masing-masing berisi 1,5 liter.

Kemudian pertengahan Oktober, enam orang juga meninggal setelah mengikuti pesta minuman keras di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Polisi tidak memproses hukum dan menentukan tersangka, terkait kasus pengoplosan miras numan keras (miras) ini karena kedua pengoplosnya meninggal dunia.

“Minuman keras oplosan yang mereka konsumsi dibeli dari beberapa warung. Campurannya terdiri atas minuman ringan, Mansion, Vodka, yang komposisinya tidak diketahui pasti,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto.

Sebelum kejadian, menurut dia, para pengonsumsi minuman keras (miras) oplosan pernah terjaring razia, dan mereka sempat membuat pernyataan tertulis tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi. Namun, nyatanya mereka tidak kapok dan kembali mengonsumsi miras oplosan, sampai akhirnya tewas.

Agustus lalu, 14 orang juga dinyatakan tewas setelah meminum miras oplosan di kawasan Kemayoran Jakarta, yang dijual di sebuah toko di Jl. Remaja III, Cempaka Baru. Si pemilik toko, Rendy telah ditahan oleh polisi.

Dua orang lainnya, Supriyadi dan Mulyadi juga tewas akibat miras oplosan Korban minuman keras terus berjatuhan. Supriyadi dan Mulyadi tewas setelah sehari menjalani perawatan di rumah sakit. akibat miras oplosan. “Supriyadi membeli miras jenis ginseng di warung milik Robert Sudrajat,” kata Kasat Reskrim Polres Jakut, AKBP Daddy Hartady.

Robert membuka lapak jamunya di Jl Budi Mulia, Kelurahan Pademangan Barat. Kini, dia telah diamankan pihak kepolisian. Dalam penggeledahan di tokonya ditemukan beberapa jerigen arak dan sejumlah botol ginseng yang telah dioplos dan siap dijual ditemukan.

Menurut tersangka, kedua jenis minuman itu dicampur lalu dimasukkan ke jerigen ukuran 30 liter, didiamkan selama 24 jam dan akhirnya menjadi minuman Ginseng yang mematikan itu.

Pesta miras tak terbatas di ibu kota, tetapi juga di daerah seperti Sukabumi – Polres masih melakukan penyelidikan terkait tewasnya dua warga Kampung Babadan Kelurahan/Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi yang diduga akibat menenggak miras oplosan.

Satu orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, karena diduga memberikan cairan pelarut karat untuk dioplos dengan minuman, kata Kasat Reskrim Polres Sukabumi, AKP Galih Wisnu Pradipta.

Kasus miras oplosan di Salatiga April lalu, mengakibatkan 21 korban tewas. Polres setempat sedang menangani kasus tersebut dengan meminta keterangan dari penjual minuman keras oplosan Rusmanadi alias Tius (39), warga Jl. Karangpete Kodya Salatiga, Jawa Tengah, kata Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Djoko Erwanto.

Tewasnya puluhan orang di Kota Salatiga ini berawal saat beberapa korban menggelar pesta miras oplosan yang dibeli dari tersangka di tiga tempat berbeda yakni di Kalitaman, Sidorejo, dan Argomulyo. Kemudoan para peserta pesta miras itu mengalami kejang-kejang dan suhu tubuh tinggi, bahkan ada yang langsung tidak sadarkan diri.

Tragedi miras oplosan juga merenggut 15 korban jiwa di Majalengka. Polisi, kata Kasat Res Narkoba Polres Majalengka, AKP Susilo, telah menetapkan penjual miras oplosan Haryanto alias Buyung (33) warga Kelurahan Majalengka Kulon, sebagai tersangka.

Perlu perhatian lebih serius Gerakan Nasional Anti-Minuman Keras mencatat 18.000 orang tewas setiap tahun di Indonesia akibat minuman keras oplosan. Jika dibandingkan dengan jumlah kecelakaan lalu lintas yang rata-rata mencapai 27 ribu korban meninggal dunia per tahunnya, maka bencana akibat miras oplosan layak menjadi perhatian bersama.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Surabaya, Paidi Prawirorejo mendesak pemerintah untuk lebih serius dalam menangani kasus peredaran miras di pasaran yang telah menyebabkan ribuan korban meninggal sia-sia. “Pemerintah belum serius dalam memperhatikan hak-hak konsumen dan masih menempatkan konsumen sebagai objek,” katanya.

Tingginya korban jiwa akibat minuman keras (miras) oplosan di Indonesia memancing reaksi internasional. Awal 2013 lalu, Menlu Australia Bob Carr mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan pengawasan atas alkohol oplosan, setelah seorang pemuda Australia, Liam Davies meninggal dunia di Perth akibat mengonsumsi arak oplosan ketika merayakan tahun baru di Lombok.

Sebelumnya seorang pelajar putri asal Sydney mengalami kebutaan setelah mengkonsumsi minuman keras oplosan di Bali dan turis asal Swedia meninggal dunia di Lombok dalam kasus yang sama.

Minuman keras oplosan jenis cukrik yang menewaskan puluhan orang di Jawa Timur mengandung kadar alkohol cukup tinggi. “Bisa jadi di atas 40 persen, sehingga para peminum ini keracunan. Kaki dan tangan lumpuh,” kata Kepala IGD RSU Soetomo, Surabaya, Uriep Murtedjo.

Dia menduga cukrik tersebut dioplos dengan berbagai minuman, agar peminumnya cepat mabuk. Alkohol berkadar tinggi bila masuk ke aliran darah dapat mempengaruhi saraf. Jika yang terpengaruh adalah saraf mata maka pengelihatan akan rabun, sedangkan pada kaki dan tangan akan mengalami kelumpuhan. “Bahkan juga bisa menyebabkan impotensi,” kata Uriep Murtedjo.

Cukrik adalah sebutan untuk minuman keras oplosan di Surabaya. Minuman ini umumnya adalah arak beras hasil fermentasi. Lantaran harganya murah, cukrik kerap dikonsumsi kalangan bawah. Minuman ini masuk dalam kategori miras golongan C. Di Jombang, arak beras ini disebut silet dan di Jawa Tengah disebut ciu.

Terkait dengan tewasnya puluhan orang di Kemayoran akibat menenggak minuman keras oplosan, Gubernur DKI Joko Widodo berencana melakukan razia peredaran minuman keras di beberapa lokasi di ibu kota. “Satpol PP dan Kepolisian akan turun ke lokasi-lokasi rawan minuman keras,” ujarnya menegaskan.

Sementara itu Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim Akhmad Munir berharap, media massa dapat berperan dalam memberikan informasi dan edukasi melalui pemberitaan berimbang mengenai bahaya miras oplosan, kepada masyarakat.

Namun dia mengingatkan, jurnalis juga harus memberitakan secara berimbang karena di satu sisi minuman keras oplosan berkaitan dengan kebijakan lokal dalam tataran masyarakat adat, di sisi lain adalah bahaya yang ditimbulkannya.

Menurut Munir, di beberapa daerah minuman keras oplosan sering dipakai dalam kegiatan kebudayaan. Di Nusa Tenggara Barat misalnya, minuman keras arak digunakan untuk upacara penyambutan tamu. Demikian pula di Ponorogo, arak juga dipakai dalam prosesi seni reog.

Namun seperti, kata Munir, jangan sampai kebijakan lokal itu disalahgunakan secara berlebihan dan menjadi pembenaran untuk peredaran minuman keras, karena di balik botol-botol minuman itu maut siap menjemput. AN-MB