Denpasar (Metrobali.com)-

Pada umumnya istilah malapraktik acapkali menjadi wacana publik dalam dunia kedokteran. Tapi, sejatinya malapraktik dapat terjadi dalam berbagai aspek kehidupan. Begitu pula halnya dengan dunia pendidikan, sebagai proses pencetakan karakter bangsa yang berkualitas dan unggul.  Di mana malapraktik itu terjadi ketika para pihak merasa dirugikan dan hak-haknya ditiadakan atau diabaikan, sehingga dapat berakibat fatal dan berdampak buruk dalam jangka panjang bagi kehidupan masa depannya.

Malapraktik dalam dunia pendidikan terjadi ketika program ideal pengelolaan sekolah disalahgunakan ataupun disalahartikan demi kepentingan kelompok atau golongan tertentu hingga menimbulkan diskriminatif yang koruptif. Sebut saja kontroversi program rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI), misalnya, yang diperuntukkan hanya untuk mereka (siswa) yang cerdas dan kaya. Walaupun sudah tersedia beasiswa bagi yang miskin, tapi tetap tak mampu memenuhi rasa keadilan secara publik.

Di samping itu, juga program uji kompetensi guru (UKG) yang jeblok dan hanya bersifat formalitas, serta program kurikulum pendidikan yang overload dan sarat beban bernuansa politis. Begitu pula, program Masa Orientasi Siswa (MOS) maupun Orientasi Pengenalan Kampus (Ospek) yang sangat identik dengan perpeloncoan sebagai tindakan balas dendam dalam bentuk kekerasan verbal maupun fisik serta psikologis. Termasuk juga penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang acapkali disalahgunakan.

Malapraktik inilah yang acapkali memicu terjadinya peluang korupsi. Dampaknya, dunia pendidikan pun bukan menjadi pencetak karakter bangsa yang berkualitas dan unggul, melainkan malahan dicap sebagai pencetak generasi koruptor. Meskipun sejatinya pemerintah melalui Kemendikbud telah berupaya maksimal membuat pendidikan nasional semakin berkualitas, mudah, dan murah. Terutama dengan meningkatkan alokasi anggaran pendidikan dalam tahun depan untuk menyukseskan program wajib belajar 12 tahun.

Demikian diungkap oleh Ketua Dewan Pendidikan Kota Denpasar, Putu Rumawan Salain. Dia bahkan menegaskan bahwa malapraktik memang tidak hanya terjadi dalam dunia kedokteran, dalam dunia pendidikan, kasus malapraktik pun banyak ditemukan mulai dari jenjang pendidikan dasar maupun menengah serta perguruan tinggi. Hanya saja, sangat jarang diungkap sebagai wacana publik yang menarik dan heboh dalam sosial media. Ini seakan sangat jauh berbeda dengan malapraktik pada dunia kedokteran. “Yang selalu menjadi wacana publik mengebohkan dan bahkan acapkali menjadi berita utama (headline) dalam sosial media,” katanya.

Diakuinya, beragam langkah strategis yang selalu diupayakan pemerintah melalui Kemendikbud tidak akan dapat terwujud dengan baik dan sesuai target jika tidak dibarengi dengan tindakan antisipatif terhadap perilaku koruktif dari malapraktik pada dunia pendidikan. Karena, kegagalan dalam tata kelola dunia pendidikan dapat berdampak buruk terhadap proses pencetakan sekaligus pengembangan karakter bangsa ke depannya. Celakanya, dunia pendidikan bukan menjadi pencetak generasi emas bangsa yang berkualitas dan unggul, tapi justru akan melahirkan generasi koruptor. “Ini ditandai dengan banyaknya kaum intelektual muda kini tersandera kasus korupsi dan bahkan telah divonis sebagai koruptor,” sentilnya.

Menurutnya, perspektif tata kelola dunia pendidikan ke depan harus mampu memberikan layanan edukasi yang komunikatif, transparan dan akuntabel. Dengan ketersediaan informasi publik berbasis teknologi, yang terintegrasi dalam sistem dan program kurikulum, bahan ajar, metodologi, serta infrastruktur yang sesuai dengan perkembangan peradaban globalisasi zaman. Selain itu, juga harus mudah agar dapat diakses secara terbuka oleh publik, serta murah sehingga dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. “Untuk menciptakan pendidikan berkualitas, murah dan mudah sesuai amanat UUD’45 dan UU Sisdiknas,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Disdikpora Bali, AAN Gde Sujaya, menegaskan bahwa pihaknya selalu berupaya maksimal untuk mengantisipasi beragam kendala teknis terkait penerapan sejumlah program pendidikan selama ini. Agar dapat terwujud dengan baik dan tepat sasaran. Sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan dalam mencetak generasi emas bangsa yang berkualitas dan unggul. Terlebih lagi, pendidikan karakter bangsa saat ini lebih menekankan pada pendidikan antikorupsi. “Jadi malapraktik dalam dunia pendidikan semestinya tidak boleh terjadi lagi, karena dapat merusak jiwa dan masa depan bangsa,” tegasnya. IJA-MB