Foto: Tokoh masyarakat Badung I Gusti Ngurah Agung Diatmika yang juga Ketua Pengurus Daerah (Pengda) Kagama Provinsi Bali (kanan) bersama keluarga. (Foto dokumentasi diambil sebelum pandemi Covid-19).

Denpasar (Metrobali.com)-

Hari ini, Saniscara Kliwon Wuku Landep, Sabtu, 13 Februari 2021, umat Hindu kembali merayakan Hari Raya Tumpek Landep walau di tengah kondisi pandemi Covid-19.

Di hari suci ini, diadakan upacara selamatan terhadap semua jenis alat yang tajam atau senjata. Umat Hindu, khususnya Hindu Bali memohon ke hadapan Bhatara Siwa dan Sang Hyang Pasupati agar semua alat atau senjata yang dimiliki tetap bertuah.

Menurut Lontar Sundarigama disebutkan bahwa Tumpek Landep merupakan pujawali Bhatara Siwa dan hari saat beryoganya Sang Hyang Pasupati. Pada awalnya, Tumpek Landep identik dengan otonan perkakas dari besi atau logam seperti keris, sabit, kapak, hingga tombak. Dalam perkembangannya, televisi, kendaraan bermotor dan mobil, laptop, pistol, hingga pesawat terbang pun turut diupacarai.

Terkait perayaan Tumpek Landep, tokoh masyarakat Badung I Gusti Ngurah Agung Diatmika menilai senjata utama seorang manusia adalah dirinya sendiri. Tokoh karismatik asal Desa Dalung ini menyebut ibarat pedang yang diasah hingga tajam, demikianlah pikiran seseorang harus ditempa sedemikian rupa sehingga sampai pada titik bernama kebijaksaan.

“Senjata yang paling utama dalam kehidupan ini adalah pikiran. Karena pikiranlah yang mengendalikan semua yang ada dan untuk menuju kesejahteraan. Segala hal yang baik dan buruk dimulai dari pikiran. Maka dari itu, dalam perayaan Tumpek Landep ini seyogianya digarapkan kita senantiasa menajamkan pikiran,” kata Diatmika, Sabtu (13/2/2021) pagi.

“Di masa pandemi Covid-19, mari gunakan kecerdasan dan kendalikan pikiran dengan berpegang teguh pada norma-norma agama dan budaya,” ungkap pria murah senyum yang kini mengemban amanat sebagai Ketua Pengurus Daerah (Pengda) Kagama Provinsi Bali ini.

Terkait meluasnya pemaknaan Tumpek Landep hingga kini yang diupacarai berbagai macam benda, Agung Diatmika memandang hal tersebut sah-sah saja dan tidak perlu diperdebatkan.

“Jalani saja apa yang kita sudah yakini. Pang ten di tengah jalan berubah haluan (agar tidak di tengah jalan berubah haluan, red),” ungkap pria murah senyum ini.

“Agama tidak mempermasalahkan benar dan salah. Yang paling penting adalah meyakini apa yang patut dan sepatutnya. Lidah tak bertulang, pikiran tak bertepi. Yuk berdamai dengan keyakinan yang akhirnya kita percaya,” ungkapnya sambil menebar senyum optimis. (wid)