pembangkit listrik

LISTRIK telah menjadi kebutuhan vital yang tidak bisa dipisahkan dalam berbagai kegiatan, baik di tingkat rumah tangga hingga sentra usaha atau bisnis. Intinya, listrik disebut sebagai nafas kehidupan yang mampu mengubah pola pikir dan sikap kritis warga masyarakat dalam menghadapi kemajuan dari peradaban global.

Menyikapi dinamika itulah, Perusahaan Listrik Negara, PLN (Persero) secara terus menerus barupaya melakukan pembenahan, termasuk dengan memberi layanan setulus hati guna meningkatkan kepercayaan serta tingkat kepuasan pelanggan yang mengacu empat pilar dari program PLN Bersih (Partisipasi, Integritas, Transparansi, dan Akuntabilitas) untuk mencegah terjadinya praktek korupsi, suap, dan gratifikasi.

Dalam konteks ini, implementasi program PLN Bersih harus diawali dari komitmen bersama terutama keseriusan personal sumber daya manusia (SDM) dari petinggi hingga jajaran pegawai di tubuh badan usaha milik negara (BUMN) plat merah ini dengan bekerja lebih keras, bekerja lebih cerdas dan bekerja lebih ikhlas dalam mewujudkan Good Corporate Governance (GCG) dan antikorupsi.

Inisiatif PLN dalam menjabarkan Program PLN Bersih di antaranya membuat sistem pelayanan yang transparan dalam meminimalkan pertemuan tatap muka pelanggan dengan pegawai PLN, mengubah sistem pengadaan barang dan jasa melalui e-procement dan melakukan pembelian langsung ke pabrik.

Selain itu, membuat sistem penanganan keluhan pelanggan, layanan pasang baru, tambah daya secara online melalui Contact Center 123, atau melihat informasi pada Official Fans Page PT. PLN (Persero) dan website http://www.pln.co.id, serta twitter @pln_123.

Bahkan, PLN telah melakukan inovasi dengan program migrasi dari listrik konvensional ke prabayar yang disebut listrik pintar–solusi isi ulang dari PLN, untuk kemudahan, kebebasan dan kenyamanan bagi pelanggan.

Sehingga, setiap pelanggan bisa mengendalikan sendiri penggunaan listriknya sesuai kebutuhan dan kemampuannya. Artinya, pintar dalam menggunakan listrik (menyalakan seperlunya, mematikan selebihnya), pintar mengatur kebutuhan energi listrik, dan pintar memanfaatkan fasilitas pelayanan PLN.

Seperti halnya pulsa isi ulang telepon seluler, maka pada sistem listrik pintar, pelanggan juga terlebih dahulu membeli pulsa (voucher/token listrik isi ulang) yang berisikan 20 digit nomor yang bisa diperoleh melalui gerai ATM sejumlah bank ataupun melalui loket-loket pembayaran tagihan listrik online.

Kemudian, 20 digit nomor token tadi dimasukkan (diinput) ke dalam kWh Meter khusus yang disebut Meter Prabayar (MPB) dengan bantuan keypad yang sudah tersedia di MPB, lalu lsitrik pun sudah dapat dipakai sampai pulsanya habis.

Tak hanya itu, PLN juga mengajak pelanggan melakukan efisiensi atau penghematan listrik dengan memakai meteran PLN sesuai kapasitas keperluan atau kebutuhan. Hal ini dilakukan agar listrik bisa digunakan dengan bijak, dan bisa dinikmati seluruh lapisan warga masyarakat, serta program PLN bersih tidak dianggap hanya sebatas slogan saja, tapi betul-betul terwujud secara konkret.

Lembaga “Preman” Berlabel SLO

Inovasi program PLN Bersih memang telah dicanangkan untuk meningkatkan kepercayaan serta tingkat kepuasan pelanggan. Sayangnya, dalam kenyataan proses pembenahan kinerja dan sistem yang telah dilakukan PLN selama ini belum mampu mencerminkan layanan publik setulus hati yang lebih bermartabat, berbudaya dan berkeadaban.

Faktanya, sudah menjadi rahasia publik disinyalir oknum jajaran PLN acapkali berlindung dibalik Sertifikat Laik Operasi (SLO) dalam layanan pemasangan listrik baru untuk melakukan praktik pungutan liar (pungli) ataupun sengaja mengabaikan kewenangan atas kewajiban utamanya melayani pelanggan, warga masyarakat secara cerdas, dengan layanan cepat, tepat, mudah, murah serta efektif dan efisien. 

Dalam konteks ini, publik menduga telah terjadi praktik monopoli di tubuh badan usaha milik negara (BUMN) plat merah ini. Di mana, tugas PLN dalam penyambungan baru saat ini, sudah sangat jauh berbeda dengan pemasangan listrik konvensional, yang dulu memang punya tanggungjawab untuk melakukan pemasangan instalasi listrik pada rumah pelanggan dan sifatnya sangat terbatas saja.

Namun, kini tugas PLN hanya sebatas menarik kabel tegangan rendah dari jaringan PLN ke atap rumah pelanggan, warga masyarakat, dan memasang meteran sesuai kebutuhan sebagai wujud penghematan agar terhubung dengan MCB, dan listrik pun sudah tersambung hingga siap digunakan (menyala).

Sementara itu, urusan instalasi listrik rumah pelanggan kini telah diserahkan kepada pelanggan itu sendiri, entah mau memakai pihak rekanan dari kolega/mitra PLN, instalatir/kontraktor ataupun jasa profesional di bidangnya (kelistrikan) sesuai keinginannya. Ini berarti pelanggan mau mencari instalatir/kontraktor ataupun jasa profesional di bidangnya (kelistrikan) yang murah atau mahal, PLN sudah tidak boleh campur tangan.

Ironisnya, pelanggan, warga masyarakat acapkali terjebak ataupun sengaja dipersulit dengan berdalih adanya persyaratan administrasi yang tak logis dan sesungguhnya tak terlalu amat penting, yakni Sertifikat Laik Operasi (SLO) dari kolega/mitra PLN, yang dibuat atau dikeluarkan oleh pihak KONSUIL ataupun Perkumpulan Perlindungan Instalasi Listrik Nasional (PPILN).

Anehnya, terkadang sudah sangat jelas bahwa pelanggan punya hak dalam menentukan instalasi listriknya, tapi kenapa tetap dipaksa secara sukarela untuk membayar SLO dari pihak KONSUIL ataupun Perkumpulan Perlindungan Instalasi Listrik Nasional (PPILN) yang bukan pemasang instalasi rumahnya. Apalagi, kecenderungan biaya/ongkos SLO terkadang sangat jauh lebih tinggi dari biaya/ongkos pemasangan instalasi listrik itu sendiri. Sungguh, sangat ironis bukan?

Dalam konteks ini, berarti ada indikasi kuat bahwa PLN terkesan tidak percaya dengan kinerja perusahan instalatir/kontraktor ataupun jasa profesional di bidangnya (kelistrikan) di luar kolega/mitranya. Meskipun, sesungguhnya telah diakui publik, punya kompetensi dan berpengalaman di bidangnya (kelistrikan) bertahun-tahun.

Padahal, secara nalar dan logika berpikir kritis yang cerdas berarti sesungguhnya tidak ada persyaratan tertulis dari PLN kalau pelanggan harus punya SLO sebagai jaminan seperti ansuransi, yang artinya dapat ganti-rugi kalau terjadi musibah sesuai premi pertanggungan.

Jika SLO itu wajib berarti PLN bersama kolega/mitranya dari pihak Komite Nasional Keselamatan Untuk Instalasi Listrik (KONSUIL) ataupun Perkumpulan Perlindungan Instalasi Listrik Nasional (PPILN) dapat dianggap telah melegalkan terjadinya praktik monopoli yang tak sehat dan tidak sejalan dengan slogan PLN Bersih. Ini artinya PLN melakukan tindakan pemaksanaan kehendak kepada pelanggan atas dalih administrasi yang tidak bernalar dan berlogika.

Tak pelak, KONSUIL ataupun PPILN dapat dicap publik sebagai lembaga “preman” yang ingin mendapatkan fee atau pendapatan/penghasilan secara paksa dari usaha pihak lain, yakni instalatir/kontraktor ataupun jasa profesional di bidangnya (kelistrikan) dengan pembenaran berdalih demi keselamatan dan keamanan pelanggan, warga masyarakat.

Selain itu, jika SLO wajib publik pun berhak menafsirkan/menganggap PLN telah menjamin ataupun berani memberikan garansi bahwa dengan punya SLO berarti pelanggan telah membayar ansuransi atas musibah kebakaran akibat terjadinya konsleting listrik, sehingga berhak mendapatkan ganti rugi nantinya. Tapi, faktanya tak demikian, karena SLO sifatnya hanya sekadar untuk memenuhi administrasi semu belaka.

Implikasinya, pelanggan, warga masyarakat merasa telah dibohongi dan dibodohi, serta dipersulit oleh oknum PLN dan oknum kolega/mitranya dari KONSUIL ataupun Perkumpulan Perlindungan Instalasi Listrik Nasional (PPILN) dalam mendapatkan layanan publik prima dengan motto sewaka dharma, yang dimaknai melayani adalah kewajiban terkait hak menikmati listrik, secara cepat, dan tepat, serta efektif dan efisien.

Padahal, sesungguhnya secara resmi layanan publik terutama terkait pembayaran tagihan listrik PLN telah mengalami perubahan yang signifikan dengan menerapkan sistem online, drive thru, kantor pos, gerai ATM sejumlah bank, ataupun loket pembayaran tagihan listrik online. Ini artinya kepuasan pelanggan telah menjadi prioritas utama dari program PLN Bersih.

Kemudian, pertanyaan publiknya, jika yang lain bisa berbenah, kenapa layanan terkait SLO tidak bisa diperbaharui. Artinya, kalau bisa dipermudah kenapa mesti harus dipersulit. Makanya, kinerja pimpinan dan jajaran pegawai PLN dituntut harus secepatnya melakukan revolusi mental secara konkret, sehingga listrik pintar sejalan dengan slogan PLN Bersih.

Dalam kata lain, berarti listrik pintar, kinerja BUMN plat merah ini sudah semestinya semakin cerdas dengan layanan cepat, tepat, mudah, murah, efektif dan efisien secara bermartabat, berbudaya dan berkeadaban, demi upaya peningkatan kepercayaan serta tingkat kepuasan pelanggan, warga masyarakat.WB-MB