Oleh : Jro Gde Sudibya

Prof.Dr.Franz Magnis-Suseno Guru Besar Filsafat Driyarkara dalam sebuah acara di Jakarta mengemukakan ada lima tantangan global yang dihadapi, pertama, dunia sedang dikuasai ideologi neo liberalisme yang melahirkan ketidak-adilan sosial yang tajam. Kedua, negara terbagi antara yang mampu menarik modal global yang akan terus maju, sedangkan kelompok negara lainnya akan tertinggal.

Ketiga, ektremisme ideologis-agama. Yang jika tidak dikelola oleh negara dan kedewasaan masyarakat sipil, bisa melahirkan kekerasan, intoleransi, eksklusifisme, dan terorisme. Keempat, keambrukan lingkungan hidup alami, jika sampai tahun 2030 pembatasan suhu udara pada 1.5 derajat celsius tidak tercapai, malapetaka global tak terhindarkan. Kelima, perkembangan artificial intelligence, yang memperbesar kesenjangan sosial, dan bisa mempertanyakan masa depan umat manusia. (Budiman Tanuredjo, dalam Kompas, 8/4/2023).

Tantangan global yang harus dijawab oleh Bali, melalui kepemimpinan visioner ke depan, untuk membenahi kesenjangan sosial, menjaga dan merawat brand Bali sehingga mampu menarik investasi yang melahirkan pertumbuhan ekonomi berkualitas, menjaga, merawat toleransi dan multi kulturalisme yang merupakan ciri kultural yang melekat pada masyarakat Bali. Pembangunan yang lebih bersahabat dengan lingkungan, sehingga meminimalkan terjadinya longsor, banjir bandang dan bencanca hidrologi lainnya.

Meminimalkan proyek mercu suar yang “menerjang” hamparan sawah nan subur, merusak lingkungan dan semakin meminggirkan Subak. Investasi pengembangan SDM di industri IT, tidak sebatas menggelontorkan dana besar untuk peningkatan elektabilitas, yang efektifitas dan produktifitas ekonominya tidak jelas.
Pemimpin cerdas yang tidak gamang merespons perubahan, tidak kelebihan dosis melakukan “politicking”, terkesan gagap di tahun politik dan bahkan bisa dipersepsikan publik kurang waras dalam menjalankan dharma kepemimpinan.

Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat sosial ekonomi dan lingkungan.