Lukman Edy

Jakarta (Metrobali.com)-

Ketua Fraksi Partai Kesatuan Bangsa MPR RI Lukman Edy mengatakan, penguatan sistem presidensial yang telah dipilih bangsa Indonesia dalam menjalankan sistem perpolitikannya harus memenuhi tiga syarat.

“Saya sangat menaruh harapan pada penguatan sistem presidensial. Saya memandang penguatan sistem presidensial harus memenuhi tiga syarat,” kata Lukman Edy dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (10/11).

Lukman memaparkan, ketiga syarat tersebut harus penguatan demokrasi, penguatan pemerintahan, serta terakhir adalah penguatan hubungan antara pihak eksekutif dan legislatif sebagai bentuk untuk hubungan mengontol serta “check and balances”.

Menurut dia, ketika bangsa Indonesia memilih sistem presidensial, sejarahnya sangat panjang terutama pada saat awal-awal pembentukan negara Republik Indonesia.

Indonesia, ujar Lukman, pernah memakai sistem parlementer yang pada akhirnya gagal karena isunya pada saat itu adalah bahwa pemakaian sistem parlementer tersebut ada campur tangan penjajah yang menginginkan bentuk negara Indonesia berbentuk federal atau serikat.

“Fakta ini menunjukkan bahwa pilihan kita pada sistem presidensial ini memang bukan hanya sekadar pilihan menurut situasi dan kondisi, tapi memang sudah mengalami tempaan ujian dalam perjalanan sejarah yang pada akhirnya kita berkesimpulan, sistem yang paling tepat dalam kondisi sosial kemasyarakatan kita yang seperti ini adalah sistem presidensial,” ucapnya.

Sebelumnya, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Ari Dwipayana di Jakarta, Kamis (9/10) mengemukakan, kepemimpinan sistem presidensial yang kuat mampu menghadapi kegaduhan politik.

Menurut dia, kegaduhan politik yang terjadi dalam proses pemilihan pimpinan DPR dan MPR merupakan proses yang wajar dalam sistem pemerintahan demokratis.

Namun, ia mengatakan, kegaduhan politik akan bisa dihadapi oleh kepemimpinan presidensial yang kuat dan didukung rakyat. Pengalaman sebaliknya, baik selama KIB jilid I dan KIB Jilid II, justru memperlihatkan absennya kepemimpinan Presiden yang kuat dan tegas.

“Walaupun ada upaya untuk akomodasi kekuatan politik di parlemen dalam kabinet dan Setgab Koalisi Pendukung SBY-Boediono, namun kenyataan perilaku politik beberapa partai (terutama Golkar dan PKS) masih menunjukkan quasi koalisi/opisisi sehingga ciptakan kegaduhan politik,” katanya.

Dengan demikian, model perpolitikan dengan cara akomodasi sebanyak mungkin partai untuk menjamin stabilitas pemerintahan justru tidak terbukti berhasil dalam pengalaman pemerintahan SBY. AN-MB