Foto: Ketua CORE Universitas Udayana Prof. Ir. Ida Ayu Dwi Giriantari, MEngSc., PhD., IPM.,(kanan) dan Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa (kiri).

Denpasar (Metrobali.com)-

Pemerintah terus mendorong pemanfaatan energi ramah ramah lingkungan. Salah satunya yang menjadi solusi yang bagus untuk menghadirkan energi baru terbarukan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS Atap).

Banyak keuntungan dengan kehadiran PLTS Atap karena dapat menghemat dan mengurangi biaya listrik ke PLN. Terlebih, masuknya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Bali tidak akan mengganggu komponen listrik PLN.

Meski demikian, transisi energi Bali pada sektor energi terbarukan dengan memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), khususnya PLTS Atap menjadi efektif dan menghemat energi di tingkat rumah tangga.

Hal ini disampaikan Ketua Center For Community-Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana Prof. Ir. Ida Ayu Dwi Giriantari, MEngSc., PhD., IPM., menjelaskan pemanfaatan energi PLTS Atap di Lobby Lounge Bali Heritage Hotel Jalan Veteran No. 3 Denpasar, Jumat, 3 Juni 2022. Hadir pula Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa.

Core Unud tengah mengadakan kajian terkait transisi energi Bali dengan stakeholder pada sektor energi terbarukan khususnya dalam pemanfaatan PLTS Atap di Bali.

“PLTS Atap yang telah dipasang, seperti ada di Kantor ESDM Bali, RS Bali Mandara, DPRD Bali, Kantor Bappeda Bali dan Kantor Gubernur Bali. Hal itu, seperti di Kantor Gubernur saja bisa 30% penghematannya, listrik dengan PLTS. Sedangkan, kantor-kantor lainnya bisa 35% menghemat. Tapi, masih perlu banyak lagi pemasangan PLTS Atap, kalau semua kantor bisa memasang PLTS Atap akan menghemat APBD kita,” ungkap Prof Giriantari.

Mengingat pemasangan PLTS Atap di Bali, didominasi developer asing, ia mengatakan, sudah membuat kajian, bahwa PLTS jika masuk ke sistem ada batasan-batasan yang harus dipenuhi, salah satunya kapasitas maksimum yang boleh masuk ke sistem PLN.

Guna menjawab kebutuhan energi Bali dan mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan dari energi PLTS Fotovoltaik atau PLTS Atap, maka  Fotovoltaik diperlukan untuk mengubah langsung energi cahaya menjadi listrik menggunakan efek fotoelektrik.

Terlebih lagi, PLTS ini terdiri atas beberapa komponen, supaya berfungsi sesuai dengan dibutuhkan dan komponen utama secara umum terdiri dari solar panel, inverter serta baterai. Untuk itu,  potensi dalam energi terbarukan di Bali mencapai 143 GW dan potensi PLTS Atap mencapai 3.2 – 10.9 GWp.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa memaparkan, dari catatan di lapangan, perhitungan Institute for Essential Service Reform (IESR) bahwa potensi praktis energi surya mencapai 3,4-20 Twp dengan potensi pembangkitan 4,7-27 TWh per tahun, yang tergantung atas asumsi fungsi lahan.

Meski demikian, IESR juga mendukung program Gubernur Bali, Wayan Koster atas Pergub Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih dan Pergub Bali Nomor 48 Tahun 2019 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai guna mewujudkan visi misi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

Oleh karena itu, di Bali memiliki potensi besar PLTS, untuk skala besar yang dibangun di atas tanah bisa mencapai 142 MW dan skenario paling kecil 26 MW. Maka dari itu, Pergub Bali Energi Bersih sudah tepat, karena memanfaatkan energi surya yang ada di Bali.

“Untuk bangunan pemerintah, komersial, industri hingga lapangan parkir bisa dibangun atau dipasangi PLTS,” tegasnya.

Lanjutnya, PLTS ini bisa dibangun di atas tanah, di atas atap, di atas air terapung dan dimana saja. PLTS memiliki peranan sangat penting dalam mengganti pembangkit energi fosil, yang menjadi penyebab polusi dan pemanasan global.

Patut diketahui, IESR merupakan lembaga riset dan advokasi berlokasi di Jakarta, yang bergerak dalam 4 (empat) isu besar, yaitu transformasi sistem energi, akses energi keberlanjutan, ekonomi hijau dan mobilisasi berkelanjutan. (dan)