Denpasar, (Metrobali.com)

Jro Gde Sudibya, ekonom dan pengamat budaya menegaskan produk kuliner, apalagi yang begitu populer seperti Babi Guling, adalah produk budaya dan sekaligus identitas kultural masyarakat Bali.

“Identitas kultural ini yang harus tetap dijaga, karena akan menggambarkan kekuatan budaya masyarakat Bali dalam percaturan budaya di tingkat global,” kata Jro Gde Sudibya, Sabtu (29/10/2022) menangapi berita viral soal pemberangusan Baliho Babi Guling menjelang pelaksanaan G20 di Bali.

Dikatakan, dalam era yang disebut oleh penulis ternama dunia dan pengamat kecendrungan masa depan John Naisbitt dalam bukunya yang begitu populer Global Paradox: globalisasi melahirkan penyatuan ekonomi global, tetapi secara kultural munculnya tribalisme; kebangkitan kesadaran kesukuan yang membawa identitas kultural, sehingga identitas kultaral adalah sesuatu yang peka, termasuk dalam pengertian kepekaan politik.

“Dalam sejarah kerajaan Majapahit di masa kejayaannya, tercatat pesta-pesta besar yang juga menggambarkan kualitas kuliner di masa itu, dalam pesta meriah yang dihadiri undangan terhormat, yang menggambarkan kuatnya kekuasaan Majapahit di era kejayaannya, dengan raja Hayam Wuruk Tempat pesta ini, sekarang menjadi situs Trowulan yang sangat terkenal taman TAMBAK SEGARAN,” katanya.

Lebih jauh dikatakan, dari sejarah Majapahit kita bisa belajar, kekuatan simbol-simbolkuliner menggambarkan kekuatan sebuah kekuasaan. “Bila perlu dan dimungkinkan sajian pavorit Babi Guling bisa diperkenalkan kepada delegasi G20 yang telah terbiasa mengkonsumsi daging babi di negaranya.

Dikatakan, belajar dari perjalanan sejarah kejayaan Majapahit, dan trend global dimana identitas kultural semakin menguat, semestinya Pemda Bali mendesign kebijakan untuk mendorong terus promosi produk kuliner Bali sebagai bagian dari strategi kebudayaan.

“Targetnya, membuat produk kuliner Bali Guling Bali, setingkat dalam kualitas, citra dan gengsi dengan Bologna steak dari Italia dan Kobe steak dari Jepang,” katanya.

Ditambahkan, penyelenggaraan G 20 yang akan segera berlangsung, bisa dijadikan pintu masuk bagi strategi kebudayaan berbasis kuliner tersebut.

Dalam catatan “lepas” Negara Kertagama oleh Mpu Prapanca, menggambarkan kemeriahan pesta dengan aneka kuliner Majapahit, dalam suasana bulan Purnama, di seputar kolam di mana tampak hutan Cemoro Sewu di kejauhan dan juga juga bayang -bayang Gunung Penanggungan ( Gunung Pawitra). (RED-MB)