Denpasar (Metrobali.com)-

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merekomendasikan penghapusan praktik monopoli taksi di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali.

“Kami minta praktik monopoli itu harus disudahi, setidaknya pada saat Bandara Ngurah Rai yang baru direnovasi itu telah dioperasikan menjelang KTT APEC nanti,” kata Kepala Kantor KPPU Perwakilan Daerah Surabaya, Dendy Rakhmad Sutrisno, saat dihubungi dari Denpasar, Minggu (30/6).

Kantor KPPU Perwakilan Daerah Surabaya yang membawahi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur itu pernah memanggil pengelola taksi Bandara Ngurah Rai, PT Angkasa Pura, dan Dinas Perhubungan Provinsi Bali, ke Surabaya beberapa waktu lalu.

Menurut dia, pihak Dishub Bali mengerti rekomendasi KPPU berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tersebut.

“Dulu, mereka meminta waktu sampai fasilitas di bandara benar-benar memadai. Sekarang, Bandara Ngurah Rai sudah hampir selesai tahap perluasan dan renovasi. Kami minta saat dioperasikan nanti, monopoli taksi bandara itu sudah harus dihapus,” kata Dendy menagih janji.

Sebelumnya, dia menerima alasan dari pihak pengelola taksi Bandara Ngurah Rai bahwa selama tidak ada areal untuk mengendapkan taksi yang menunggu giliran mengangkut penumpang, maka tidak diperbolehkan ada operator taksi lain beroperasi di bandara itu.

“Kami pun sudah memberikan waktu sampai persoalan tersebut dapat tertangani. Oleh karena itu, pada saat Bandara Ngurah Rai selesai direnovasi, maka operator lain harus diberi kesempatan yang sama,” katanya.

KPPU menjamin bahwa taksi Bandara Ngurah Rai yang dioperasikan oleh koperasi tidak akan kehilangan pangsa pasar pada saat praktik monopoli dihapus. Justru pangsa pasar taksi bandara akan makin luas, seperti yang terjadi di Bandara Internasional Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.

“Kami justru mendorong taksi ‘incumbent’ makin luas pasarnya karena mereka tidak akan terbatas pada aturan yang mereka terapkan sendiri. Mereka tidak hanya mengangkut penumpang dari bandara, tetapi bisa mengangkut penumpang dari mana saja. Mereka diperbolehkan juga mengangkut penumpang di tengah jalan,” ujarnya.

Selama ini, taksi bandara hanya mengangkut penumpang yang baru turun dari pesawat dan kembali ke bandara dalam keadaan kosong karena aturan yang mereka terapkan melarang membawa penumpang dari tempat lain.

“Aturan itu justru merugikan mereka sendiri dan pelanggan. Sistem itu juga membatasi pendapatan sopir yang hanya tiga sampai empat kali mengangkut penumpang dalam sehari,” kata Dendy.

Apalagi KPPU mendapati fakta bahwa penumpang yang baru turun dari pesawat di Bandara Ngurah Rai lebih memilih kendaraan sewa atau mobil jemputan lainnya daripada menggunakan jasa taksi bandara yang tarifnya berdasarkan sistem zonasi.

Ia meminta pengelola taksi Bandara Ngurah Rai mencontoh pendahulunya di Bandara Hasanuddin dan Bandara Juanda, Surabaya. “Bandara Hasanuddin sudah tidak ada lagi monopoli taksi, sedangkan di Juanda pada awal bulan puasa ini sudah memberikan kesempatan kepada tiga operator taksi lain untuk beroperasi di bandara,” katanya.

Meskipun demikian, taksi Bandara Ngurah Rai yang dalam praktiknya diawasi oleh KPPU telah menunjukkan adanya kemajuan dengan memberikan dua opsi kepada calon penumpang, yakni membayar tarif dengan sistem zonasi atau berdasar argometer dengan jarak minimum berbiaya Rp25.000 ditambah biaya pemesanan sebesar Rp10.000 dan retribusi Rp10.000.

KPPU juga telah meminta Dishub Provinsi Bali meninjau ulang aturan yang membedakan taksi bandara dan taksi nonbandara sehingga tidak melanggar Peraturan Menteri Perhubungan bahwa taksi adalah angkutan antarkota dalam provinsi yang tarifnya menggunakan sistem argometer.

“Pengelola taksi Bandara Ngurah Rai juga kami minta mengimplementasikan Surat Edaran PT Angkasa Pura Tahun 2008 bahwa pelayanan taksi di bandara tidak boleh dimonopoli,” kata Dendy menambahkan. INT-MB