Johan-Budi (1)

Jakarta (Metrobali.com)-

Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan pihaknya belum akan menentukan sikap sampai mendapatkan salinan lengkap putusan praperadilan yang menyatakan penetapan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi mencurigakan yang ditangani KPK tidak sah.

“KPK sampai hari ini belum memutuskan apa pun karena harus menunggu salinan putusan, harus dibaca dulu salinan putusan secara lengkap dan dalam waktu tidak terlalu lama KPK akan berkirim surat ke pengadilan meminta putusan lengkap dan akan dikaji oleh Biro Hukum bersama pimpinan KPK, baru akan disampaikan apa sebenarnya sikap KPK terkait putusan praperadilan tadi,” kata Deputi Pencegahan KPK Johan Budi di gedung KPK Jakarta, Senin (16/2).

Johan mengaku bahwa pimpinan KPK bersama dengan tim Biro Hukum, pejabat struktural dan penyidik sudah melakukan rapat untuk mendiskusikan putusan praperadilan.

Hari Senin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hakim Sarpin Rizaldi menyatakan bahwa surat perintah penyidikan nomor 03/01/01/2015 tanggal 12 Januari 2015 yang menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka tidak sah dan tidak berdasar atas hukum karenanya penetapan perkara tak punya kekuatan hukum mengikat.

“Pada dasarnya, seperti yang selalu saya sampaikan, KPK sebagai penegak hukum tentu menghormati proses hukum, di antaranya praperadilan tadi, kita ketahui bersama putusannya kita hormati proses hukum,” ungkap Johan.

Namun Johan tidak mengungkapkan kapan sikap KPK itu akan disampaikan.

“Kita sudah mengetahui bersama putusan hakim, karena hal ini harus dipelajari lebih dalam, KPK perlu waktu untuk mempelajari dan dalam waktu tidak terlalu lama akan minta salinan putusan lengkap. Belum ada langkah-langkah apapun sebelum KPK membaca putusan secara lengkap,” jelas Johan.

Hakim Sarpin menyatakan bahwa status tersangka seseorang bisa dijadikan objek untuk praperadilan sebab status itu merupakan bentuk upaya sangka sehingga terkait erat dengan penyelidikan dan penyidikan yang tidak bisa dipisahkan karena telah menggunakan label proyustisia dalam tindakannya Hal tersebut berbeda dengan dalil yang digunakan oleh Biro Hukum KPK yang menggunakan pasal 77 KUHAP yang menyatakan bahwa “Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutuskan sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian, penyidikan atau penghentian penuntutan serta ganti rugi dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Hakim Sarpin juga menyatakan bahwa Budi Gunawan bukan penyelenggara negara atau penegak hukum karena penetapannya sebagai tersangka saat menjadi kepala biro pengembangan karir Deputi Sumber Daya Manusia Polri pada 2003-2006. Jabatan Karo Binkar dinilai merupakan jabatan administrasi atau pelaksana staf yang berada di bawah deputi Kapolri yaitu setingkat pejabat eselon II dan bukan penegak hukum.

Menurut Sarpin, pihak KPK tidak juga menyampaikan bukti-bukti yang menjelaskan bahwa Budi Gunawan masuk dalam kualifikasi penegak hukum atau penyelenggara negara.

Selanjutnya, berdasarkan pasal yang disangkakan kepada Budi Gunawan yaitu pasal terkait penyalahgunaan wewenang dari Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, tidak mengatur soal kerugian negara.

Sementara objek kewenangan KPK sebagaimana Pasal 11 UU KPK, lembaga antikorupsi itu berwenang menangani perkara korupsi yang melibatkan penyelenggara negara atau penegak hukum yang menimbulkan kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.

Perkara Budi Gunawan juga dinilai tidak menimbulkan keresahan masyarakat karena masyarakat .