Johan Budi

Jakarta (Metrobali.com)-

Komisi Pemeberantasan Korupsi masih menunggu laporan dari Biro Hukum KPK terkait putusan hakim tunggal Sarpin Rizaldi yang menyatakan bahwa penetapan Komisaris Pol Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan tidak sah.

“Masih menunggu Kabiro Hukum Chatarina M Girsang hadir dulu di kantor untuk diskusi dengan pimpinan,” kata Deputi Pencegahan KPK Johan Budi melalui pesan singkat di Jakarta, Senin (16/2).

Hakim Sarpin di PN Jakarta Selatan menyatakan mengabulkan permohonan Budi Gunawan sebagian dan menolak untuk seluruhnya eksepsi KPK.

Artinya, Sarpin menyatakan surat perintah penyidikan nomor 03/01/01/2015 tanggal 12 Januari 2015 yang menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka terkait peristiwa pidana pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum karenanya penetapan perkara tak punya kekuatan hukum mengikat.

Sehingga penyidikan yang dilakukan KPK terkait peristiwa pidana terkait adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, karenanya penyidikan tak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa bahwa penetapan seseorang sebagai tersang tidak bisa menjadi objek praperadilan karena berada di luar pasal 77 KUHAP.

Harifin menilai KUHAP sudah mengatur Praperadilan secara limitatif, karena Praperadilan hanya untuk menetapkan: (i) sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan, (ii) penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, serta (iii)menetapkan ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

“Ada kesan bahwa permasalahan politik, tata negara, dan hal-hal lainnya dimasukkan pula dalam praperadilan ini, padahal tidak ada hubungannya dengan lembaga praperadilan,” kata Haripin pada Minggu (10/2).

Meski pernah ada upaya memperluas objek praperadilan termasuk penatapan tersangka, menurut Haripin, tapi tidak bisa ada objek praperadilan di luar Pasal 77 KUHAP.

“Hal ini pernah terjadi ketika saya menjadi Hakim di MA, tapi dibatalkan di tingkat MA,” jelas Haripin.

Penetapan tersangka tersebut sudah melalui serangkaian perbuatan pendahluan sehingga tidak bisa masuk dalam objek praperadilan.

“Mengapa penetapan tersangka tidak masuk dalam domain praperadilan? Karena penetapan tersangka pasti sudah melewati serangkaian perbuatan pendahuluan seperti penyelidikan oleh aparat penegak hukum. Jadi kalau penetapan tersangka itu keliru, mekanisme kontrolnya ada di penyidik, bukan dalam praperadilan. Mengapa objek Praperadilan dalam Pasal 77 KUHAP hanya terkait upaya paksa? Karena di situ sudah masuk pembatasan kemerdekaan tersangka,” tegas Haripin. AN-MB