Buleleng, (Metrobali.com)

Komisi IV DPR RI belum memberikan lampu hijau atas rencana penggunaan kawasan hutan di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) yang rencananya menjadi bagian lokasi pembangunan Bandara Bali Utara. Namun Komisi IV DPR RI tetap meminta adanya kajian komprehensif terlebih dahulu sebab dikhawatirkan pembangunan bandara di kawasan ini akan menggangu ekosistem hutan.

Hal ini terungkap dalam Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian, lingkungan hidup, kehutanan dan kelautan, ke  Taman Nasional Bali Barat (TNBB) untuk meninjau calon lokasi Bandara Bali Utara di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, beberapa waktu yang lalu . Rombongan dipimpin Ketua Komisi IV DPR RI Sudin didampingi sejumlah anggota komisi IV lainnya .

Dalam kunjungan kerja ini perwakilan dari Dinas Perhubungan Provinsi Bali menjelaskan posisi terakhir rencana lokasi Bandara Bali Utara di Desa Sumberklampok. Total luas areal bandara disebutkan mencapai 612 hektar, dengan seluas 310 hektar untuk terminal dan landasan pacu dimana membutuhkan kawasan seluas 64 hektar di kawasan Taman Nasional Bali Barat.

Terkait rencana lokasi bandara ini, Gubernur Bali Wayan Koster sudah melayangkan permohonan rekomendasi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai kesesuaian tata ruang dan penggunaan kawasan hutan lindung .

Namun dalam pengamatan kami sampai detik belum juga turun / belum ada respons terkai hal itu dari Kementerian LHK ?

Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mengaku pihaknya sangat mendukung pembangunan di Bali seperti rencana Bandara Bali Utara ini. Namun ia mengingatkan jangan sampai pembangunan ini merusak alam apalagi merambah kawasan hutan di Taman Nasional Bali Barat. Terlebih Gubernur Bali Wayan Koster mengusung visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang katanya berpihak kepada pelestarian alam Bali.

“Saya dukung pembangunan tapi tolong jangan merusak alam. Saya yakin saudara-saudara saya di Bali, untuk perlindungan alam nomor satu,” kata politisi PDI Perjuangan ini.

Ia juga mengaku kecewa, heran dan tidak habis pikir kenapa sampai rencana lokasi Bandara Bali Utara berubah dari hasil kajian awal yang sudah memilih Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng menjadi beralih ke Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.

“Kok lokasinya berubah? Kok tiba-tiba pindah? Ini ada apa? Seolah-olah hasil kajian awal tidak tepat. Mohon maaf saya harus berkata apa adanya. Saya kecewa dengan perubahan ini,” keluhnya.

Taman Nasional Bali Barat jika ditetapkan sebagai calon lokasi Bandara Bali Utara selain harus menghadapi masalah kepunahan, tingkat kebisingannya pun juga sangat tinggi yang akan mempengaruhi kehidupan satwa liar di kawasan ini.

“Bandara ini katanya akan melayani 24 juta penumpang tiap tahun berarti satu bulan 2 juta, dibagi 30 hari, bisa dibayangkan seberapa bisingnya tiap hari. Kan bising sekali. Yang namanya burung langka, binatang langka sangat sensitif sekali. Jangankan dengar suara pesawat yang kencang, denger suara mobil saja pasti lari, pasti stress dan bisa mati,” tutur Sudin.

Karena itu Komisi IV DPR RI meminta agar segera dibuatkan kajian sedetail mungkin dan dilaporkan ke Komisi V DPR RI, baru kemudian akan ditinjau lagi apakah memungkinkan kawasan hutan di Taman Nasional Bali Barat ini dijadikan bagian lokasi bandara. Itu pun jika tidak menimbulkan ancaman kepunahan satwa langka di taman nasional yang menjadi habitat burung langka asli Bali yakni curik Bali atau jalak Bali.

“Solusinya saya mau lihat dulu kajiannya. Kalau saya pribadi tidak setuju kalau taman nasional ini akan dijadikan bandara. Setelah ada kajian, akan dibahas dan ditinjau baru memutuskan sesuatu,” pungkas Sudin.

Demikian pula Anggota Komisi IV DPR RI dapil Bali AA Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra) merasa khawatir ekosistem di Taman Nasional Bali Barat ini akan terganggu jika dijadikan lokasi bandara baru. Satwa liar dan satwa langkah di dalamnya seperti curik Bali dikhawatirkan akan punah ketika habitat aslinya terganggu.

Karenanya senada dengan Ketua Komisi IV DPR RI, Gus Adhi menegaskan harus ada kajian detail. Dampak kerusakan lingkungan dan terganggunya ekosistem di Taman Nasional Bali Barat juga harus jadi pertimbangan.

Penolakan serupa disuarakan Anggota Komisi IV DPR RI Suhardi Duka. Politisi Partai Demokrat ini menegaskan fungsi taman nasional tidak bisa diubah seenaknya. Jadi tidak boleh serta merta dijadikan lokasi bandara. Ia pun khawatir kerusakan lingkungan akan terjadi sehingga Bali tidak akan menarik lagi bagi wisatawan.

“Saya tidak setuju memberikan persetujuan mengubah kawasan hutan di taman nasional ini. Siapa yang mau ke bandara kalau tidak ada alam budaya di Bali yang lestari,” sentil wakil rakyat dari dapil Sulawesi Barat ini. (wid)